"Apa anda melihat saya sedang bermain? Bahkan anak kecil tahu kalau ini bukan tempat bermain. Sepertinya ada yang salah dengan mata anda, Tuan."
Dia hampir saja melemparkan palunya dan menggertakkan giginya mendengar jawabanku. "Hah! Memangnya apa yang bisa dilakukan orang rendahan sepertimu?!"Disaat seperti ini pun mereka hanya diam melihatku di permalukan apalagi penjaga yang di berikan Marquis, dia bahkan tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun untukku."Saya tidak punya kewajiban menjawab pertanyaan Anda, yang saya cari adalah pemilik tempat ini."Wajah pria ini memerah karena marah. "Apa?! Kau mau di pukul ya?!""Pukul saja."Jika kau memukulku harga dirimu pasti akan jatuh. Dia sudah mengangkat tangannya, jika aku hanya diam pukulan itu akan mengenai wajahku. Kurasa itu cukup setimpal asalkan aku tidak membuat kerusuhan lebih lama."Berhenti! Apa yang kau lakukan Fleur?!" seru seorang pria yang sedang menuruni tangga."Tuan?""Kau akan membuat semua pelanggan kita kabur."Apa dia pemimpinnya? Dia terlihat lebih muda dari yang kubayangkan. Pria bernama Fleur itu langsung pergi setelah melirikku dengan tatapan tajamnya."Maafkan saya Tuan."Dia tidak memperdulikanku yang seorang anak marquis tapi justru membungkuk pada pria yang kini sudah berdiri tepat di depanku. Rambut pirang dan mata biru itu seolah menyeledik lalu sedetik kemudian dia tersenyum."Apa yang membawa Nona kesini? Karena saya bukan orang yang memiliki banyak waktu luang," ujarnya.Yah, aku tidak meminta mereka untuk langsung menerimaku. Tapi bukankah permusuhan ini terlalu kentara? Sudahlah."Saya rasa sopan santun di tempat ini perlu di ajarkan lagi," celetukku sembari melihat-lihat. Tempatnya sangat ramai, terutama di lantai satu."Maaf mematahkan harapan Anda tapi karena kami berasal dari kalangan bawah jadi kami tidak pernah peduli dengan hal-hal seperti itu. Saya pikir anda sudah mengerti," jawabnya dengan santai. Pria itu membawaku ke lantai dua tempatnya bekerja.Dia bahkan tidak mempersilahkan aku untuk duduk dan langsung bertanya lagi begitu kami berhadapan. Aku tahu tempat ini bukan sekedar tempat pengrajin kayu karena disinilah semuanya berpusat, tempat dari segala informasi rahasia dan kegiatan ilegal. Aku mengetahui hal itu saat masih di ibukota, ada sekelompok pria yang menyebut namanya.Itu tidak penting, karena aku disini untuk memberikan tugas untuknya sebagai pengrajin. Bukan sebagai pemimpin Guild."Aku ingin kau membuatkan sesuatu menggunakan barang ini."Dia menerima kotak yang kuberikan dan mengerutkan dahinya. "Apa maksud anda memberi saya lilin dan Parafin? Disini tempat pengrajin kayu Nona, bukan tempat pembuatan lilin."Tentu saja dia bingung melihat Lilin dan parafin yang kubawa."Ya, aku tahu itu. Tapi ketrampilan kalian adalah yang terbaik disini dan lagi bukankah lebih mudah memahat lilin daripada kayu.""Saya tidak mengerti. Apa anda meminta kami mengukir lilin?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alis."Benar.""Untuk apa?""Kau tahu, tambang wilayah marquis menghasilkan banyak parafin, karena kurangnya pengetahuan mereka hanya membuatnya menjadi lilin dalam bentuk biasa dan menjualnya dalam harga yang murah. Lalu apa gunanya kita memiliki pengrajin ukir? Padahal para bangsawan menyukai seni."Dia berfikir sejenak. Jika kami bisa membuat seni baru dari lilin dan menjualnya pada bangsawan yang berkunjung maka keuangan wilayah marquis akan meningkat dan parafin yang tersisa tidak akan terbuang sia-sia. Dengan begitu juga wilayah yang tercemar akan berkurang."Tapi mungkin ini akan sedikit sulit karena kayu dan lilin itu berbeda. Kenapa anda tidak memintanya pada pembuat lilin?"Aku sudah menemui mereka tadi. "Jika mereka bisa, saya tidak akan datang ke tempat ini dan mendapat hinaan tadi," jawabku yang membuat pria itu terkekeh."Menarik. Aku akan mencobanya dan mengirimkan hasilnya tiga hari lagi.""Dua hari.""Apa?!""Aku akan memeriksanya setelah dua hari. Jadi kuharap kau bisa menyelesaikannya. Aku tahu kau orang yang bijak. Kalau begitu terima kasih sudah meluangkan waktumu yang berharga.""Haha baiklah."Jika dia tahu yang kumaksud dia tidak akan membuang kesempatan seperti ini. Saat aku keluar keadaannya sudah sangat ramai, sepertinya orang yang sangat penting sedang berkunjung ke wilayah ini, tapi kenapa Marquis tidak mengatakan apapun padaku?"Apa yang terjadi?" tanyaku pada pengawal yang dari tadi hanya menunggu diluar."Duke Arcelio sepertinya sedang berkunjung, apa Anda ingin menyambutnya?"Duke Arcelio, dia adalah Duke termuda yang mendapatkan gelar setelah membunuh kedua orang tuanya. Kudengar dia juga orang yang tidak kenal ampun dan membunuh banyak orang hanya karena mereka membuatnya kesal."Tidak, aku akan mengecek penginapan lalu kembali.""Baiklah."Aku tidak ingin menemuinya. Tapi entah bagaimana sekarang kami sudah saling berhadapan. Berdiri di depannya saja sudah membuatku merinding, dia menatapku dengan mata semerah darah itu. Apa yang di lakukan dengan menatapku sedalam itu?"Apa?!" tanyaku, aku tidak boleh terlihat takut dihadapannya."Ah, maafkan saya," ujarnya, sepertinya dia tidak sadar sedang memandangi tubuh seorang wanita dengan sangat tidak sopan.Kasihan sekali orang yang akan menjadi istrinya nanti."Jika Anda benar-benar meminta maaf, bisakah anda menyingkir? Saya harus segera pergi."Hari sudah semakin petang, kalau aku tidak segera pulang. Marquis pasti khawatir. Kenapa juga aku harus bertemu dengan pria menyeramkan ini. Kenapa hanya diam? Apa dia sedang merencanakan cara membunuhku?"Anda cukup berani, Nona," ujarnya dia bahkan sudah memegang gagang pedang yang dibawanya."Anda akan membunuh saya? Kalau begitu lakukan saja jika anda ingin memulai perang dengan keluarga Magrita.""AHAHAHA!"Dia tertawa sangat keras sampai menarik perhatian orang lain, benar-benar pria yang gila. Aku jadi semakin takut apalagi penjaga di sampingku saja terlihat sekali dia gemetar ketakutan. Sangat tidak berguna."Apa anda sudah gila?" lirihku."Kau mengatakan hal itu karena belum mengenalku, Nona.""Apa?"Sejak kapan dia mengeluarkan pedangnya? Dia bahkan sudah membunuh penjagaku dalam sekejap. Ini ... benar-benar tidak masuk akal. Aku hanya ingin segera pergi bukannya ingin mati seperti ini. Orang-orang juga mulai panik, para penjaga penginapan sekarang sedang berkumpul mengelilingi kami."Lepaskan Nona Magrita!" seru salah satu dari penjaga itu.Pria ini menghela nafas panjang lalu menurunkan pedangnya. "Kuharap kau berhati-hati denganku kedepannya," bisiknya. Dia bahkan meremas pundakku dengan sangat keras.Tubuhku rasanya sulit untuk bergerak."Baiklah, akan kulepaskan. Kenapa kalian membuat keributan hanya karena hal sepele seperti ini?" ujarnya dengan santai. Dia lalu pergi meninggalkanku seolah tidak pernah ada yang terjadi."Dasar orang gila!" seruku yang membuat dia justru tertawa.Kakiku rasanya sangat lemas dan membuatku terjatuh. "Nona! Anda tidak apa-apa?""Aku baik-baik saja, tolong sembunyikan kejadian ini dari Ayah.""Baik, saya mengerti."Mereka langsung mengurus mayat penjaga itu dan membawaku pulang, tentu saja meskipun aku sudah meminta mereka menyembunyikannya. Orang-orang yang melihat hal itu pasti akan menyebarkan gosip dan dalam sehari seluruh wilayah sudah membicarakan tentang Duke Revanov Arcelio.Lalu hal yang paling kubenci dan ingin kuhindarin sekarang sudah ada di hadapanku bersama Marquis."Cecilia, perkenalkan dia adalah Duke Revanov. Beliau kesini untuk meminta maaf secara langsung padamu," ujar Marquis.Apa yang ada dipikiran Marquis dengan mempertemukan kami seperti ini?! Apa dia tidak melihat wajah bengis pria itu?Jangan tersenyum seperti itu! Kau membuatku takut dasar Duke gila!Sehari sebelumnya. "Putriku! Apa yang terjadi?!" seru Marquis yang langsung berlari menghampiriku. Kurasa sia-sia aku meminta mereka tutup mulut. Marquis pasti sangat khawatir, dia memelukku dengan tubuhnya yang bergetar. "Aku baik-baik saja Ayah." "Bagaimana bisa kau bertemu dengannya?" "Kami tidak sengaja berpapasan dan ... emm ... itu, sepertinya aku salah mengatakan sesuatu padanya. Tapi Ayah tenang saja. Semuanya sudah selesai dengan baik." "Tidak. Ayah akan membuatnya meminta maaf padamu." Jika kau melakukannya, sepertinya bukan hanya aku yang mati tapi kau juga Marquis. Dia bahkan lebih gila daripada yang dibicarakan rumor. "Tidak. Aku baik-baik saja, Duke juga sudah meminta maaf." Mari hentikan semuanya disini dan jangan bertemu lagi dengannya. Aku juga harus mengurus sisa persiapan pesta. Marquis tidak menjawabku dan hanya menatapku sebentar lalu langsung memelukku lagi. "Baiklah, aku cukup senang dengan melihatmu masih hidup, Putriku." Ah, dia pasti takut kehilangan
Hari ini kepalaku rasanya sangat pusing mengingat pria itu terus saja membuat nyawaku terasa terancam dan Marquis malah menjadikannya pasangan pesta kedewasaanku. Sebenarnya apa yang di pikirkan Marquis? Aku menghela nafas panjang dan menarik perhatian Mario. "Ada yang salah Nona? Apa perlu saja pesankan yang lain?" tanya Mario yang sedang membawa beberapa contoh dekorasi pesta. "Tidak," jawabku. Sepertinya aku harus mencari udara segar sebelum kembali bertemu Duke Arcelio hari ini. Entah kenapa pria itu semakin sering berkunjung. Kurasa dia tidak punya pekerjaan sampai membuang banyak waktu mengancam nyawaku. Apalagi kemarin saat kami selesai makan malam tanpa ada Marquis dia hampir melemparkan pisaunya padaku namun meleset dan justru mengenai pelayan yang berdiri di belakangku. Aku sungguh tidak tahu apa motivasi pria itu hidup. "Mario, aku akan pergi keluar. Tolong sampaikan pada Ayah, aku akan pulang sebelum makan malam bersama Tuan Duke." "Baik, Nona." Hari ini aku pergi b
"Ayah apa maksudnya? Aku bertunangan dengan Tuan Revanov?" Sepertinya bukan hanya aku tapi Revanov pun juga terkejut ketika pertunangan kami di umumkan. Saat kulirik wajahnya terlihat menahan marah. Apa dia benar-benar tidak tahu tentang pertunangan ini? "Ayah akan jelaskan nanti," bisik Marquis padaku. Banyak sekali orang yang memberiku ucapan selamat. Namun tidak satupun dari mereka yang berani berbicara langsung dengan Revanov apalagi dengan wajahnya yang seperti ingin melahap orang hidup-hidup. Bisakah aku hidup dengan orang seperti ini? Membayangkannya saja membuatku merinding. Setelah beberapa saat akhirnya aku bisa keluar dari ruang pesta dengan Revanov, pria itupun sedari tadi hanya diam. Aku jadi penasaran dengan apa yang sedang dia pikirkan. "Apa kau berencana untuk membunuhku?" Aku memberanikan diri untuk mulai berbicara. Kami duduk di tepi air mancur yang ada di taman, ini lebih baik daripada harus menjawab satu persatu pertanyaan para bangsawan di dalam sana. "Kena
Revanov benar-benar membuat keributan dengan ulahnya. Padahal tadi dia terlihat tidak menyukai pertunangan kami, lalu kenapa dia melakukan hal bodoh di depan orang banyak seperti ini. Apa pria juga mengalami perubahan mood yang cepat seperti wanita?Rasanya aku sangat ingin membedah otak gilanya itu."Apa kau melihatnya juga?""Dia benar-benar Duke yang haus darah itu?""Astaga mereka nampak sangat serasi."Dan banyak lagi suara berisik yang mereka buat. Apanya yang serasi? Mereka belum tahu saja bagaimana perlakuan pria ini terhadapanku. Rasanya seperti terombang ambing di lautan kematian. Aku meliriknya yang masih berdiam diri di hadapanku seolah tidak terganggu dengan suara-suara bising itu. "Aku lupa kalau dia tidak normal," gumamku, kali ini gantian aku yang menarik tangannya. "Ikut aku!"Sekuat tenaga aku menariknya dari tengah pesta dan membawanya ke teras. Disini hanya ada sedikit orang yang akan melihat kami. Angin malam yang menerpa membuat rambutku berantakan, aku ingin me
Aku bersyukur kali ini pesta berjalan dengan lancar dan Revanov tidak membuat kekacauan apapun di pesta seperti yang biasa dia lakukan pada pesta-pesta yang lain. Hari ini terasa begitu panjang, aku merebahkan diri di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai ukiran indah. "Baguslah mereka menerima hadiah itu dengan baik. Sekarang aku hanya perlu menunggu penjelasan dari Marquis, kira-kira apa yang akan dia katakan?" Kumeraih pisau buah yang ada di atas nakas dan menyembunyikannya di balik gaun sebelum beranjak dari tempat tidur menuju depan cermin. Pantulan wajahku di dalamnya benar-benar sangat jelas karena bulan purnama, bahkan bayangan dari dedaunan di luar juga terlihat. Kupikir wajah ini membawa keberuntungan tapi rupanya malah membawaku pada petaka. "Wajah yang cantik, apa aku harus membuat luka pada wajah ini?" gumamku sembari mengelus pantulan diriku sendiri yang ada di dalam cermin. Lalu detik berikutnya bayangan seseorang ikut terpantul
Ketika aku bangun Revanov sudah tidak ada di kamarku begitu pula jasad pembunuh bayaran itu. Semalam aku pasti sudah ikutan gila, bagaimana bisa kami tidur bersama?! "Permisi Nona," ujar seorang pelayan yang baru saja masuk membawa sarapanku dan air untuk mencuci muka. "Letakkan saja disana. Kau boleh pergi sekarang." "Baik." Perlahan aku beranjak dari ranjang dan membasuh wajahku sendiri yang kini terpantul dalam air di baskom. Aku tidak pernah berfikir bahwa akan ada seseorang yang menyewa pembunuh bayaran seperti semalam. Mereka tidak mungkin utusan dari Marquis. "Haah, siapa lagi yang mencari gara-gara denganku sekarang." Hari ini aku akan menerima surat penyerahan tambang batu bara dari Marquis sekaligus penjelasan tentang pertunangan mendadak yang dia umumkan semalam. Ruang kerjanya nampak sepi tanpa ada Mario ataupun Sillia. "Kau sedang mencari siapa Putriku?" tanya Marquis yang baru saja selesai menandatangani berkasnya. "Dimana Mario dan Sillia?" "Oh, mereka kuberi t
"Kyaaaa!""Nona! Apa yang terjadi?!"Para pelayan dan penjaga berbondong-bondong masuk ke dalam kamarku setelah mendengarku berteriak. Beberapa dari mereka langsung membungkus tubuhku dengan selimut dan sebagian lainnya menutup mulut karena mual melihat mayat seseorang tergeletak di lantai kamarku dengan tubuh yang penuh darah."Danis?""Itu Danis! Ba-bagaimana bisa?"Dalam sekejap keributan menjadi lebih parah, mereka membawaku keluar kamar dan kami berpapasan dengan Marquis yang sepertinya langsung mendapatkan laporan. Wajahnya terlihat sangat marah lalu detik berikutnya berubah khawatir saat melihat tubuhku bergetar."Putriku, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan memeluk erat tubuhku. "Kau pasti sangat terkejut.""A-ayah, danis ... dia ..." Aku menelan ludah jika mengingat mayat yang ada di dalam."Tidak apa-apa, aku yang akan mengurusnya," ujar Marquis menenangkanku. Dia berbalik untuk memerintahkan beberapa penjaga. "Bawa Putriku ke ruangan yang lain.""Baik, Tuan."Mereka membaw
Beberapa saat sebelum kematian Danis.Saat itu Danis sedang membantu untuk mempersiapkan pertemuan resmi pertamaku dengan Revanov setelah pesta kedewasaan. Yah, meskipun pertemuan kali ini hanya akal-akalan yangkubuat bersama Revanov untuk menipunya."Anda terlihat sangat cantik hari ini Nona, Yang mulia Duke pasti akan menyukai anda," ujar Danis dengan tangan yang masih sibuk menata rambutku. "Benarkah? Tapi, aku tidak ingin menikah dengannya, Danis." Wajah lesuku terpantul jelas di dalam cermin hingga membuatnya Danis yang awalnya ceria jadi memasang wajah bingung, aku memang tidak ingin menikah dengan Revanov kalau bukan karena ingin memanfaatkannya. Kupegang tangannya dengan lembut dan mendongak untuk melihat wajahnya. "Apa kau tahu cara untuk memutuskan pertunangan ini?" Dia terperanjat. "Itu tidak mungkin Nona." "Kenapa, Danis? Apa kalian tega memberikanku kepada Duke gila seperti dia?" Danis menurunkan melepaskan genggaman tanganku dengan pelan dan berbalik untuk mengambi