Share

Part 3

Syila merasa asing dengan kamar barunya, gadis itu juga tidak rela harus tidur satu ranjang dengan Alex. Sejak di kamar mandi Syila telah membayangkan jika malam ini Alex akan menyentuh dirinya di malam pertama pernikahan mereka. Hal itu membuat Syila bergidik ngeri dan lebih memilih tidur di sofa kamar.

Alex yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melingkar di pinggangnya menghampiri Syila yang sedang tertidur di sofa.

"Hey, kenapa kamu tidur di sofa?" tanya Alex dengan datar.

"Bukan masalahmu!! Aku mau tidur di mana, kamu tidak boleh ikut campur," jawab Syila dengan posisi yang masih membelakangi Alex.

"Baiklah jika itu maumu. Jangan salahkan saya jika ada tikus yang menemanimu tidur di sofa!"

Syila langsung bangkit dari tidur nya dan menghadap tepat di depan Alex, betapa terkejutnya Syila yang melihat Alex sedang bertelanjang dada dan hanya memakai sehelai handuk. Ini adalah pertama kali nya Syila melihat bentuk tubuh seorang pria tanpa pakaian, ia langsung menutup matanya dengan kedua tangan miliknya.

"AAAA! Dasar mesum! Kenapa tidak pakai baju yang benar! Manusia Terkutuk!!" teriak Syila panik.

"Tidak usah sok lugu, wanita seperti mu seperti nya sudah sering melihat tubuh banyak pria. Dan mungkin saja sudah pernah merasakannya," ucap Alex melenggang pergi ke walk in closet.

Deg!!

Syila paham apa yang dimaksud oleh Alex, ia tak percaya bahwa dirinya direndahkan untuk yang kedua kalinya. Jangankan melihat tubuh banyak pria, dekat dengan seorang pria saja sangat dilarang oleh sang ayah. Ia mengerti mengapa ayahnya tidak ingin jika dirinya dekat dengan pria, karena ayah tidak ingin anak perempuan nya dirusak, dihancurkan, disakiti lalu ditinggal. Dan terbukti sekarang, Syila menikah dengan seorang pria yang sering menyakiti bahkan merendahkan dirinya. Jika saja ia tak membutuhkan uang itu, ia tak akan sudi menikah dengan seorang pria bernama Alexander Mahavir Bagaskara.

Lelehan air mata telah luruh di pipi nya, perkataan Alex sungguh membuat hati gadis 19 tahun itu teriris. Seketika Alex keluar dari ruangan dengan pakaian yang sudah rapi seperti akan pergi keluar, tapi Syila tak peduli kemanapun pria itu akan pergi.

Alex melangkahkan kakinya menuju pintu dan melewati Syila begitu saja tanpa ada rasa bersalah.

"Jika tidak tahu tentang diriku, jangan asal bicara apalagi menghinaku. Cukup diam saja, itu lebih baik!!"

Alex menghentikan langkahnya kemudian berbalik badan menatap sekilas wajah Syila yang telah basah oleh air mata, dengan cepat Alex menarik kenop pintu lalu keluar tak terlihat lagi dari pandangan Syila.

"Ayah! Hiks..hikss! Syila merindukan Ayah. Hanya Ayah yang selalu memperlakukan Syila dengan baik. Ayah benar, di dunia ini sangat sulit mencari seorang pria yang bisa menghargai wanita dan memperlakukan wanitanya dengan baik. Ayah, Syila menyesal telah menikah dengan manusia Terkutuk!" isak Syila sambil merengkuh kedua lututnya.

****

Alex tak menyangka jika dirinya membuat Syila menangis, tapi tetap saja seorang Alexander yang terkenal dengan sifat yang arogannya membuat dirinya menghiraukan Syila yang menangis karenanya. Saat ini Alex lebih memilih pulang dan tidur di rumah utama yaitu rumah kedua orang tuanya.

"Hai Mah, Pah," sapa Alex menciumi pipi kedua orang tuanya bergantian.

"Hai Nak! Selamat, ya atas pernikahanmu yang kedua. Maaf mamah tidak sempat datang, lagian Papah juga baru menceritakan tadi siang," ucap Sherly, ibu kandung Alex.

"It's Ok, mah! Lagian semua ini terjadi karena ulah Papah. Oh iya, Mah, dia ada?" tanya Alex.

"Ada, seperti biasa tuh di kamar. Aneh Mamah sama dia, kayanya gak pernah bosen gitu ya tinggal sendirian di kamar."

"Namanya juga kan sedang sakit, Mah. Ya sudah Alex ke kamar dulu, ya. Good night!" pamit Alex pada kedua orang tuanya dan berjalan menuju kamar di lantai atas.

"Aku juga merindukan mu…" ucap seorang wanita yang tengah berbincang di telepon dan ucapan itu terdengar oleh Alex.

"Telepon dari siapa?" tanya Alex menghampiri wanita yang sedang duduk di kursi roda.

"Hai Alex! Aku kira kamu tidak akan pulang lagi." wanita itu terlihat panik lalu mematikan panggilan teleponnya.

"Siapa dia?" tuntut Alex.

"Ahh…dia temanku yang sedang kuliah di luar kota, dia bilang dia merindukan aku. Tentu aku balas mengatakan merindukannya."

"Bagaimana dengan kondisimu?" tanya Alex, ia merendahkan posisi tubuhnya agar seimbang dengan wanita yang sedang duduk di kursi roda. Wanita itu bernama Sarah Chetrine, istri pertama Alex.

"Masih seperti ini, tidak ada perubahan," ucap Sarah pasrah.

"Apa perlu kita pergi ke luar negeri? kita cari dokter yang lebih baik."

"Tidak perlu Alex. Aku sudah ikhlas dengan kondisiku Sekarang. Bagiku, kamu selalu ada bersamaku itu yang terpenting," ucap Sarah sembari mengusap kedua pipi Alex.

Sentuhan halus tangan Sarah di wajahnya, membuat sesuatu dalam diri Alex berdesir. Pria itu menatap lembut istrinya, perempuan yang sangat ia cintai.

"Apa sekarang aku boleh meminta hakku?Sudah dua tahun aku terus bersabar untuk menunggu kesediaanmu melayaniku," pinta Alex hati-hati.

"Tapi kondisiku seperti ini Alex. Bukannya aku tidak ingin melayanimu. Tapi... "

"Aku akan melakukan nya dengan lembut dan hati-hati Sarah, percayalah padaku," pinta Alex.

Alex sama seperti pria dewasa lainnya yang butuh menyalurkan hasratnya.Namun, selama menikah dengan Sarah, mereka belum pernah melakukan hubungan suami istri. Sarah yang selalu menolak dengan beralasan sakit yang dideritanya.

"Saat ini aku sedang dalam keadaan menahan hasrat,Sarah. Apa kamu tega melihat suamimu seperti ini?" bisik Alex semakin mendekatkan wajah mereka.

Sarah bergeming, menganggap diamnya Sarah sebagai persetujuan, langsung saja Alex mendaratkan bibirnya pada bibir milik Sarah. Alex melumatnya dengan lembut dan perlahan. Tapi Sarah sama sekali tak merespon ciuman itu, Alex melepaskan penyatuan bibirnya lalu membopong Sarah ke atas ranjang.

Alex melanjutkan kembali aksinya mencumbui area leher hingga turun ke area payudara. Alex beralih menatap Sarah, tetap tidak ada ekspresi apapun disana. Seperti baru saja disiram air es, hal itu membuat Alex mengurungkan kembali aksinya, ia turun dari tubuh Sarah dan berbaring di sampingnya.

"Kenapa berhenti? Bukankah ini yang kamu mau?" tanya Sarah.

"Bagaimana bisa aku melakukan semua ini jika kamu sendiri tidak menginginkannya?” Alex balik bertanya dengan geram.

Pria itu bangkit dan melangkah keluar dari kamar tidak peduli dengan penampilannya yang kacau.

“Dan jangan pernah salahkan aku jika suatu saat aku mendapatkan hal ini dari perempuan lain!"

Alex menutup pintu dengan kencang sehingga menimbulkan suara yang begitu nyaring.

"Lho, kamu mau kemana lagi, Alex?" tanya Sherly, tapi Alex tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan tegap hingga masuk kedalam mobil.

"Kenapa lagi anak itu, Pah?"

"Entahlah, gimana kita mau punya cucu kalau mereka kaya gitu terus. Untung papah menikahkan Alex dengan Syila, Mudah-mudahan Syila lah yang memberikan kita cucu."

***

Ningrum yang mendengar suara isak tangis dari dalam kamar majikannya segera mengetuk pintu, sekedar ingin memastikan keadaan nonanya baik-baik saja. Tapi, tak ada jawaban dari dalam kamar, masih terdengar isak tangis yang tak kunjung berhenti. Ningrum sangat cemas, akhirnya ia memilih untuk menerobos masuk ke kamar tuannya. Ia begitu panik ketika melihat Syila yang sedang duduk memeluk lututnya di bawah lantai.

"Non Syila, kenapa?" tanya Ningrum cemas.

"Kak, Syila emang terlahir dari keluarga gak punya. Tapi apa pantas orang lain merendahkan Syila? padahalkan di dunia ini semua manusia sama saja, hiks…hikss." Syila terus menangis ketika mengingat untaian kejadian di mana Alex yang selalu merendahkannya.

"Non Syila tidak perlu hiraukan orang yang merendahkan Non, biarkan saja. lebih baik, Non Syila buktikan kalau Non lebih baik dari dia yang merendahkan non."

"Hikss…peluk aku, Kak!"

Syila merentangkan kedua tangannya, meminta Ningrum untuk memeluk dirinya, berharap dapat membuatnya sedikit tenang. Ningrum sempat berpikir apakah pantas seorang asisten melakukan ini? tapi ia juga tak tega melihat nonanya yang terus menangis, majikannya hanya butuh seseorang untuk menenangkannya. Akhirnya Ningrum bersedia untuk memeluk Syila, ia memeluk dengan penuh kasih sayang layaknya seorang adik dan kakak.

"Sekarang Non Syila tidur, ya. Kata Tuan Irfan, Non Syila harus pergi bekerja besok."

Ningrum membimbing Syila bangun dan merebahkan diri ke atas tempat tidur.

"Aku tidak mau melihatnya lagi, tapi gara-gara perjanjian itu aku tidak bisa bercerai dari manusia terkutuk itu," gerutu Syila meninju bantal keras membuat Ningrum terkejut dengan perubahan emosi Syila yang drastis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status