Share

Istri Kesayangan Mafia
Istri Kesayangan Mafia
Penulis: Erna Azura

Kembalinya Gadis Yang Hilang

“Selamat pagi,” sapa seorang pelayan pria membukakan pintu.

“Selamat pagi, saya Zara mau bertemu pak Angga untuk melakukan interview.”

“Silahkan duduk di meja yang mana saja, saya akan panggilkan Pak Angga,” ujar pria itu ramah lantas pergi ke bagian dalam caffe.

Zara memindai sekitar, caffe tersebut masih sepi. Hanya beberapa pengunjung yang sepertinya sedang melakukan sarapan pagi sekaligus makan siang.

Zara melamar sebagai pelayan dengan ijazah SMA, itu pun selama seminggu ia begitu keras mengusahakan mendapat duplikat ijazah SMA karena ijazah yang asli tidak sempat ia selamatkan sebelum pelariannya di masa lampau.

Hembusan napas berat keluar dari mulut Zara mengingat betapa bersyukur dirinya kini karena hidupnya telah kembali.

“Selamat Pagi, saya Angga ... Manager caffe.” Suara seorang pria membawa Zara kembali dari lamunannya.

Zara mengerjap lalu berdiri. “Sa ... saya Zara, Pak.” Zara mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang Manager.

Keduanya pun duduk dan memulai interview. “Saya sudah membaca Curriculum Vitae kamu ... kamu sudah memiliki pengalaman bekerja di restoran tapi saya tidak bisa mengkonfirmasinya karena kamu tidak menyebutkan di mana restoran tersebut jadi tidak ada keterangan dari restoran sebelumnya jika kamu pernah bekerja di sana, kalau begini bagaimana saya bisa tau kinerja kamu sebelumnya?” Angga menyandarkan tubuh dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

Zara memberanikan diri menatap mata Angga. ”Saya akan membuktikannya langsung dengan bekerja di sini, Pak Angga bisa memberi saya waktu seminggu untuk melihat kinerja saya.”

Angga mengangguk setuju sambil membaca CV milik Zara. “Di sini juga tertulis kamu lulusan SMA, apa kamu enggak minat melanjutkan kuliah?”

“Sepertinya saya akan fokus mencari uang dulu, Pak ...,” balas Zara jujur.

Semenjak dirinya dan keluarga kembali dari pelarian, sang Ayah yang dulunya adalah pemilik sebuah perusahaan yang cukup besar masih belum memiliki pekerjaan tetap.

Ayah sudah berusaha menghubungi beberapa koleganya yang dulu tapi mereka tidak enak hati memberikan pekerjaan rendahan untuk beliau.

“Mas Anggaaaa.” Suara manja seorang wanita membuat keduanya menoleh.

“Caca ... udah dibilangin jangan kesini, kalau brojol gimana?” Raut wajah Angga tampak panik.

“Arshavina,” panggil Zara sangat pelan tapi masih bisa didengar oleh yang bersangkutan.

Zara mengenal wanita hamil yang baru saja masuk ke dalam caffe dengan perutnya yang besar, itu adalah sahabatnya yang tadi malam berjanji bertemu di caffe ini dan ternyata sangat mengenal Manager caffe yang sedang meng-interviewnya.

“Zara!” Tidak seperti Zara yang tampak terkejut, Maheswari Arshavina Marthadidjaya malah berseru senang lalu berhamburan memeluknya.

“Kalian kenal?” Angga menunjuk Zara dan Arsha bergantian.

“Ini teman aku waktu kuliah, Mas ... .” Arsha memberitau.

Zara meringis sambil menunduk, tidak enak hati karena telah berbohong kepada Angga dan mengatakan jika ia hanya lulusan SMA.

“Sebentar, kamu ngelamar kerja di sini?” Arshavina menyerongkan tubuhnya menghadap Zara yang kemudian mengangguk membenarkan.

“Ini caffe punya aku, Ra ... ya ampun, what happen to you, dear?” Arshavina terang-terangan memindai Zara dari atas sampai bawah.

Bukan bermaksud untuk merendahkan tapi Zara yang ia kenal dulu adalah Zara yang fashionable dengan barang branded menempel di sekujur tubuhnya.

Namun, yang Arshavina lihat sekarang adalah seorang gadis sederhana bertubuh kurus dengan kulit dan rambut kusam tidak terurus meski Zara masih terlihat cantik seperti terakhir mereka bertemu.

“Mas ... ini udah pasti diterima, Zara temen aku ... Mas balik kerja lagi aja ya ... aku mau ngobrol dulu sama dia,” ujar Arsha sambil mendorong pelan lengan Angga yang berada di atas meja memberi kesan mengusir secara halus agar pria itu segera pergi.

Angga berdecak sebal tapi mau bagaimana lagi, caffe dimana ia bekerja adalah milik wanita hamil jelmaan singa betina yang sedang mengusirnya saat ini jadi mau tidak mau ia harus pergi selain itu memang ada urusan di luar yang harus ia kerjakan.

“Ya udah ... Mas Angga mau keluar dulu dan Zara, kamu bisa kerja mulai besok.”

Angga mengikuti keinginan Arsha karena caffe juga memang sedang sangat membutuhkan pegawai.

“Baik, Pak ... terimakasih.”

“Hati-hati Mas ... semoga ketemu jodoh ya,” Arshavina berseloroh, melambaikan tangan kemudian menjulurkan lidah saat pria itu menoleh menatap tajam.

Angga menggelengkan kepala samar seiring langkahnya keluar dari caffe.

Sudah biasa dengan sikap Arshavina yang kekanak-kanakan meski akan menjadi Ibu dari tiga anak.

“Kamu wajib cerita, Ra! Sebetulnya apa sih yang terjadi sama kamu? Kamu tiba-tiba ngilang gitu aja ... aku sama Rachel sampe bingung nyariin kamu,” cecar Arsha sambil memegang kedua tangan Zara.

Dan mengalirlah kisah hidup Zara yang menyakitkan semenjak malam itu ia terpaksa meninggalkan apartemen dan seluruh kehidupan mewahnya.

“Ayah terlilit hutang yang besar, Bank udah enggak bisa mengalirkan dana karena perusahaan Ayah dianggap sudah enggak bisa diselamatkan jadi Ayah minjem uang sama Jordi ... .”

“Jordi yang mafia kejam itu?” Arsha meninggikan nada suaranya dengan mata membulat.

“Iya, akhirnya perusahaan Ayah mulai membaik tapi bunga yang diberikan Jordi malah menjerat leher Ayah dan perusahaan Ayah nyaris kembali diambang kehancuran, akhirnya untuk menyelamatkan ratusan pekerja—Ayah menyerahkan perusahaan tersebut kepada Jordi tapi pria brengsek itu enggak puas dan menginginkan aku sebagai istrinya.” Mata Zara mulai berkaca-kaca.

“Jangan mau, Ra ... aku denger setiap perempuan yang jadi istrinya akan dijual kalau dia udah bosan atau dibunuh kalau melawan ... aku juga denger gosip kalau Jordi sering menjadikan istri-istrinya hadiah sebagai pemuas satu malam para kliennya.”

Arshavina tentu mengetahui kekejaman pria bernama Jordi itu karena semua keburukan Jordi tersiar selama beberapa minggu dalam berita maupun tayangan gosip di setiap channel televisi ketika pria itu akan dijebloskan ke penjara.

Jordi adalah pengusaha terkenal dan santer terdengar jika pria itu juga seorang Mafia kejam.

Perusahaan Daddynya Arsha selalu menghindari segala macam bentuk kerja sama dengan perusahaan Jordi.

“Iya, itu kenapa Ayah dan Bunda menjemputku ke Singapura, membawaku pergi dan menghilang selama beberapa tahun terakhir ... Jordi ternyata mengejar kami hingga ke Negara Asia padahal kami sering kali berpindah dari satu Negara ke Negara lain secara ilegal ... pernah kami makan dari sisa makanan yang dibuang sebuah restoran, aku dan Bunda juga pernah bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran ... apapun kami lakukan untuk hidup.” Suara Zara bergetar menahan sesak mengingat penderitaannya selama ini untuk menghindari kejaran Jordi.

“Ya ampun, Zara.” Arsha memeluk sahabatnya, ia tidak mengetahui betapa sulit kehidupan Zara selama ini.

“Trus sekarang kamu tinggal dimana?” Arsha bertanya kembali setelah mengurai pelukan.

“Kami baru kembali sebulan lalu setelah mendengar Jordi masuk penjara dan sekarang tinggal di rumah kontrakan di gang Anggrek,” jawab Zara dengan jelas.

“Iya, aku denger dari suami aku kalau Jordi ketangkap basah menyuap seorang pejabat untuk meloloskan proyeknya dan terbongkar kalau dia itu memiliki banyak usaha ilegal kaya human trafficking sama prostitusi,” kata Arsha memberitau berita panas dua bulan lalu hingga menggemparkan jagat pertelevisian.

Zara mengangguk membenarkan, berita tentang Jordi juga sampai terdengar ke banyak Negara di Asia Tenggara.

Karena alasan itu juga Zara dan keluarganya akhirnya terbebas dari Jordi dan memutuskan pulang ke Indonesia untuk memulai kembali hidup mereka.

“Sorry ya, Arsha ... sebelum menyebrang ke Malaysia, aku sempat denger kalau beberapa hari kamu sama Rachel ngajak temen-temen yang lain buat nyariin aku, membuat selebaran dan memasang poster aku ... tapi sebetulnya justru itu mengancam keselamatan aku.”

“Ya Tuhan, Zara ... sumpah aku enggak tau, kalau aku tau keadaan kamu, aku enggak akan bikin selebaran ... sama aja membantu mafia itu untuk menemukan kamu ... aku khawatir terjadi sesuatu sama kamu.”

Zara tersenyum lembut, menghapus jejak air mata di wajahnya.

“Enggak apa-apa ... aku terharu karena punya temen sebaik kamu.”

Keduanya kembali berpelukan kemudian Arsha melerai pelukannya saat di rasa pengap karena perutnya tertekan.

“So ... sorry ... .” Zara menyentuh perut Arsha dengan lembut.

“Berapa minggu usia kandungan kamu? Besar sekali?” Zara bertanya penuh takjub.

“Kembar, Ra ... harusnya dua minggu lagi lahiran.”

“Kamu udah bahagia ya sekarang, aku ikut bahagia.”

“Kamu kenapa ngelemar di sini sih, Ra? Kerja di perusahaan suami aku aja ya ... nanti aku titipin sama bang Kama.”

“Arsha ... aku hanya punya ijazah SMA ... kamu tau ‘kan aku cabut pas semester pertama ... jadi hanya pekerjaan ini yang mau nerima aku, enggak apa-apa ... nanti kalau uang aku udah terkumpul, aku mau lanjutin kuliah.”

“Hai Kakak Ipar!” sapa Arkana dari ambang pintu.

“Arkana!” balas Arsha sambil melambaikan tangan.

Deg.

Jantung Zara nyaris berhenti berdetak mendengar suara bariton yang sangat ia kenali.

Senyum Arkana merekah teruntuk Arsha—sang Kakak ipar yang selalu ia kagumi kecantikannya namun kemudian senyum itu meredup saat melihat gadis cantik dengan pakaian sederhana tanpa make up namun tidak kalah cantiknya dengan Arsha.

Mata Arkana membulat dengan rahang sedikit menganga seperti sedang melihat makhluk halus namun berparas cantik.

“Ca, aku pulang duluan ya ... masih ada yang harus aku lakuin.” Buru-buru Zara pamit setelah melihat Madhiaz Arkana Gunadhya, pria yang merupakan Kakak kelas sekaligus musuhnya semasa SMA sedang berjalan mendekat dan ternyata merupakan adik ipar dari sang sahabat.

“Eh, Ra ... kamu makan dulu ... Ra—“ Kalimat Arsha tertahan karena Zara terlanjur meninggalkannya.

Hanya satu jalan menuju pintu keluar yaitu melewati Arkana yang masih menatapnya tajam, maka Zara pun menahan napas sambil menundukan kepala saat melewati Arkana.

“Zara!” panggil Arkana parau, mencengkram pergelangan tangan gadis itu.

“Lepas, Kak Ar!” Zara berseru dan tidak perlu ditanya lagi, Arkana yakin jika sang gadis adalah Zara.

Hanya adik kelasnya semasa SMA yang memanggilnya dengan sebutan ‘Kak Ar’.

“Apa yang terjadi? Lo menghilang tanpa jejak, di mana orang tua lo—“

“Kak ... lepas!!” sentak Zara seraya menghela tangan Arkana namun cengkraman itu semakin kuat menyakiti Zara.

“Enggak!!! Jawab gue dulu!!!” Tidak mau kalah Arkana juga menaikan intonasinya.

“Duuuh ... Kana ... Zara!!!” teriak Arsha sambil memegang perutnya yang terasa sakit.

“Bawa gue ke rumah sakit, gue mau melahirkan ... cepetan!!!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status