Share

Rendah Diri

Zara melamun sepanjang perjalanan padahal saat bertemu dengan Rachel dan Arsha tadi, banyak yang mereka bicarakan.

Ia baru mengetahui jika Rachel telah menikah dengan Kakak dari Arsha dan telah dikaruniai anak kembar.

Gelak tawa juga tercetus berkali-kali hingga perut Zara terasa kram.

Tapi di balik itu Zara insecure karena saat ini ia tidak sederajat lagi dengan Rachel dan Arsha, apalagi Rachel berkali-kali kedapatan melirik pakaian yang ia kenakan.

Zara tau bila Rachel tidak bermaksud jahat, semua orang pasti heran dengan perubahan drastisnya.

Tapi hal itu justru membuat Zara merasa jika ada jurang pemisah di antara mereka dan tidak seharusnya ia masih menjadi sahabat Arsha dan Rachel.

Beruntung Arkana segera mengajaknya pulang dengan alasan hari sudah malam.

“Ra,” panggil Arkana sambil menyentuh baru Zara dan sang gadis pun menoleh.

“Makan dulu ya,” kata pria itu kemudian.

“Pulang aja, Kak ... aku enggak laper.”

“Enggak laper tapi lemes gitu ngomongnya ... biasanya lo tuh galak tau,” sindir Arkana tapi tidak mendapat balasan Zara.

Gadis itu terdengar membuang napas pelan lalu kembali melamun.

“Ya udah, kali ini lo yang pilih tempat makannya.”

Arkana berpikir jika Zara menolak ajakan makan malam karena tidak percaya diri dengan pakaian yang gadis itu kenakan seperti apa yang dikeluhkan kemarin saat ia membawa Zara ke sebuah restoran.

“Makan soto aja gimana?” cetus Zara memberi ide dari pada Arkana langsung membawanya ke restoran seperti tempo hari.

“Boleeeeh.”

“Ada tukang soto enak di deket gang rumah aku, makan di sana aja ya ... kalau Kak Ar enggak mau, enggak apa-apa ... turunin aku di sana aja.”

Tidak bisa ia pungkiri jika perutnya memang lapar.

Pria itu terkekeh menanggapi ucapan Zara, Arkana tidak akan menolak, di mana pun mereka makan yang penting Zara nyaman meskipun mungkin baru kali ini ia makan-makanan pinggir jalan.

Beberapa meter sebelum gang Anggrek ada sebuah tenda soto dan Arkana memarkirkan mobil mewah miliknya di samping tenda soto tersebut.

Zara tampak lemas saat turun dari mobil membuat Arkana mengira jika gadisnya belum makan dari pagi.

“Hari ini lo belum makan ya? Kok lemes gitu.”

“Bang, sotonya dua ...,” kata Zara kepada tukang soto tanpa mempedulikan celotehan Arkana.

Arkana duduk di samping Zara, meraih rambut Zara lalu melilitkannya di telunjuk.

“Besok kita nyalon yuk, Ra ...,” cetus Arkana.

“Kenapa? Kak Ar malu ya jalan sama aku yang jelek dan lusuh kaya pengemis gini? Makanya enggak usah deket-deket aku lagi, Kak ... aku juga enggak nyaman deket-deket sama Kakak.”

Meski kalimat yang Zara katakan menusuk tapi gadis itu mengucapkannya dengan nada rendah yang malah terdengar memilukan di telinga Arkana.

“Kok gitu sih, Ra ... gue cuma mau ngajak lo nyalon aja ... rambut gue udah panjang nih, atau lo mau motongin rambut gue?” timpal Arkana menyanggah apapun yang ada dalam benak Zara.

Satu tangannya ia gunakan menyisir rambut dengan menarik ke atas bertujuan membuat Zara yakin dengan ucapannya.

Sang gadis tidak menanggapi, Zara mengembuskan napas lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Sekarang Arkana mengerti apa yang sedang di pikirkan Zara.

Sang gadis sedang merasa rendah diri dan ia menduga jika hal itu karena pertemuannya dengan Arsha dan Rachel.

Gadis itu menjadi over thinking, menyadari saat ini memiliki banyak kekurangan dari segi materi.

Wajar saja bila mental Zara lemah setelah perubahan drastis dalam hidupnya.

Beberapa saat kemudian pesanan mereka datang, Zara langsung menyantap soto beserta nasi yang masih panas.

Ia tidak bersuara selama menghabiskan makan malamnya begitu juga Arkana yang tidak ingin menyakiti perasaan Zara karena pasti apapun yang ia katakan akan salah jika gadis itu sedang sensitif seperti ini.

“Enggak usah anter aku, Kak ... Aku bisa pulang sendiri,” ujar Zara saat keduanya baru keluar dari tenda penjual soto.

“Oke, tapi ... .” Arkana menunjuk pipinya sebagai kode agar Zara memberi kecupan di pipi.

“Aku enggak mau di anggap pelakor jadi, bye!”

Zara langsung berbalik lalu melangkah cepat menjauhi Arkana, tidak ingin mengambil resiko dilabrak kekasih Arkana.

Pria ia tersenyum membiarkan Zara masuk ke dalam gang dan setelah beberapa detik berlalu ia pun menyusul, diam-diam mengikuti Zara dari belakang dan baru kembali ke mobil saat Zara telah masuk ke dalam rumahnya.

Arkana tidak akan melewatkan Zara sedetikpun dari pantauannya.

***

Zara yang baru saja masuk ke dalam rumah kebingungan karena tidak mendapati kedua orang tuanya di ruang tamu yang merangkap ruang keluarga.

Biasanya jam segini kedua orangtuanya akan berada di sana sambil menunggu kantuk.

“Yaaah ... Bun ...,” panggil Zara dan keluar lah kedua orangtuanya dari dalam kamar.

“Bagus enggak?” tanya sang Ayah memperlihatkan kemeja baru yang sedang ia pakai.

“Bagus, tapi ngapain Ayah beli kemeja segala?” Zara bertanya heran.

“Besok Ayah mau interview di salah satu perusahaan, jabatan yang ditawarkan adalah jabatan pimpinan jadi Ayah harus maksimal ... .” Sang Ayah memberitau dengan antusias.

“Tadi kebetulan kue jualan Bunda laku keras di pasar, trus ada Ibu-Ibu minta dibuatkan kue untuk acara arisannya dan langsung bayar tunai jadi keuntungannya bisa buat beli kemeja Ayah,” timpal sang Bunda.

“Ooh, tapi kok Ayah bisa dapat panggilan interview? Memang Ayah ngelamar ke perusahaan mana?”

“Beberapa hari lalu, Ayah mendatangi Pak Danu-kolega Ayah untuk minta pekerjaan dan ternyata kenalannya Pak Danu yang merupakan pemilik perusahaan ini sedang membutuhkan orang untuk menduduki jabatan salah satu Direktur di sana ... karena Ayah pernah jadi pemilik perusahaan besar dan kenalannya Pak Danu jadi Ayah enggak perlu ijazah dan surat-surat lainnya ... hanya interview dan mungkin nanti pimpinan perusahaan itu akan menanyakan apa program Ayah untuk membantunya memajukan perusahaan,” tutur Willy dengan mata berbinar.

“Syukurlah, Yah ... .” Zara sampai menitikan air mata sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan.

“Kalau Ayah lolos interview, katanya Ayah akan diberi rumah dan mobil dinas.” Maya menambahi informasi yang belum sempat disampaikan suaminya.

“Oh ya?” Zara tampak tidak percaya tapi bibirnya tersenyum lebar.

Willy dan Maya menganggukan kepala dan langsung mendapatkan pelukan sang putri tersayang.

“Akhirnya hidup kita membaik ya, Yah ... Bun.”

“Iya sayang, maafkan Ayah telah membawa kamu hidup susah.”

“Enggak Yah, justru Zara yang harus berterimakasih karena Ayah enggak memberikan Zara sama Jordi.”

“Kamu adalah anak Ayah dan Bunda satu-satunya, mana mungkin kami tega memberikanmu pada pria yang enggak baik,” timpal Maya sambil berlinang air mata.

Rasa bahagia bercampur haru itu mereka ekspresikan dengan air mata dan pelukan.

Setelah menderita bertahu-tahun, akhirnya Zara dan keluarga bisa mendapatkan hidupnya kembali.

“Udah makan, Nak?” sang Bunda bertanya.

“Udah, Bun ... tadi makan malam dulu sama Kak Arkana,” jawab Zara jujur.

“Oooh ... .” Maya dan Willy tersenyum penuh arti membuat Zara merasa sedang dicurigai.

“Zara ke kamar dulu ya, Yah ... Bun.” Zara pamit sebelum Ayah Bunda menggodanya karena dekat dengan Arkana.

Selain itu tubuhnya juga terasa lengket setelah seharian beraktifitas, ia harus segera mandi.

Zara segera pergi ke kamarnya dan langsung tertegun tatkala mendapati kamar sempit itu penuh sesak dengan paperbag merk ternama.

Penasaran, Zara mengeluarkan isi salah satu paperbag dan ia mengenali barang tersebut yang merupakan barang yang ia pilihkan untuk kekasih Arkana.

“Ayaaah ... Bundaaaaa,” panggil Zara berteriak.

Kedua orangtuanya memburu Zara dari luar. “Ada apa, Nak?” tanya sang Ayah khawatir.

“Ini punya siapa?”

“Loh, bukannya itu barang belanjaan kamu yang dibeliin Nak Arkana?” Sang Bunda menjawab.

“Bukaaan.” Zara menyanggah dengan tangan yang sibuk memeriksa isi paperbag.

“Tadi banyak orang yang anterin barang-barang ini katanya buat Zara ... trus Ayah tanya dari siapa karena anak Ayah enggak mungkin mampu beli barang-barang ini dan salah satu orang yang mengantarnya bilang semua barang itu Nak Arkana yang membelikannya.”

Apa-apaan pria itu malah memberikan barang-barang ini kepadanya?

Bukannya Arkana mengatakan jika barang-barang itu untuk sang kekasih?

Zara harus meminta penjelasan Arkana sekarang juga.

“Ayah sama Bunda keluar dulu, Zara mau telepon Kak Arkana dulu ya ... .”

Zara mendorong pelan punggung kedua orang tuanya agar keluar dari kamar karena ada sesuatu yang harus ia selesaikan dengan Arkana.

Kedua orangtuanya menurut saja meski bingung kenapa Zara justru tidak mengetahui apapun tentang semua hadiah yang diberikan Arkana.

Zara mengotak-ngatik ponsel barunya. Arkana mengatakan jika nomornya telah tersimpan di penyimpanan telepon.

Zara terus mencari dan hanya menemukan sebuah nomor dengan nama ‘My Future Husband, ia sampai mendengus geli membacanya.

Nomor dengan nama menggelikan itu sudah pasti adalah nomor Arkana jadi tanpa segan Zara menekan nomor tersebut.

Hanya satu kali nada sambung dan suara bariton sexy di sana menyapanya.

“Ya sayang?” Arkana terdengar santai seperti sudah menduga jika Zara akan menghubunginya.

“Kak Ar, apaan sih? Katanya barang-barangnya untuk pacar Kak Ar tapi kenapa sekarang ada di kamar aku?”

“Kan lo pacar gue.”

“Enggak! Aku bukan pacar Kak Ar!” tegas Zara menaikan intonasinya.

“Kita pacaran Zara! Mulai sekarang lo pacar gue ... lo milik gue.” Meski diucapkan dengan nada rendah namun terdapat penekanan yang tidak ingin dibantah.

“Enggak bisa gitu donk, hubungan itu harus disetujui oleh dua pihak ... aku enggak mau pacaran sama Kak Ar, besok aku balikin semua barang-barang ini.”

“Gue enggak mau terima.”

“Ya udah, aku buang semua barang-barangnya.”

“Dan gue akan beliin lo lagi sampai lo pake barang-barang pemberian gue.”

Zara mengesah, menjatuhkan bokongnya di atas ranjang. Ia mengusap wajahnya frustasi.

Arkana pasti tidak main-main dengan kata-katanya.

Zara melihat seluruh paperbag yang berserakan di lantai dan ranjang.

Semua barang ini bernilai tinggi dan sayang bila ia harus membuangnya. Selain itu Arkana akan membelikannya kembali bila barang-barang itu ia buang seperti janjinya tadi.

Jadi sia-sia saja bila ia membuangnya. “Kak Ar tuh maunya apa sih?” Kini nada suara Zara terdengar lemah.

“Gue mau lo, Zara ... gue enggak mau kehilangan lo lagi.”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status