Danila meneguk salivanya, sebab Haga hampir tidak menganggap keberadaannya disini. Namun....
"Haga, kau belum menyelesaikan tugasmu? Ayo selesaikan dulu sekarang," panggil Hugo sang ayahanda pada anak genius itu. Danila mengerutkan keningnya sesaat.Tugas? Anak sekecil itu punya tugas apa memangnya? Bukankah anak-anak pada umumnya hanya bermain saja? Makan, tidur dan main. Lalu menonton film kartun kegemaran mereka. Tapi Haga, ternyata berbeda dengan anak-anak lainnya.Danila mengikuti ke mana langkah kaki Haga si anak genius itu pergi. Rupanya dia memasuki ke sebuah ruang kamar. Mungkinkah itu adalah kamarnya? Baru saja, Danila ingin mendekat ke dalam sana. Untuk membangun kedekatannya dengan Haga. Tapi Hugo, si manusia bermulut pisau itu langsung memanggilnya."Kau mau kemana?" tanya Hugo menepis langkah kaki Danila."Eh, a-aku ...," ucap Danila terbata dan menggantung."Kau harus masuk ke ruang ganti. Kamarnya ada di atas sana," titah Hugo pada Danila."Ruang ganti?" tanya Danila. Spontan, Hugo mengangguk pelan."Designer baju untuk pengantin sudah menunggumu diatas. Cepat pergi dan pakailah."Apa? Baju pengantin? Secepat itu 'kah?Danila pun mengangguk paham, dan berjalan pergi menuju lantas atas. Ia tidak menyangka akan secepat itu hari pernikahannya tiba. Ya, dua hari mendatang. Tepatnya jatuh pada kalender Rabu.Langkah kaki Danila mulai menaiki tangga yang beralaskan karpet cokelat kayu. Aroma ruangan di dalam rumah Hugo begitu harum. Wangi semerbak bunga lavender yang sangat menenangkan. Bahkan suhu ruangnya pun tampak sejuk, karena AC-nya ada disetiap sudut ruang.Rumah yang nyaman, belum tentu orang-orangnya membuat Danila nyaman, bukan?"Halo, cantik! Kamu pasti Danila, ya? Wah, secantik namanya ya. Mirip dengan penyanyi pop yang melegenda itu," sapa seorang wanita kepada Danila.Danila hanya tersenyum canggung. Sebab dia tidak mengetahui siapa orang itu. Tapi sepertinya, wanita itu bukan design biasa. Bisa dilihat dari penampilannya yang begitu mewah serta elegan."Terakhir kali, aku membuat gaun pernikahan untuk tuan Hugo saat lima tahun yang lalu. Yah, kamu pasti tahu, kan? Mantan Istrinya yang sudah tiada. Tapi sekarang, tuan Hugo kembali menjadikanku sebagai designer untuk gaun pernikahan calon pengantinnya yang kedua," celotehnya berkata pada Danila.Danila bingung harus menjawab apa. Hanya senyuman kecil yang mengukir tipis pada bibirnya. Dia bahkan baru datang ke tempat ini, tapi langsung di sambut begitu."Entah apa yang dia katakan, aku sebenarnya juga tidak peduli. Aku kan, menikah dengan pria itu karena perjodohan kedua keluarga kami. Aku juga sadar akan posisiku di hati orang itu. Dan lagi, kekasihku hanya Bagas. Bukan Hugo!" decak Danila dalam hati kesal.Bagaimana tidak, Danila seperti dibanding-bandingkan dengan mantan istri Hugo yang sudah tiada itu. Awalnya ia sempat terkagum pada sosok Hugo. Seorang CEO muda, kaya dan tampan menjemputnya ke sekolah dengan menaiki sebuah helikopter. Bukankah sangat mengagumkan? Namun, ekspektasi tidak seindah realitanya.Danila yang semulanya kagum, dan berpikir untuk menerima perjodohan mereka. Tapi setelah mengetahui sifat asli Hugo, semua itu tak lagi terlintas dalam benaknya. Kekagumannya pada sosok Hugo yang sempurna. Berubah menjadi benci padanya."Tuan Hugo itu, sangat mencintai Istri pertamanya. Aku kira, dia tidak akan menikah lagi. Karena tuan Hugo pernah membuat pernyataan pada konferensi pers peluncuran produk terbarunya. Tapi setelah aku tahu tuan Hugo ingin menikah lagi, rasanya masih belum percaya. Ku pikir hanya sekadar gurauan. Namun, ternyata benar-benar kenyataan. Sudah selesai! Cantik, kan?" celotehnya lagi seraya memakaikan gaun pengantin itu di tubuh Danila.Danila berkaca didepan cermin besar. Ia sempat tertegun menatap keindahan tubuhnya yang mengenakan gaun itu. Namun segera dia tepis. Sebab pernikahan yang ia langsungkan bersama Hugo bukan atas dasar cinta dan kebahagiaan. Melainkan keterpaksaan, karena sebuah perjanjian dua keluarga mereka berdua."Kamu cukup beruntung, bisa dipilih menjadi pendamping hidupnya yang kedua. Ada begitu banyak wanita diluaran sana yang memperebutkan hati tuan Hugo. Tapi belum pernah ada satu pun diterima. Lalu setelah aku tahu calon Istri keduanya masih berumur delapan belas tahun, aku sedikit tidak menyangka, sih." Designer itu terus membicarakan tentang Hugo, juga tak lazim untuk memujinya terus menerus. Membuat Danila muak dan teringin segera pergi dari sana.Danila tidak banyak bicara dan mengeluarkan kata-kata. Ia hanya menjalankan tugasnya sebagai calon pengantin pada umumnya. Meski terpaksa, Danila harus tetap menerimanya. Karena Hugo tidak segan akan menghancurkan perusahaan keluarganya."Maafkan aku, Bagas. Sepertinya kita berdua memang harus putus. Aku tidak ingin perusahaan keluargaku hancur. Tuan Hugo adalah orang yang berbahaya. Tak mudah bagiku untuk bisa lepas dari jeratannya begitu saja," tutur Danila dalam hati sedu.Helaan napas keluar panjang dari dalam mulutnya Danila. Bersamaan dengan kehadiran Hugo yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu ruang itu."Eh, tuan Hugo? Coba lihatlah, nona Danila sangat cantik, kan? Gaunnya pas sekali untuk tubuhnya yang ideal," ujar designer wanita itu pada Hugo. Setelah menyadari kehadiran pemilik rumah sedang menatap ke arah Danila yang ada di depannya sekarang. Sontak, Danila membalikkan tubuhnya melihat Hugo dengan perasaan takut serta gugup.Namun siapa sangka, Hugo tidak menunjukkan ekspresi wajah kesalnya. Dia terus memperhatikan Danila dari ujung rambut hingga kaki. Danila yang ditatap begitu tak mengetahui bahwa Hugo sedang memperhatikan dirinya. Sebab pandangan Danila sedari tadi terus menunduk ke bawah lantai."Bagus kalau itu cocok dengannya. Kau turunlah ke bawah setelah mengganti kembali bajumu. Aku tunggu kau di ruang kerjaku!" Titah Hugo berbicara pada Danila."B-baik," balas Danila seadanya. Ia tampak mengerjapkan kedua mat matanya sesaat. Embusan napasnya terdengar berat. Danila segera mengganti bajunya dengan seragam SMA yang dia pakai sebelumnya.Danila bergegas keluar dari dalam ruang tadi. Setelah selesai mengganti pakaiannya kembali. Ia tidak tahu, dimana ruang kerjanya Hugo berada. Mau tidak mau Danila harus bertanya-tanya kepada pelayan di rumah ini. Tapi siapa sangka, Danila juga bertemu lagi dengan Haga. Si anak genius itu."Haga, kamu mau kemana? Hem ... Kakak boleh tanya, tidak? Ruang kerja Ayah Haga ada disebelah mana?" Sapa Danila ramah pada Haga. Namun ekspresi wajah Haga begitu sinis menatapnya."Untuk apa kau bertanya padaku?" cetus Haga membalas dingin. Danila tergelak kaget tak menyangka. Bisa-bisanya anak sekecil itu sudah menunjukkan sikap arogan serta dinginnya pada orang lain."Karena Haga adalah Anaknya. Maka dari itu, Kakak mencoba bertanya pada Haga," lanjut Danila berusaha untuk sabar dan meredam segala emosinya pada anak berumur tiga tahun itu."Memangnya kau tidak punya mata? Cari saja sana sendiri! Jangan pernah berpikir bahwa aku bisa menerimamu di rumah ini dengan mudah. Dan lagi, apa kau pantas? Menjadi Ibu baruku, sama sekali tidak!" Decak Haga mengumpat Danila. Dia langsung pergi meninggalkan Danila setelah mengatakan kata-kata pisaunya seperti ayahnya.Antara sedih dan lucu, Danila bingung harus merasakan perasaan yang bagaimana. Sebab tubuh kecil Haga yang begitu mungil sangat tidak cocok dengan perkataannya yang tajam. Kaki kecil Haga berjalan di hentakkan begitu keras. Danila menggeleng pelan, memperhatikan tingkah anak itu."Aku pun sebenarnya tidak ingin menjadi Istri untuk Ayahnya. Apalagi menjadi Ibunya di rumah ini. Tapi takdir yang memutuskan semuanya. Aku ... hanyalah pemeran dari skenario Tuhan," gumam Danila pelan. Lalu kembali melanjutkan tujuannya untuk pergi mendatangi Hugo di ruang kerjanya.Apa sebenarnya yang ingin di katakan Hugo pada Danila?Tok tok tok!Danila mengetuk pintu itu. Ruang kerjanya Hugo, sebab sebelumnya dia sempat meminta Danila untuk menemuinya ke sana. Dengan langkah gontai, Danila membuka pintunya.Kriek!“T-tuan? Anda memanggil saya?” ujar Danila hati-hati bertanya. Kepalanya menyembul ke dalam pintu itu. Terlihat dari kejauhan sana, Hugo tengah duduk diatas kursi kerjanya seraya menatap pada layar monitor komputer miliknya.“Ya, masuklah!” sahut Hugo.Danila berjalan mendekatinya dengan wajah tertunduk. Seperti enggan untuk menatap ke arahnya. Namun....“Ada apa dengan wajahmu?” sambung Hugo bertanya, suaranya terdengar dingin. Bahkan tatapan matanya pun juga sama halnya. Spontan Danila menggelengkan kepalanya pelan.“T-tidak apa-apa, tuan.” Danila menyahuti ucapannya. Walau sebenarnya ia gugup dan takut ketika berhadapan dengan orang itu.“Aku tidak akan berlama-lama mengatakannya. Lihat dan bacalah dengan seksama!” tutur Hugo seraya melemparkan sebuah map berwarna cokelat keemasan. Danila terperanja
Singkatnya, Danila dan Hugo telah tiba di kediaman rumah keluarga Danila. Helikopter milik Hugo mendarat tepat disamping halamannya. “Ingat, jangan pernah katakan apapun pada kedua orang tuamu. Kalau kau ingin keluargamu tetap hidup baik-baik saja,” ujar Hugo menggertak Danila. Helaan napas terdengar keluar dari dalam mulutnya, ia tak menyangka bahwa Hugo akan sekejam itu. Dengan anggukan kepala, Danila menuruti perintahnya.Danila dan Hugo keluar secara bersamaan. Keduanya rupanya langsung disambut hangat oleh orang tua Danila. Yang tidak akan pernah tahu hubungan diantara putri dan calon menantunya sebenarnya seperti apa dan bagaimana. “Ayah, Ibu?” gumam Danila ketika pandangannya melihat kedua orang tuanya sudah berdiri di ambang pintu rumahnya. Menyambut kedatangan mereka berdua.“Danila, kau tidak berkata apapun pada Ayah sebelumnya? Kalau Tuan Hugo akan datang ke rumah kita,” ucap ayah Danila menanyakan itu pada putrinya. “Aku ... Tuan Hugo yang tiba-tiba datang menjemputku k
“Maaf, aku tidak bisa melakukan itu. Aku takut, keluargaku tidak baik-baik saja kalau aku pergi bersamamu. Sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini sekarang. Sebelum semuanya terlambat. Aku harus pergi, maaf.” Danila melepaskan pelukannya dari Bagas setelah mengatakan hal itu padanya. Bagas tercengang mendengarnya, tak bisa berkata-kata lagi selain helaan napas yang keluar dari mulutnya.Dengan berat hati, Bagas menerima keputusan Danila. Tubuhnya berdiri mematung menatap kepergian kekasihnya. Sejenak, Bagas mengerjapkan kedua matanya. Dia lalu berjalan pergi seusai berbicara pada Danila tadi. “Kau sudah memutuskan orang itu, apa kau tidak takut akan menyesal nantinya?” tiba-tiba Hugo bertanya setelah Danila kembali memasuki dirinya ke dalam rumah. “Aku lebih menyesal jika tidak mendengarkan kata-kata Ayahku,” balas Danila dengan ekspresi datar. Walau sebenarnya dalam hati ia benar-benar bimbang. Langkah kakinya gontai menaiki tangga, menuju kamarnya. Namun....“Danila! Apa yang kau
Tanpa terasa, hari pernikahan Danila dan Hugo telah tiba. Sejak pagi, Danila sudah sibuk dengan persiapannya. Seperti boneka yang hanya akan menuruti, perintah dari tuannya. Helaan napas panjang keluar dari mulut Danila. Ia kelihatan lebih cantik dari biasanya. Memakai gaun pengantin berwarna putih, membuatnya tampak bagaikan peri. “Percayalah pada Ibu, Danila. Kau akan hidup bahagia setelah menikah dengan Tuan Hugo nanti. Ayo, kita harus bergegas menuju hotel. Helikopter Tuan Hugo sudah menunggu didepan,” ujar ibu Danila. Gadis itu hanya terdiam mematung, lalu berjalan mengikuti arahan dari sang ibu. Ketika sudah tiba didepan pintu rumahnya, seorang pria memakai jas hitam tengah berdiri seraya menatap ke arahnya. Sesaat, orang itu memberikan salam hormatnya pada Danila. Baru kali ini, seorang pengantin datang ke acara pernikahannya menaiki helikopter. Bak seperti di negeri dongeng, yang pergi menunggangi kuda poninya. Danila dan ibunya masuk ke dalam helikopter itu. Sementara ayahn
Malam semakin larut, suhu ruang didalam kamar juga semakin dingin menelusuk ke dalam pori-pori kulit. Danila sudah tertidur lelap dalam mimpinya. Tubuhnya masih berbalut gaun pengantinnya. Namun ia tidak tahu bahwa sepasang mata tengah menatap ke arahnya sekarang. Ya, seseorang memasuki ke dalam kamar. Wajah dingin serta senyum kecut terukir pada bibirnya. Orang itu adalah, Hugo. “Ck, dia memakai pakaian begitu untuk dibawa tidur. Apa dia sengaja melakukannya?” cerca Hugo mendengus sebal. Ia tampak merogoh ponselnya dan menelepon seseorang dibalik telepon itu. “Cepat datang ke kamarku, wanita ini tertidur dalam keadaan masih memakai gaun,” ujarnya lagi berbicara pada orang yang tersambung ditelepon itu. Ia lalu berjalan dan menaruh ponselnya diatas meja kecil yang letaknya berada disebelah ranjang sana. Tok Tok Tok Suara ketukan pintu diketuk dari luar. Hugo menoleh, helaan napasnya terdengar berat. Langkah kakinya berjalan gontai mendekati pintu itu dan membukanya. Terlihat seoran
Suara teriakan Haga rupanya terdengar sampai ke lantai atas. Membuat sepasang telinga mendengarnya dengan tajam. Hugo yang baru saja keluar dari dalam kamarnya langsung berlari kecil menuruni anak tangga itu. “Apa yang terjadi dengan Haga?” suara Hugo sang ayah yang panik berjalan mendekati putranya. “Ayah! Wuwu ... aku tidak suka dia, Ayah!” sahut Haga si kecil seraya memeluk ayahnya. GREP! “Dia? Kenapa? Apa yang terjadi memangnya?” tanya Hugo sembari menatap ke arah Danila yang tampak fokus memakan makanannya. “I-itu Tuan, Nona Danila tadi teringin menyuapi Tuan muda kecil, tapi Tuan muda kecil tidak mau dan berteriak pada Nona Danila,” tutur ibu pelayan menjawab pertanyaan dari tuannya. Hugo tampak menghela napasnya panjang. Dia lantas menatap pada putranya yang berada didekatnya sekarang. Tatapan yang begitu dingin membuatnya lebih menakutkan bagi siapa saja yang melihatnya.“Kenapa kau melakukan itu? Dia juga Ibumu,” ujar Hugo mengatakan pada Haga. Anak itu mendongak dan men
Danila terpaku melihat Hugo yang tiba-tiba datang ke sekolah untuk menjemputnya. Namun dia tetaplah Hugo. Semua tindakannya pasti ada maksud tertentu. Danila sebisa mungkin tidak akan terpincut oleh perlakuan manisnya. “T-tuan ... kau juga datang untuk menjemputku?” ujar Danila bertanya-tanya. Hugo tampak biasa saja ekspresinya. Masih tetap datar dan dingin. “Memangnya siapa lagi yang harus kujemput selain kau di sekolah ini? Cepatlah naik!” balas Hugo dingin. Kata-katanya terdengar tajam dan selalu begitu. Danila menghela napasnya seraya tertunduk diam. “Danila, kau hampir saja terpincut oleh kedatangannya ke sini. Untung saja aku tidak lupa, bahwa dia adalah Tuan Hugo yang berkuasa,” tutur Danila dalam hati menggerutu. Sudah pasti akan ada maksud lain. Hugo tiba-tiba datang, bukankah ada sesuatu? Apa di rumahnya telah kedatangan seseorang? Apa itu Kakeknya yang datang ke rumah? Entah, Danila terus menerka-nerka dan bertanya dalam hatinya. “Kakek tiba-tiba datang ke rumahku hari
Malam semakin larut dan hawa dingin menyeruak masuk ke dalam kamar Hugo dan Danila. Samar-samar kedua bola mata Danila terbuka secara perlahan. Tubuhnya menggeliat pelan, berusaha melancarkan otot-ototnya setelah lama tertidur tadi. Sebelah tangannya meraba-raba sekitar tempat tidur itu. Danila terperanjat saat menyadari sebuah tangan melingkar kuat ditubuhnya. Hugo memeluknya dengan sangat erat. Wajah dinginnya sama sekali tak terlihat sekarang. Justru malah menampakkan sosok tampan dalam dirinya. Degup jantung Danila seketika berdebar tidak karuan. Ketika berada dalam situasi seperti ini.“A-apa yang dia lakukan? Kenapa kau malah memelukku erat begini? Bukankah Kakek tidak ada di sini, apa masih harus berakting saat didalam kamar?” gumam Danila dalam hati bertanya-tanya.Krukkk! Krukkk! Krukkk!Suara perut Danila berbunyi tiba-tiba. Ia baru teringat sekarang, bahwa sejak sepulang sekolah tadi belum sempat memakan apapun. Bahkan langsung tertidur pulas saat dalam perjalanan didalam h