Share

BAB 7 : Terpaksa Putus

Singkatnya, Danila dan Hugo telah tiba di kediaman rumah keluarga Danila. Helikopter milik Hugo mendarat tepat disamping halamannya.

“Ingat, jangan pernah katakan apapun pada kedua orang tuamu. Kalau kau ingin keluargamu tetap hidup baik-baik saja,” ujar Hugo menggertak Danila. Helaan napas terdengar keluar dari dalam mulutnya, ia tak menyangka bahwa Hugo akan sekejam itu. Dengan anggukan kepala, Danila menuruti perintahnya.

Danila dan Hugo keluar secara bersamaan. Keduanya rupanya langsung disambut hangat oleh orang tua Danila. Yang tidak akan pernah tahu hubungan diantara putri dan calon menantunya sebenarnya seperti apa dan bagaimana.

“Ayah, Ibu?” gumam Danila ketika pandangannya melihat kedua orang tuanya sudah berdiri di ambang pintu rumahnya. Menyambut kedatangan mereka berdua.

“Danila, kau tidak berkata apapun pada Ayah sebelumnya? Kalau Tuan Hugo akan datang ke rumah kita,” ucap ayah Danila menanyakan itu pada putrinya.

“Aku ... Tuan Hugo yang tiba-tiba datang menjemputku ke sekolah, Ayah.” Danila berkata yang sebenarnya.

Guratan senyum terpancar keluar dari wajah kedua orang tua Danila. Mereka tampaknya begitu senang dengan kedatangan Hugo ke sini. Tapi Danila sama sekali tak berpikir demikian. Hatinya sedang terombang-ambing pada pilihan yang tidak dia inginkan.

Menikah dengan Hugo, pria arogan bukan kemauannya. Tapi semua ini harus Danila lakukan, agar kedua orang tuanya tidak merasakan penderitaan. Atas kebengisan Hugo yang kejam.

“Tuan Hugo, mari masuk ke dalam. Pelayan akan membawakan beberapa jamuan untuk Tuan. Ayo, silakan,” titah ayah Danila pada Hugo. Pria itu lantas mengangguk mengiyakan.

“Aku akan langsung masuk ke dalam kamar,” ucap Danila tiba-tiba. Saat mereka semua tiba didalam ruang keluarga.

“Danila, apa Ibu mendidikmu dengan sikap begitu? Tuan Hugo baru saja tiba di sini. Seharusnya kamu mengajaknya berbicara sedikit,” celetuk sang ibunda pada Danila.

“Aku sudah berbicara padanya. Ibu dan Ayah tak perlu khawatir. Aku sangat lelah, kumohon jangan ganggu aku.” Danila terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada dilantai dua.

Hugo menatap sekilas ke arahnya. Namun langsung beralih memperhatikan ke sekitar ruangan ini. Seorang pelayan tiba-tiba datang membawakan teh dan camilan untuknya.

“Eee ... begini, Tuan Hugo. Mengenai pernikahan Danila dan ...,” perkataan ayahnya Danila langsung terpotong. Sebab Hugo langsung menyanggah ucapannya. Sebelah tangan Hugo terangkat ke atasz bermaksud untuk menghentikan pembicaraan calon ayah mertuanya.

“Aku dan Danila sudah membicarakan tentang itu. Anda tidak perlu mencemaskannya. Pernikahan akan digelar Rabu lusa. Danila juga sudah mencoba gaun pengantinnya,” tutur Hugo membalas perkataan ayahnya Danila.

Wajah tegang kedua orang tua Danila lantas beringsut semringah. Mereka tampak tidak menyangka bahwa putri semata wayang mereka benar-benar menyetujui keinginan itu. Untuk menikah dengan Tuan Hugo.

Di sisi lain, Danila sibuk memikirkan cara untuk putus hubungan dengan kekasihnya Bagas. Dia tidak bisa menggantungkan lelaki itu seterusnya. Bolak-balik Danila berjalan memutari kamarnya. Seraya memegangi ponsel miliknya.

“Duh, bagaimana ini? Aku bingung,” tutur Danila kebingungan. Sampai akhirnya, terdengar suara lonceng bel rumahnya berbunyi.

Sepertinya ada tamu yang datang. Danila sontak langsung berjalan mendekati ke arah jendela kamarnya. Melihat siapa tamu itu. Sebab jendela kamar Danila begitu dekat dengan pintu masuk rumahnya. Kedua mata Danila membulat lebar. Ia terperanjat tidak menyangka. Bahwa tamu itu adalah Bagas, kekasihnya.

“Bagas? A-apa yang harus kulakukan sekarang? Hugo si pria bermulut tajam itu pasti masih berada di ruang keluarga tadi, kan? Bagaimana kalau Ayah mengusirnya dari sini?” ujar Danila panik.

Tok tok tok!

“Non, diluar ada tamu yang mencari Nona Danila,” panggil seorang pelayan tiba-tiba dari luar pintu kamar Danila seraya mengetuk pintu itu.

Kriek!

Danila membuka pintu kamarnya. Wajahnya celingukan melihat ke arah kanan dan kiri. Helaan napas terdengar panjang, keluar dari dalam mulutnya. Danila merapikan bajunya yang agak berantakan. Kemudian....

“Apa Tuan Hugo masih ada dibawah sana?” tanya Danila memastikan bahwa orang itu benar-benar sudah pergi atau tidak.

“Masih, Non. Tuan Hugo sedang berbicara dengan Tuan besar, tapi sepertinya penting.”

“Bibi jangan bilang kalau tamu itu Bagas, ya. Bilang saja tidak ada yang datang. Atau ... k-kucing! Ya, kucing tidak sengaja menekan tombol belnya diluar.” Danila tampak sudah kehabisan ide untuk berdalih pada orang rumah. Termasuk pada tuan Hugo.

“T-tapi Non ...,” balas pelayan itu menggantung. Sebab suara ayahnya Danila berteriak memanggilnya dengan tiba-tiba.

Betapa terkejutnya Danila, ia tidak bisa berkutik lagi sekarang. Ayahnya pasti akan langsung mengusir Bagas keluar. Buru-buru Danila berlarian menuruni anak tangga itu ke bawah sana. Danila menepis semua rasa takutnya pada ayahnya dan Hugo. Yang terpenting ialah sekarang, Danila bisa memutuskan Bagas dengan cara baik-baik. Agar kelak takkan ada permusuhan atau pula dendam diantara keduanya.

“Kau! Mau apa lagi kau datang kemari? Danila akan menikah Rabu lusa. Sebaiknya kau pergi saja dari rumahku,” gertak ayahnya Danila mengusir Bagas. Suaranya terdengar menggelegar sampai ke telinga Danila. Dengan napas tergesa-gesa, Danila akhirnya tiba didepan pintu itu.

“Ayah, tunggu! Tolong biarkan aku berbicara dengan Bagas sebentar!” pinta Danila menghentikan ayahnya yang mengusir Bagas dari sana. Hugo juga ada di sana rupanya. Ya, pria itu sekarang sedang melihat adegan drama putus cinta antara Danila dan Bagas.

He, kau senang kan? Tuan Hugo yang menyebalkan.

“Lima menit, Ayah beri kau waktu lima menit untuk berbicara padanya. Ingat, setelah itu tidak ada lagi obrolan selanjutnya! Kau ingatlah dengan pernikahanmu yang akan digelar Rabu lusa. Jangan kecewakan Ayahmu, Danila.”

Danila terdiam kaku beberapa saat.

Pandangan Danila menatap ke arah Bagas, lalu beralih pada Hugo. Pria dingin itu tampak tidak berkata apapun. Namun Bagas, wajahnya begitu kelihatan kusut. Sudah bisa ditebak, Bagas datang ke sini pasti ingin protes bahwa dirinya tak mau mengakhiri hubungannya dengan Danila. Oleh sebabnya dia rela jauh-jauh datang ke sini.

Hanya demi mendapatkan kesempatan untuk mempertahankan hubungannya dengan Danila.

"Ya, Ayah." Danila menjawab lemah. Ayahnya lantas pergi masuk ke dalam, diikuti juga oleh Hugo. Yang berjalan mengekor dibelakangnya.

Danila langsung menarik lengan Bagas. Mengajaknya berbicara di taman halaman sebelah rumahnya. Kedua mata Danila melihat ke sekelilingnya, memperhatikan situasi. Apakah sudah benar aman atau tidak sekarang?

"Danila, kamu benaran mau menikah dengan pria itu? Dia kan, orang yang akan jadi Suamimu?" ujar Bagas bertanya. Spontan Danila menjawab dengan anggukan pelan. Pandangannya tertunduk diam ke bawah.

"Sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini, Bagas. Aku tidak ingin membuat Ayahku marah dan berurusan dengan Tuan Hugo karena keegoisanku semata. Kau bisa mendapatkan wanita yang kau inginkan. Kita pu ...," celoteh Danila terpotong. Bagas langsung membungkamnya dengan sentuhan jari jemarinya menahan Danila agar menghentikan ucapannya.

"Aku tidak mau putus, Danila. Apa tidak ada jalan lain selain kata putus? Kau bilang kau akan menuruti kemauanku, kan? Kita sebaiknya kabur saja dari kota ini. Atau pula ke Luar Negeri. Aku tak ingin berjauhan darimu, Danila. Kumohon, beri aku kesempatan," tutur Bagas dengan mata berkaca-kaca.

Danila terdiam tak berkata apapun. Helaan napas terdengar panjang keluar dari dalam mulutnya. Sesaat, ia lantas mengerjapkan kedua matanya. Danila tampaknya tidak bisa berbuat apapun selain menuruti perintah ayahnya dan Hugo.

GREP!

Tiba-tiba Bagas mendekapnya. Kedua bola mata Danila melebar. Pupilnya bergetar disertai degupan jantung yang berdebar hebat sekarang. Tanpa sadar, keduanya tengah diperhatikan oleh sepasang mata dari arah belakang.

Dan orang yang memperhatikan mereka ialah, Hugo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status