Malam semakin larut, suhu ruang didalam kamar juga semakin dingin menelusuk ke dalam pori-pori kulit. Danila sudah tertidur lelap dalam mimpinya. Tubuhnya masih berbalut gaun pengantinnya. Namun ia tidak tahu bahwa sepasang mata tengah menatap ke arahnya sekarang. Ya, seseorang memasuki ke dalam kamar. Wajah dingin serta senyum kecut terukir pada bibirnya. Orang itu adalah, Hugo. “Ck, dia memakai pakaian begitu untuk dibawa tidur. Apa dia sengaja melakukannya?” cerca Hugo mendengus sebal. Ia tampak merogoh ponselnya dan menelepon seseorang dibalik telepon itu. “Cepat datang ke kamarku, wanita ini tertidur dalam keadaan masih memakai gaun,” ujarnya lagi berbicara pada orang yang tersambung ditelepon itu. Ia lalu berjalan dan menaruh ponselnya diatas meja kecil yang letaknya berada disebelah ranjang sana. Tok Tok Tok Suara ketukan pintu diketuk dari luar. Hugo menoleh, helaan napasnya terdengar berat. Langkah kakinya berjalan gontai mendekati pintu itu dan membukanya. Terlihat seoran
Suara teriakan Haga rupanya terdengar sampai ke lantai atas. Membuat sepasang telinga mendengarnya dengan tajam. Hugo yang baru saja keluar dari dalam kamarnya langsung berlari kecil menuruni anak tangga itu. “Apa yang terjadi dengan Haga?” suara Hugo sang ayah yang panik berjalan mendekati putranya. “Ayah! Wuwu ... aku tidak suka dia, Ayah!” sahut Haga si kecil seraya memeluk ayahnya. GREP! “Dia? Kenapa? Apa yang terjadi memangnya?” tanya Hugo sembari menatap ke arah Danila yang tampak fokus memakan makanannya. “I-itu Tuan, Nona Danila tadi teringin menyuapi Tuan muda kecil, tapi Tuan muda kecil tidak mau dan berteriak pada Nona Danila,” tutur ibu pelayan menjawab pertanyaan dari tuannya. Hugo tampak menghela napasnya panjang. Dia lantas menatap pada putranya yang berada didekatnya sekarang. Tatapan yang begitu dingin membuatnya lebih menakutkan bagi siapa saja yang melihatnya.“Kenapa kau melakukan itu? Dia juga Ibumu,” ujar Hugo mengatakan pada Haga. Anak itu mendongak dan men
Danila terpaku melihat Hugo yang tiba-tiba datang ke sekolah untuk menjemputnya. Namun dia tetaplah Hugo. Semua tindakannya pasti ada maksud tertentu. Danila sebisa mungkin tidak akan terpincut oleh perlakuan manisnya. “T-tuan ... kau juga datang untuk menjemputku?” ujar Danila bertanya-tanya. Hugo tampak biasa saja ekspresinya. Masih tetap datar dan dingin. “Memangnya siapa lagi yang harus kujemput selain kau di sekolah ini? Cepatlah naik!” balas Hugo dingin. Kata-katanya terdengar tajam dan selalu begitu. Danila menghela napasnya seraya tertunduk diam. “Danila, kau hampir saja terpincut oleh kedatangannya ke sini. Untung saja aku tidak lupa, bahwa dia adalah Tuan Hugo yang berkuasa,” tutur Danila dalam hati menggerutu. Sudah pasti akan ada maksud lain. Hugo tiba-tiba datang, bukankah ada sesuatu? Apa di rumahnya telah kedatangan seseorang? Apa itu Kakeknya yang datang ke rumah? Entah, Danila terus menerka-nerka dan bertanya dalam hatinya. “Kakek tiba-tiba datang ke rumahku hari
Malam semakin larut dan hawa dingin menyeruak masuk ke dalam kamar Hugo dan Danila. Samar-samar kedua bola mata Danila terbuka secara perlahan. Tubuhnya menggeliat pelan, berusaha melancarkan otot-ototnya setelah lama tertidur tadi. Sebelah tangannya meraba-raba sekitar tempat tidur itu. Danila terperanjat saat menyadari sebuah tangan melingkar kuat ditubuhnya. Hugo memeluknya dengan sangat erat. Wajah dinginnya sama sekali tak terlihat sekarang. Justru malah menampakkan sosok tampan dalam dirinya. Degup jantung Danila seketika berdebar tidak karuan. Ketika berada dalam situasi seperti ini.“A-apa yang dia lakukan? Kenapa kau malah memelukku erat begini? Bukankah Kakek tidak ada di sini, apa masih harus berakting saat didalam kamar?” gumam Danila dalam hati bertanya-tanya.Krukkk! Krukkk! Krukkk!Suara perut Danila berbunyi tiba-tiba. Ia baru teringat sekarang, bahwa sejak sepulang sekolah tadi belum sempat memakan apapun. Bahkan langsung tertidur pulas saat dalam perjalanan didalam h
Setelah menghabiskan makanannya, Danila kembali lagi ke kamar. Tapi Hugo, pria itu pergi ke ruang kerjanya hingga menjelang pagi. Danila meraba-raba sebelah ranjangnya. Tak ada siapapun selain dirinya sendiri. Perasaan hangat akan dekapan tubuh kekar Hugo semalam tiba-tiba berkelebat. Namun Danila langsung teringat pada kata-katanya yang terdengar tajam semalam. Bahwa pria itu mengatakan tidak akan pernah mau menyentuhnya. Seharusnya Danila senang karena mendapatkan batasan itu darinya. Tapi entah mengapa, perasaannya berubah sedu. Seperti tergores sesuatu benda yang tajam.“Aku tidak ingin jatuh cinta pada pria kejam sepertimu, tapi kau juga yang membuatku menjadi serba salah akan sikapmu itu,” tutur Danila pelan. Pukul 06.00 pagi.Danila beranjak bangun dari tempat tidurnya. Rutinitasnya untuk berangkat ke sekolah setiap pagi tak bis ia tinggalkan. Karena hanya tinggal menghitung hari dan bulan. Danila akan lulus dari masa SMA-nya. Entah akankah ia melanjutkan kuliahnya atau tida
“Hari ini Kakek akan kembali. Kau ajaklah Danila ke kantormu. Perlihatkanlah dia pada orang-orang perusahaan. Bahwa kau sudah menikah sekarang,” ujar kakek mengatakan setelah menghabiskan makanan penutupnya. Sontak membuat Danila tersedak dan terbatuk-batuk saat hendak menenggak susu digelas miliknya.“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Danila tersedak susu yang ia minum.“Kau tak apa-apa, Nak?” tanya kakek khawatir. “Bawakan menantuku air mineral!” lanjutnya berkata memerintahkan pelayan di rumah Hugo.Hugo diam tak bergeming, seolah tidak peduli pada Danila. Tapi tatapannya sesekali menatap ke arah istri kecilnya. Lalu si kecil Haga, dia tersenyum tipis menyeringai. Entah apa yang anak itu katakan didalam hatinya. Detik kemudian, pelayan di rumah Hugo datang seraya membawa secangkir air dan ia berikan kepada Danila.“Aku tidak apa-apa, Kakek. Terimakasih juga untuk minumnya, Bibi.” Danila mengambilnya. Pelayan itu tak membalas, hanya mengangguk pelan lalu pergi dan kembali lagi ke dapur.“Aih, kau
Tok tok tok!Suara ketukan pintu ruang kerja Hugo diketuk dari luar. Detik kemudian pintu itu dibuka. Menampakkan seorang wanita cantik bertubuh seksi berjalan memasuki ke dalam ruang kerja itu. Danila memperhatikannya nanar yang melangkahkan kakinya mendekati meja kerja Hugo."Selamat sore, Tuan Hugo. Ini adalah berkas laporan hari ini," ucap wanita itu manja. Hugo mengambilnya santai, tanpa ekspresi dingin seperti saat ia menatap wajah Danila. Wanita itu tampak melihat ke arah Danila yang saat ini tengah duduk memperhatikan ke arah mereka berdua."Siapa dia? Pegawai magang di sini?" ucap wanita itu bertanya pada Hugo. Tapi pria itu tidak menjawabnya, kedua matanya terfokus menatap pada berkas-berkasnya.Danila sontak mendongakkan kepalanya menatap Hugo dari kejauhan. Berharap pria itu memperkenalkan dirinya sebagai istrinya dihadapan wanita ini. "Bukan siapa-siapa. Bagaimana dengan laporan yang kemarin? Apa semuanya sudah lengkap? Aku akan tunggu sampai malam ini," ucap Hugo dingi
“Kalau begitu, apakah Haga ingin mendengar kisahnya?” tutur Danila. Haga menatapnya dengan penuh keraguan.“Kakak akan menceritakannya, bila Haga sudah selesai menghabiskan makanannya,” lanjut Danila berucap sambil beranjak bangun dari kursi meja makan itu.Langkah kaki Danila gontai berjalan keluar dari ruang makan. Terlihat Haga kecil menatapnya nanar dari kejauhan. Tiba-tiba Haga langsung memasukkan semua makanannya ke dalam mulut kecilnya. Hingga membuat kedua pipinya berubah chubby. SETHaga turun dari kursi itu. Tubuh kecilnya lantas berlarian kecil mengejar Danila, ibu sambungnya. Namun saat Danila tiba dibawah anak tangga, Haga terhenti sejenak. Anak itu tak mengatakan apapun. Bibir kecilnya terdiam bisu. Tapi Danila sadar bahwa putra angkatnya sudah berada dibelakangnya sekarang.Danila menoleh ke belakang, menatap Haga yang tengah berdiri menghadapnya dengan kepala yang tertunduk menatap lantai itu. Gurat senyum mengukir tipis diwajah Danila. Ia berjalan mendekati Haga.“Say