Share

Chapter 3 : Sampanye

Earwen sudah anggun dengan setelan dress selutut dan sepatu yang senada, dengan tatanan rambut heart bun menambah kesan elegan tapi sederhana, sangat cocok dirambut Earwen yang berwarna coklat keemasan.

Briana menatap kagum kearah ratunya. "Lady anda sangat cantik," ucap Briana dengan kagum melihat penampilan Earwen.

Earwen tersenyum malu. "Terimakasih Briana."

Earwen berjalan dan diikuti Briana dari belakang, salah satu prajurit membukakan pintu taman kerajaan Hillary karena agenda hari ini adalah minum teh bersama. Sejak kemarin Earwen tidak melihat sosok orang tua King Edmund, yang ia tahu ibu king Edmund sudah tiada tapi kemana perginya Raja Hillary terdahulu itu? Earwen tidak berani bertanya, biarkan nanti ia mendengar kabar gosip dari beberapa pelayan.

"Oh astaga kamu menantu cucuku?" tanya wanita tua yang masih kelihatan cantik.

Earwen tersenyum dan mencium tangan wanita tua tersebut.

"Ya ampun kamu pasti tidak mengenaliku, aku Queen Belinda ibunda King Arthur, ayah Edmund," jelasnya.

"Oh kau bisa memanggilku grandma, maaf aku datang di acara pernikahan kalian karena dia baru memberitahuku tadi, aku bahkan harus terbang dari Lovania ke Hillary," ucapnya sambil menunjuk Edmund dengan kesal.

"Tapi tidak papa, Edmund memilih dengan tepat calonnya," lanjutnya.

"Daisy tolong ambilkan sesuatu dikamar grandma."

"Baik grandma."

Belinda menatap kedua pasutri baru yang terlihat jauh-jauhan, ia sudah menduga ini akan terjadi karena Edmund hanya memanfaatkan Earwen saja karena Earwen tidak memiliki sihir seperti anak dari kerajaan lain, Belinda tidak habis kenapa putri raja dianggap penyakit jika tidak memiliki sihir, itu sungguh pemikiran norak.

"Kalian tidak pisah kamar kan?" tanya Belinda dengan santai.

Uhuk..uhuk

Earwen yang tengah meminum tehnya tersedak kaget, oh ia juga bingung harus tidur dimana.

"Ya ampun sayang, hati-hati." Belinda menyerahkan saputangannya, Earwen menerimanya dan berterimakasih. Ia langsung mengelap bibirnya.

"Tidak," ucap Edmund enteng.

"Benar Earwen?" selidik Belinda.

"Ah iya, kami tidak pisah kamar grandma." Earwen mengangguk, menyetujui ucapan Edmund.

Belinda mengangguk mengerti dan meminum tehnya. "Grandma akan tinggal di sini."

Edmund melotot kaget. "Loh bukannya grandma hanya menginap satu malam disini?"

"Kau mengusirku dari kerajaanku anak nakal?"

"Kata grandma akan tinggal di Lovania terus," protes Edmund.

"Grandma berubah pikiran."

"Grandma, ini." Daisy berlari kecil sambil menjunjung kedua sampanye

Earwen menatap ngeri kedua alkohol yang berkadar tinggi itu.

"Daripada meminum teh, lebih baik kita merayakannya dengan minum ini. Grandma bawa dari Lovania langsung," ucap Belinda sambil membuka sampanye tersebut.

"Grandma aku mau," ucap Daisy dan menyerahkan gelas kecil miliknya.

"Kau masih terlalu kecil gadis manis untuk meminum ini, Moora tolong antarkan Princess Daisy ke kamarnya."

Sang pelayan tersebut mengangguk dan berjalan kearah Daisy yang merengek meminta agar dikasih sampanye tersebut walau hanya setetes. "Bawa dia," ucapnya lagi

Kini tinggallah mereka bertiga, Belinda menuangkan sampanye pertama digelas Earwen.

"Terimakasih grandma," ucap Earwen.

Belinda meminta Earwen untuk meminumnya, dengan ragu Earwen meneguk minuman tersebut, errgh rasa pahit menggerogoti tenggorokan Earwen.

"Kau belum pernah meminum alkohol sebelumnya?" tanya Belinda saat melihat perubahan wajah Earwen.

Earwen menggeleng. "Saya belum pernah Grandma, ini kali pertama saya meminumnya."

Belinda mengangguk dan menuangkan di gelas milik Edmund, tentu saja Edmund menerimanya dengan senang hati. Dengan sekali tegukan Edmund meminumnya.

"Kapan kalian akan mengasih grandma cicit?" tanyanya.

Edmund mengindikkan bahunya dan menuangkan kembali sampanye tersebut digelas nya, sudah keempat kalinya Edmund menuangkan minuman beralkohol tersebut.

"Oh ya Earwen kamu jangan percaya ya sama gosip yang mengatakan kalau Edmund itu raja kejam, itu bohong, haha terkadang aku ingin tertawa jika mendengarnya," ucap Belinda dan menuangkan sampanye ke gelas Earwen, ini gelas ketiga Earwen setelah dirasakan ternyata ada sedikit rasa manis di minuman alkohol tersebut.

Belinda tersenyum misterius melihat kedua cucunya yang sudah terpengaruh alkohol, ia sengaja tidak meminumnya karena itu sampanye spesial untuk mereka.Tugasnya hanya menuangkan terus gelas Earwen dan mengajak bicaranya walaupun Earwen tidak membalasnya sedangkan untuk Edmund ia sudah menggenggam botol sampanye nya sendiri.

"Earwen apakah kau senang tinggal di kerajaan ini?"

"Tidak terlalu senang, tapi ada sedikit senangnya," ucapnya

Belinda menatap pipi Earwen yang sudah memerah, ah ia melupakan alkohol yang ia bawa sangat tinggi kadarnya.

"Well, lebih baik kalian kembali ke kamar karena ini sudah hampir tengah malam."

Edmund bangun dari posisi duduknya, dengan sempoyongan ia berjalan namun dicegat oleh Belinda, "Edmund bawa Earwen juga"

Edmund berbalik dengan kesadaran 60% ia menggendong tubuh Earwen ala bridal style. " Oh anda siapa tuan? lancang sekali anda tuan," tuding Earwen

Edmund menatap wajah Earwen yang sudah merah padam akibat terpengaruh sampanye tadi.

"Tuan tolong turunkan saya, anda akan membawa saya kemana? tolong antarkan saya kembali ke kerajaan Loyren," titah Earwen dengan wajah yang dibuat agar terlihat marah.

"Tuan tuan, apa anda... bisu?" tanya Earwen sambil menutup mulutnya terkejut.

"Tidak apa-apa tuan, anda bisa menuliskan sesuatu di secarik kertas. Tidak usah berkecil hati saya juga tidak memiliki sihir, saya lemah tuan tidak ada gunanya jika anda menculik saya, lebih baik kembalikan saya ke kerajaan Loyren."

Edmund membiarkan Earwen yang mengoceh seperti burung Beo. Kepalanya sudah pening ditambah racuan Earwen.

Sesampainya dikamar milik Edmund, Edmund langsung melempar Earwen diatas kasur.

"Tuan tolong bawa saya pulang ke Loyren, saya akan mengasih anda imbalan."

Edmund tersenyum smirk dan berjalan mendekati Earwen yang tengah menunduk. "Oh kau mau membayar saya?"

"Anda tidak bisu tuan," ucap Earwen dan mendongakkan kepalanya. "Sebenarnya dimana ini?" lanjutnya.

"Jawab saya berapa yang ingin kau bayar?" ulang Edmund.

"Oh iya saya bisa mengasih emas, perak, berlian, permata, mutiara katakan saja tuan ingin apa? saya akan memberikannya tapi lepaskan saya, saya tidak berguna tuan," ucap Earwen.

Edmund tertawa devil. "Itu tidak cukup kucing kecil bagaimana kalau kau membayarnya dengan..." Edmund menggantungkan ucapannya dan menatap Earwen dari atas hingga bawah.

"Dengan apa tuan?" tanya Earwen dengan tampang polosnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status