Share

Chapter 6: Weird Drink

Suara burung hantu dan semilir angin malam menemani Earwen yang tengah duduk termenung disamping balkon. Earwen menekuk kedua kakinya, mata hazelnya menatap gemerlap bintang di langit. Pikiran Earwen meleset jauh, ia bertanya-tanya kemana perginya Edmund. Sejak kejadian tadi siang ia tidak melihat Edmund hingga sekarang Edmund bahkan tidak kembali ke kamarnya. Ah Earwen tahu ia tidak boleh mencampuri urusan pribadi Edmund seperti yang tertulis di perjanjiannya dengan Edmund tapi, bolehkah ia mengkhawatirkannya? setidaknya sebagai seorang istri Edmund, walaupun gelar istri itu sementara tapi Earwen ingin menghargai Edmund sebagai suaminya pertama dan terakhir. Earwen tidak berniat menikah lagi jika suatu saat Edmund menendangnya dari Hillary.

Ceklek..

Suara decitan pintu mengalihkan pandangan Earwen dan sosok yang ia cari sedari tadi kini tengah berdiri memunggunginya. Earwen beranjak dari posisinya. "Yang mulia, apa anda sudah makan malam?" ucap Earwen. Karena tadi ia tidak melihat Edmund dimeja makan.

Edmund tidak menjawab ia masih sibuk mencopot satu persatu kancing pakaiannya.

Earwen menghela nafas kecil. "Apa ada yang bisa saya bantu, yang mulia?"

"Berisik!" desis Edmund, ia kemudian berbalik badan.

Earwen membulatkan matanya, ketika matanya tidak sengaja menatap pahatan di perut Edmund. Earwen hendak balik badan tapi ia mengurungkan niatnya dan memilih menundukkan kepalanya.

"Memangnya apa yang bisa kau bantu Mrs. Earwen Laurels?" ucap Edmund dengan penuh penekanan.

Earwen meneguk ludahnya kasar ketika Edmund menyebut namanya dengan lengkap, ini kali keduanya. "Saya bisa membantu anda menyiapkan air hangat" cicitnya.

Edmund tersenyum meremehkan. "Kalau begitu, lakukan bodoh! setidaknya kau bisa berguna disini! percuma saya membayar si tua Valiant jika kau tidak berguna di kerajaanku!" teriak Edmund tepat di depan wajah Earwen.

Earwen tersentak kaget mendengar teriakkan Edmund. Ia kemudian berlari ke kamar mandi menyiapkan air hangat.

Earwen menatap lesu kran air yang tengah menyala tersebut, Ia kemudian menyentuh air tersebut dirasanya sudah hangat Earwen kemudian berdiri dan berbalik hendak memanggil Edmund tapi langkahnya terhenti ketika tubuh atletis Edmund tepat didepannya, Earwen bahkan hampir jatuh ke bathtub namun, tangan milik Edmund menahan tubuh mungil Earwen. Mata hazel milik Earwen menatap mata tajam milik Edmund. Edmund mengalihkan pandangannya dan menghentakkan tubuh Earwen kesamping.

"Kau hampir mengotori air tersebut!" ucap Edmund.

"Maaf yang mulia, lain kali saya akan berhati-hati lagi."

"Keluar sekarang juga!" perintah Edmund.

Earwen berbalik dan keluar dari kamar mandi. Earwen berlari kecil dan melemparkan tubuhnya ke atas sofa, ah Earwen tidak bisa mendiskripsikan bagaimana kondisi pipinya yang sangat merah ini. Apakah Edmund melihat semburat pipinya? Jika iya, ini memalukan.

Earwen menaikkan selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Edmund menutup pintu kamar mandi dan berjalan pelan ke arah ranjangnya. Netranya melirik kearah sofa yang terdapat Earwen dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Edmund hanya memutar bola matanya malas dan mengambil berkas yang ada di lacinya.

Tok..tok..tok

Edmund hendak bangun dari posisinya tapi Earwen sudah berlari terlebih dahulu kearah pintu. Edmund hanya menatap heran perempuan tersebut.

"Briana," pekik Earwen.

"Ini lady, saya membawakan minuman khasiat dari Ibu suri," ucapnya.

Earwen menatap nampan yang berisikan botol kaca dan dua gelas mini. "Minuman khasiat apa?"

"Tidak tahu lady, saya hanya diperintahkan untuk mengantarkan ini."

Earwen mengangguk. "Terimakasih," ucapnya dan menutup kembali pintu tersebut.

Earwen meletakkan nampan tersebut di atas nakas.

"Apa itu?" tanya Edmund tanpa mengalihkan pandangannya dari berkasnya.

"Minuman khasiat dari grandma yang mulia, apa anda ingin mencobanya?"

"Satu gelas," ucap Edmund.

Earwen menuangkan kedua gelas tersebut dan memberikan satu gelas ke Edmund. "Ini yang mulia,"

Edmund meneguknya dan menyerahkan gelas kosong tersebut ke arah Earwen.

Earwen kemudian duduk diatas sofa dan meneguk minumannya. Wow betapa kagetnya rasa minuman ini sangat aneh, seperti pait tapi ada manis ditengahnya dan rasa percampuran antara buah berry menambahkan rasa segar di minuman ini. Earwen menuangkan kembali minuman tersebut, minuman ini sangat candu.

"Kau menghabiskannya?" tanya Edmund saat melihat Earwen tengah meneguk gelas terakhirnya.

Earwen mengangguk ragu. "Maaf yang mulia, minuman ini memiliki rasa yang unik jadi saya menghabiskannya."

Edmund hanya menaikkan satu alisnya dan kembali fokus ke berkas nya.

Earwen merebahkan tubuhnya di atas sofa, ia kemudian mengambil buku yang sempat ia lihat di perpustakaan tadi siang. Ditengah-tengah keseriusannya membaca tiba-tiba tubuhnya terasa panas, bahkan sekarang pelipisnya terpenuhi keringat.

"Maaf yang mulia, bolehkah saya membuka jendela?, tiba-tiba saya merasa panas," ucap Earwen.

Edmund mengangguk karena dirinya juga merasakan hal yang sama. Ia kemudian menatap kearah gelas kosong dan minuman yang diberikan Belinda, apa grandma mencampurkan sesuatu diminuman itu? Netranya menatap gerak gerik Earwen yang tengah mengibaskan tangannya dan berjalan gelisah.

Edmund membulatkan matanya ketika melihat Earwen hendak membuka piyamanya, ia langsung berlari dan menghentikan aksi Earwen. "Apa yang kau lakukan?"

"Panas, saya tidak kuat ini sangat panas," rintihannya dan ingin membuka piyamanya lagi. Edmund langsung menyeret Earwen kedalam kamar mandi dan mengguyurkan air dingin ke badan Earwen.

"Dingin," ucap Earwen dan mengusap wajahnya.

"Apa kau sudah sadar?" tanya Edmund.

Earwen mengangguk, badannya menggigil hebat. Edmund kemudian menyerahkan handuk ke Earwen. "Cepat ganti pakaian mu dan jangan tidur dulu, ada hal yang harus saya bicarakan."

Earwen mengangguk dan pergi ke walk in closet.

Setelah kepergian Earwen, Edmund memabasuh wajahnya dengan air dingin. Ia kemudian berjalan keluar dan melihat Earwen yang tengah duduk di sofa dengan setelan piyama yang berbeda.

"Kau tau apa yang tadi kau minum?" ucap Edmund dan mengambil botol minuman tadi. "Ini bukan minuman sembarangan, grandma mencampurkan sesuatu didalamnya," lanjut Edmund.

Earwen menatap botol tersebut. "Apa itu? apa yang dicampurkan Grandma sampai membuat saya merasakan panas dan gelisah yang mulia?"

Edmund tersenyum smirk. "Sebuah obat perangsang."

Earwen membulatkan matanya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Edmund. Earwen pernah dengar mengenai obat tersebut, obat tersebut bisa menaikkan gairah seseorang.

"Kau pastinya tau bukan obat tersebut."

"Dan kuperingatkan lagi, grandma mungkin akan memberikan kita minuman aneh lagi karena dia ingin kau punya anak dariku, dan saya minta, berhati-hatilah," sambungnya.

"Kenapa harus berhati-hati yang mulia? saya juga ingin mempunyai anak," ucap Earwen dengan lirih.

Edmund tertawa. "Apa kau tidak ingat di perjanjian kita, apa kau pura-pura tidak mengingatnya?! saya tidak akan mempunyai anak dengan kau bodoh. Bagaimana kalau anak saya cacat sama sepertimu tidak mempunyai sihir?!"

Hati Earwen seakan tertancap panah, kata-kata Edmund sungguh menyakitkan baginya. Segitunya Edmund membencinya?

Earwen mencoba menaikkan sudut bibirnya walaupun sangat sulit. "Maaf, saya akan mengingat ucapan anda dan selamat malam yang mulia," ucap Earwen dan mematikan lampu disampingnya, kemudian ia menarik selimut dan tidur membelakangi ranjang Edmund.

Bulir-bulir air mata yang tadi ia tahan luruh begitu saja. Perkataan Edmund sangat membekas dibenaknya, Earwen akan selalu mengingat itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status