Share

7 Dilema

"Apa? kau menolong gadis itu dan Ibunya pergi ke rumah sakit?" Bella baru saja selesai check up ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.


Andrew yang baru saja pulang segera menemuinya karena ingin mengetahui hasil pemeriksaan Bella. Andrew mengambil kertas hasil cek up Bella yang ada di atas meja dan membacanya.

"Hmmm... aku tidak sengaja melihat Ibunya pingsan dan membawa mereka ke rumah sakit."


"Apa kau tidak berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untukmu, Kak?" Bella sangat antusias dia melangkah mendekati Andrew.


Laki laki itu menoleh kemudian berucap dengan kening berkerut halus.

"Maksudmu?"


"Ya! gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya mengambil simpati gadis itu biar nantinya dia mau membantumu untuk pergi ke pesta."


Andrew meletakkan kembali kertas hasil cek up milik Bella ke atas meja kemudian berjalan menuju ke sofa sembari melepaskan jasnya.

"Aku juga memikirkan hal itu, namun aku sedang menunggu waktu yang tepat... apa menurutmu ini akan berhasil, maksudku apa dia tidak akan menolak tawaranku?"


Hahaha...

Bella tiba-tiba terkekeh mendengar kakaknya berucap ragu.


"Kenapa kau malah tertawa? apanya yang lucu?"


Ini pertama kalinya Bella melihat sang kakak yang biasa terlihat garang dan penuh percaya diri tak yakin dengan dirinya sendiri.

"Ada apa denganmu, Kak? Kau biasa selalu mengambil keputusan tanpa mempertimbangkannya bahkan kau selalu percaya diri untuk melakukan sesuatu, namun baru kali ini aku melihatmu seperti sangat ragu."


Andrew membungkuk menggunakan kedua tangan yang bertumpu di atas paha menyangga kepala, sementara jari jemarinya meremas rambutnya kuat.

"Aku tidak tahu, apa karena ini berhubungan dengan Ayah jadi aku merasa takut melakukan kesalahan?"


"Benarkah? aku pikir itu bukan karena Ayah."


"Entahlah, hanya saja aku merasa bahwa perempuan itu bukan seperti kebanyakan perempuan lainnya dia sepertinya susah untuk didapatkan" Andrew menghela nafas panjang untuk menetralkan perasannya.


"Didapatkan?? kau tidak bermaksud untuk memilikinya, kan?? kau hanya perlu mendekatinya untuk meminta bantuan dan membawanya ke pesta."


"Apa yang ada di otakmu?? Mana mungkin aku berfikir untuk memilikinya?? Kau masih waras, kan?"


"Aku sih waras, tapi tidak tahu bagaimana denganmu?"


"Kau jangan mulai menyinggung Tad, ya! aku tidak suka!!" Andrew mendorong punggungnya ke belakang bersandar di sofa.

Berfikir keras bagaimana caranya meyakinkan Alluna agar mau menolong dirinya, terlepas dari dia menolongnya dan membawa mereka ke rumah sakit, Andrew harus memiliki alasan yang lebih kuat agar Alluna tak menolak.


"Tapi kau sudah membicarakan hal ini dengan Tad, bukan?? jangan sampai kau pergi ke pesta dan Tad tahu masalah ini dari orang lain... ingat! aku tidak mendukung hubungan kalian tapi aku hanya tidak ingin kau stres karena hubunganmu dengan Tad ada masalah!"


"Dia sudah tahu" jawabnya singkat, Andrew kemudian membahas masalah uang Alluna yang tak mau dikembalikan.


"Bella apa kau ingat ketika kau ingin mengembalikan uang untuk membayar botol minuman itu??"

"Hmm?? Kenapa?" Bella mengangguk.


"Dia saja menolak uang itu dikembalikan, jika kebanyakan wanita di luar sana pasti mereka tidak hanya menerima uang itu mereka juga akan lancang menyentuh tubuhku, tapi dia tidak... ini sepertinya akan lebih sulit dari yang aku bayangkan!"


"Baguslah kalau seperti itu, jadi nantinya kau tidak kebingungan ketika harus meninggalkan perempuan itu."


Andrew menoleh menipiskan bibirnya menatap tajam Bella, mencoba mencerna setiap ucapannya.


"Maksudku jika itu adalah orang lain mungkin setelah kau mengajaknya pergi ke pesta dan tugas pun selesai kau bisa membayarnya namun perempuan itu masih akan terus mengejarmu, tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi dengan perempuan ini, bisa jadi ketika kesepakatan nanti terjadi antara kalian setelah kau membayar uangnya kau dengan mudah bisa menghilang begitu saja bukankah itu suatu keberuntungan untukmu, Kak?"


"Aku juga berpikir demikian, semoga saja dia mau membantuku tapi kalau tidak, kau harus membantuku mencari perempuan lain."


"Ah ya ampuuun! Kau benar benar menyusahkanku! Aku tidak mau tahu aku sudah sangat yakin dengan perempuan itu, aku tidak mau tahu bagaimanapun caranya kau harus bisa mendapatkan simpati darinya!!" Ekspresi wajahnya terlihat sangat kesal.

                                 ****************

Alluna duduk di samping ranjang dia nampak terlihat mengantuk karena sepanjang malam tak bisa memejamkan mata dan terus menjaga Tesha.

Tak lama kemudian seorang Dokter mengetuk pintu dan masuk ke dalam.


Tok tok tok!


Pintu terbuka dan Dokter pun melangkah masuk.


"Dokter?" sapa Alluna sembari beranjak berdiri dan menundukkan kepalanya.


Melihat ekspresi wajah Dokter, Alluna seperti sedang berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi kepada Ibu pemilik toko itu.


Lumayan lama Dokter berada di dalam ruangan, dia menjelaskan apa yang terjadi kepada Ibu Tesha, bahwa dalam waktu dekat Ibu si pemilik toko harus segera dioperasi karena ternyata selama ini dia mengalami pendarahan di otaknya.


Beberapa bulan yang lalu dia sempat terjatuh dan terbentur di bagian kepala namun karena dia takut, Tesha tak berani untuk menemui Dokter ataupun memeriksa keadaan kepalanya.

Sehingga beberapa bulan setelah kejadian itu luka di dalam kepalanya semakin parah. Di samping itu pendarahan telah menyebar sampai ke organ penting di dalam tubuhnya.


Alluna terdiam terkejut mendengar cerita Dokter, tangannya bergerak membungkam mulutnya sendiri, dia tak menyangka Ibu Tesha yang sering dia temui dan selalu terlihat bahagia itu ternyata memiliki penyakit serius.


Alluna tak tahu harus berbuat apa, namun dia harus menyelamatkan Ibu Tesha bagaimanapun caranya.

Tak lama setelah itu Dokter keluar dari ruangan, dan ternyata Andrew sejak dari tadi mencuri dengar pembicaraan mereka dari balik pintu.

                                 ****************

Alluna memutuskan untuk keluar dari rumah sakit meninggalkan Ibu Tesha sendirian di ruangan.

Dia harus pergi mencari pinjaman atau apapun untuk mengoperasi ibu Tesha.

Namun biaya yang cukup tinggi membuat Alluna bingung harus dari mana dia memulai mencari dana itu.

"Bagaimana ini? bahkan sisa uang di tabunganku hanya cukup untuk biaya hidupku selama satu bulan ini" gumam Alluna sembari duduk di bangku bawah pohon depan toko.

Beruntung Alluna mendapatkan beasiswa di tempat kuliahnya sampai dia lulus sehingga dia bisa melanjutkan kuliahnya.


"Kau membutuhkan bantuan?" ucap Andrew yang tiba-tiba datang dari arah belakang.

Ternyata sejak dari tadi dia tak hanya menguping pembicaraan Alluna, dia juga mengikuti kemanapun Alluna pergi.

Bahkan Andrew sempat mengutuk dirinya sendiri karena sudah berperilaku seperti penguntit.


"Anda?" Alluna beranjak berdiri ketika melihat Andrew di sana.


"Bukankah semalam aku sudah memberi tahu namaku?" ucapnya karena Andrew merasa Alluna berbicara terlalu formal dengannya dan itu tak membuatnya nyaman.


"Oh, maaf... And.andrew" Alluna pun kembali duduk.


"Bolehkah aku duduk disampingmu?"


Alluna ragu namun akhirnya dia memperbolehkan Andrew untuk duduk di sampingnya sembari menyimpan buku tabungan kembali ke dalam tas.


"Aku sudah melihatnya jadi kau tak perlu menyembunyikannya dariku."


"Maksudmu?" Alluna menoleh penuh tanda tanya.


"Itu!" Andrew menunjuk buku tabungan Alluna dengan dagu dan kedua alis yang terangkat bersamaan.

"Aku sudah melihat buku tabungan itu, jadi kau tak perlu menyembunyikannya" Andrew berucap sembari membuang pandangannya ke arah lain.


Alluna berusaha menutupi semuanya dengan tersenyum tipis dia sangat malu ada orang lain yang melihat isi buku tabungan miliknya.


"Kau yakin bisa hidup dengan uang itu?"


"Maaf!!!" Alluna sempat tersinggung namun Andrew mencoba menjelaskannya.


"Jangan terlalu naif, kau pasti membutuhkan uang banyak untuk bertahan hidup, bukan?? aku tahu apa yang sedang kau alami, jadi aku sengaja datang ke sini untuk menawarimu sebuah bantuan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status