Share

15 Tak Berdaya

Mobil Andrew nampak berhenti mendadak di tepi jalan ketika perasaan tak enak bergelayut di dalam hatinya.

Mengingat kembali ekspresi Alluna yang tak nyaman ketika berada di tempat itu sesaat ingin membuatnya kembali ke sana.

Namun Andrew berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa tak ada yang aneh dan perlu dia khawatirkan.

"Tunggu!!" dia teringat akan koreknya yang tertinggal di meja dekat sofa, kemudian dia mencarinya di setiap saku jas untuk lebih meyakinkan lagi dan ternyata koreknya memang benar benar tak ada.

Dia langsung membanting stir mobil dan bergegas kembali menuju ke tempat pelatihan.

****************

Ada beberapa toilet di ruangan itu, Alluna keluar setelah beberapa saat duduk di salah satu kloset.

Di ruangan itu terdapat beberapa wastafel berjejer. Di sana Alluna tak langsung keluar, dia menyalan keran dan mencuci tangannya.

Alluna nampak menghela nafas panjang seperti sedang ingin membuat dirinya merasa tenang walaupun sebenarnya sangat gelisah.

Tangannya bergerak menutup kerannya kemudian mengalihkan pandangan ke cermin yang berada tepat di depannya. Betapa terkejutnya Alluna saat melihat bayangan pelatih laki-laki itu sudah berada di sana.

"Kau!" Ucapnya, bersamaan dengan tubuh yang memutar cepat seperti waspada.

Bola matanya bergerak perlahan ke pintu yang sudah tertutup.

"Kau! apa yang sedang kau lakukan di sini?" Alluna berusaha keras untuk tetap tenang walaupun setengah mati dia menahan agar tak menampakkan ekspresi ketakutan di depan laki laki itu.

"Kenapa? Kau seperti ketakutan padaku? bahkan aku sama sekali tak melukaimu" kakinya bergerak melangkah, maju perlahan semakin mendekati Alluna.

"Permisi!! Apa ada orang di luar?!" Alluna mengeraskan suaranya namun di balas tawa oleh pelatih itu.

Hahahaha....

"Kau berani berteriak?"

Clik!

Pelatih itu mengeluarkan sebuah pisau kecil yang dia sembunyikan di balik jas hitam yang dia kenakan.

"Tunggu! apa yang ingin kau lakulan?" suaranya mulai bergetar, Alluna tak bisa menyembunyikan rasa ketakutannya. Dia melangkah ke belakang hingga terpaku tak bisa bergerak lagi karena wastafel di belakangnya.

"Jangan mendekat!!" teriaknya.

"Kau berani mengraskan suarmu di depanku?"

"Ada apa denganmu??!!" sahut Alluna.

"Kita bahkan tidak saling mengenal tapi kau berani berbuat seperti ini padaku?"

"Tapi kita pernah bertemu malam itu!"

Dengan cepat Alluna berusaha menghindar dia menuju ke pintu namun pelatih itu telah berhasil menghentikannya dengan bergerak cepat menghadang jalan Alluna.

Dadanya berdebar semakin kencang, hal yang sebelumnya tak pernah terjadi dalam hidupnya kini sedang menimpanya.

Alluna tak bisa bergerak dia merapatkan tubuh ke sudut ruangan, dia semakin terpojok saat pelatih itu semakin mendekat dengan pisau kecil di tangannya yang di gunakan untuk mengancam.

Mereka kini telah berhadap-hadapan dengan jarak terbilang sangat dekat. Alluna menelan ludahnya dengan susah payah.

"Apa yang kau inginkan" Alluna tak bisa menutupi ketakutannya.

"Kita akan menyelesaikan apa yang kita mulai semalam."

"Kita?" sahut Alluna cepat, matanya telah memerah berkaca keningnya basah karena keringat dingin.

"Aku bahkan tak melakukan apapun malam itu!!"

Hahahahaha....

Lagi-lagi dia tertawa membuat Alluna merinding, pikirannya sangat kacau dia bahkan ingat telah meninggalkan ponselnya di dalam tas.

Alluna mengutuk dirinya karena telah berbuat ceroboh harusnya dia selalu waspada ketika merasa ada seseorang yang membuatnya tak nyaman di tempat itu.

"Ya, aku yang melakukannya... aku menggesekkan milikku ke tubuhmu tapi kau terlihat menikmatinya malam itu" dengan cepat pelatih merapatkan tubuhnya ke Alluna menekan di bagian sensitifnya yang ternyata sudah menegang sejak dari pertama dia masuk ke toilet, hanya dengan melihat kaki jenjang Alluna saja sudah mempu menggugah gairahnya.

"Jangan naif, Nona... kau pun menyukainya!" matanya membulat dengan salah satu tangannya berhasil mencengkeram kedua tangan Alluna kuat dan memakunya di tembok tepat di atas kepalanya.

Sementara satunya lagi tengah memegang pisau yang dia arahkan ke wajah Alluna.

"Tidak!! Itu sangat menjijikkan! Apa kau tidak bisa melihat bahwa aku risih saat kau mencoba menekan tubuhku seperti ini?" Alluna memperlihatkan ekspresi wajah tak suka dengan pandangan meremehkan.

Tak ingin berlama-lama lagi menahannya, pelatih itu langsung merobek gaun di bagian lengannya dengan memakai pisau yang sengaja dia selipkan masuk ke dalam antara lengan dan pakaian yang dikenakan Alluna hingga menyentuh kulitnya.

Sreeekkk!!!

Salah satu lengannya telah sobek hingga terlihat sampai ke bagian bahunya.

Setelah itu dia memasukkan kembali pisau ke belahan dadanya membuat Alluna semakin bergetar ketakutan.

"Hentikan!!" Geramnya, Alluna bisa merasakan dingin dari pisau yang masuk ke dalam sana.

Keringat yang membasahi kening Alluna mulai terlihat menetes melewati pelipis dan hal yang tak terduga sekaligus membuatnya terkejut, adalah pelatih itu justru mengecup di bagian keringatnya yang tengah mengalir.

"Aroma ini" pelatih itu mengisap sepuasnya aroma tubuh Alluna hingga memenuhi rongga dadanya.

"Bahkan keringatmu sangat wangi"

"Kau sudah gila!" Geram Alluna.

"Kenapa?? aku pikir aku sedang bermain main? Tidak! Tubuhmu sudah membuatku gila sepanjang malam hingga membuatku tak bisa tidur. Kita akan saling memberi kenikmatan jadi, aku pikir kita bisa bekerja sama... aku rasa kau juga mendapatkannya dari Tuan Andrew lalu apa salahnya sekarang kau melayaniku!"

"Apa maksudmu!!" Alluna sangat ketakutan namun dia tetap berusaha untuk berani melawannya walaupun sadar kekuatannya tak sekuat laki laki itu.

Sekilas senyum yang mewarnai bibir pelatih itu terlihat menghilang perlahan dan berganti dengan tatapan tajam nan mengerikan.

"Kau pikir aku bodoh!! kau pasti sudah mempersilakan Tuan Andrew menikmati tubuhmu... jadi apa salahnya sekarang kau biarkan aku juga menikmatinya" ekspresi wajahnya teelihat mengerikan, seperti psicopath yang sedang menahan amarahnya.

Dadanya terasa sesak seperti sedang berada di roller coaster dengan 2 kemungkinan, antara tak bernyawa lagi ketika dia melawannya atau akan tetap hidup dengan tubuh yang sudah terkoyak karena telah dinikmati pelatih itu.

"Jangan! aku mohon... hentikan!!" Suara Alluna melemah, matanya yang berkaca telah banjir hingga airnya menetes membasahi pipi.

Dia tak meronta menangis, hanya tetap tenang berusaha untuk tak terlihat lemah namun kenyataannya dia benar benar tak berdaya.

"Andrew" gumamnya, air mata kembali menetes saat dia memejamkan matanya.

"Apa?? Kau bilang apa?" matanya membulat penuh ketika mendengar Alluna menyebut nama laki-laki itu.

Alluna kembali membuka matanya penuh kemudian berucap dengan penuh keyakinan.

"Ya! Andrew akan datang dan menghajarmu habis habisan!"

Hahahahaha...

"Dia bahkan sudah pergi meninggalkan tempat ini, kau pikir aku bodoh? aku sudah memastikannya sebelum menemuimu kemari dan mengawasimu dari kejauhan setelah kau datang dengannya. Aku hanya diam di sudut ruangan menunggu waktu yang tepat untuk menemuimu... dan sekarang waktu yang tepat untuk membuatmu, memberikan apa yang aku inginkan!"

Tangannya bergerak menarik pisau yang sejak dari tadi berada di belahan dadanya, dengan sengaja membuat gaun Alluna di bagian pertengahan dadanya terbelah hingga menampakkan bagian belahan sekaligus memperlihatkan kulit mulus dan kemontokan dada Alluna yang membuatnya semakin menggila.

Selama itu dia di dalam toilet dan tak ada seorang yang mencoba masuk ke dalam meskipun pintunya di kunci, Alluna benar-benar sudah pasrah entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya nanti, tapi nyatanya di detik detik akhir dia masih berharap Andrew akan datang dan menyelamatkannya.

"Malam itu... harusnya aku mengatakan pada Andrew kalau laki laki ini memang berbuat senonoh dengan tubuhku... sehingga dia tak akan membawaku datang ke tempat ini lagi" rintihnya dalam hati.

Penyesalan Alluna karena tak jujur dengan Andrew, jika saja dia tak menyembunyikan apapun yang terjadi padanya mungkin hal itu tak akan membuatnya dalam kesulitan.

Alluna hanya diam dan menyebut nama Andrew di dalam hatinya ketika pelatih itu tengah menikmati tubuhnya.

Dia mengecup setiap kulit Alluna di bagian leher dan tubuh lainnya yang tak terbungkus kain. Dia sama sekali tak melawan karena mata pisau itu kini tepat berada di lehernya bahkan ujungnya sempat menusuk ke sana membuat lehernya terluka dan sedikit berdarah saat laki-laki itu tengah sibuk dengan nafsunya.

Sedikit saja Alluna melawan makan pelatih itu akan sangat mudah menekan pisau dengan begitu pisau sepenuhnya akan masuk ke dalam lehernya.

Tidak! Alluna tidak mungkin membiarkan Ibu Tesha hidup sendirian.

"Mungkin aku bodoh, tapi biarkan aku memilih untuk tetap bertahab hidup dengan caraku!" Ucapnya dalam hati.

****************

"Selamat datang datang, Tuan Andrew?" sapa seorang perempuan menundukkan kepala ketika melihat laki-laki itu menerobos masuk ke dalam setelah tergesa-gesa keluar dari mobil.

Dia bahkan tak menghiraukan sapaannya dan terus melangkah masuk menuju ke meja.

Pandangannya sempat menyelidik ke sekitar mencari keberadaan Alluna namun saat dia tak mendapati perempuan itu di sana, Andrew mengalihkan pandangan ke meja di mana koreknya masih berada di tempat semula.

"Oh Tuan Andrew?" sapa Nona Elisa yang baru saja keluar dari sebuah ruangan dengan membawa piringan hitam di tangannya.

Dia melangkah menuju sebuah meja meletakkan piringan hitam itu kemudian berganti menghampiri Andrew.

"Anda kembali lagi? mmm apa ada sesuatu yang bisa Saya bantu?" tambah Elisa, sesaat dia sempat melihat sekitar untuk memastikan apa yang sebenarnya membuat Andrew kembali ke sana.

"Tidak, aku hanya mengambil korekku yang tertinggal" Andrew memamerkan korek di tangannya lalu menyimpan kembali ke dalam saku jas.

Senyum tipis terulas di bibir Nona Elisa kemudian dengan sangat sopan dia berucap.

"Baiklah Tuan, jika berkenan Saya akan mengantar Anda ke depan" Elisa berucap sembari menpersilakan Andrew melangkah terlebih dulu.

Tak keberatan, Andrew pun menganggukkan kepalanya. mereka beriringan menuju ke pintu luar.

Merasa ada yang mengganggu pikirannya, Andrew kemudian menghentikan langkah kakinya.

"Di mana Alluna?" ucapnya kemudian.

"Owh, Nona Alluna sedang berada di toilet."

"Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu."

"Iya Tuan Andrew, hati-hati di jalan" Elisa sempat berfikir bahwa Alluna terlalu lama menghabiskan waktunya di dalam toilet.

"Oh ya, apa ini termasuk hal yang wajar, aku baru ingat kalau Nona Alluna menghabiskan waktunya terlalu di dalam toilet" gumam Elisa.

"Apa kau bilang?" Andrew sempat membuka pintu mobil namun sesaat dia terdiam setelah mendengar gumamman Elisa.

"Emm, bukan apa apa Tuan, itu... hanya saja Nona Alluna terlalu lama berada di toilet bahkan sampai sekarang dia belum juga keluar."

Andrew masih diam, dia berfikit kalau Alluna sedang mencoba mencari waktu mengendalikan rasa gugupnya di dalam sana.

"Kau lihat tadi?"

"Apa?"

Andrew mengalihkan pandangannya saat mendengar percakapan dua orang pegawai yang sedang lewat di belakangnya.

"Apa aku yang salah lihat ya, tapi aku rasa tidak... sepertinya pelatih Go yang baru datang dari Korea itu masuk ke dalam toilet perempuan."

"Astagaa kau sepertinya rabun, mana mungkin dia masuk ke toilet perempuan!"

"Iish aku serius dan ketika aku membuka pintu untuk melihat apa yang dia lakukan aku mendapati pintu itu sengaja dikunci dari dalam!"

Seketika mata Elisa membulat terkejut setelah mendengar percakapan 2 orang pegawainya.

Kini pandangannya tertuju ke Andrew. Laki-laki itu tengah terdiam dengan tangan mengepal kuat hingga terlihat putih di setiap ruas jarinya menahan amarah.

"Tuan Andrew?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status