Share

9 Menerima Tawaran

Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk.

"Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."


Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat.

"Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.


Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.


Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.


Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.

Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh.


"Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada Ibumu" Dokter masih berdiri di sana menunggu keputusan Alluna.


Sementara Alluna hanya diam menatap wajah pucat perempuan paruh baya di atas ranjang itu.

"Ya! Dokter... Anda harus mengoperasinya hari ini?? Tapi bisakah Anda memberi waktu padaku sedikit lagi?" Alluna mengalihkan pandangannya ke Dokter. 

Dia bermaksud untuk memikirkan tawaran dari Andrew karena keadaan yang sangat mendesak.


Sembari menetralkan nafasnya, Alluna mendekati Tesha yang terbaring dengan alat alat canggih terpasang di tubuhnya.

                              ****************

Setelah berunding dengan Dokter untuk meminta waktu sebentar, Alluna melangkah keluar dari lift dan mengambil ponselnya.


Dia berjalan menuju ke reseptionis sambil menghubungi seseorang, berharap semoga keputusan yang dia ambil tak akan salah.


                             ****************

"Mmmh, ah, ngh... Andrew pelan pelan!" rintih Tad yang sedang merasakan kenikmatan di bagian bawah sana.

"Kau yang memintaku melakukan ini, kan?? lalu sekarang jangan merintih kesakitan! nikmati saja!!" entah apa yang mereka lakukan di sebuah kamar khusus yang hanya Andrew saja yang bisa masuk ke sana meskipun Tad di perbolehkan masuk itu pun dia harus menutup matanya.


Andrew sengaja menutup mata Tad dengan dasinya sebelum membawanya masuk ke dalam ruangan itu.


Terlihat ada luka merah seperti bekas di cambuk dengan ikat pinggang di bagian paha dan pantat Tad yang mulus hingga terlihat merah dan bergaris memar.


Tad hanya mengenakan kemeja yang terbuka sebagian kancingnya tanpa celana, kemeja putih itu sudah terlihat lusuh dan basah, banyak jejak merah di leher dan dadanya yang sedikit terbuka.


Sementara Andrew masih rapih dengan kemeja hitam yang sengaja dilipat ke atas sampai bagian lengannya dengan celana senada sementara jasnya dia letakkan begitu saja di sofa.


Hari itu Tad merasa aneh sepertinya Andrew tak bergairah dan tak bersemangat seperti biasanya, dia akan menggila dan membuat Tad sampai tak bisa menghela nafas ataupun beristirahat bahkan untuk sejenak.

"Andrew?? are you ok?" Tad menggerakkan kepalanya mencari keberadaan Andrew dengan indra pendengarannya karena matanya masih tertutup rapat oleh dasi.


Laki laki jangkung itu tengah berjalan ke sisi lain.


Brugh!


Andrew membuang tubuhnya ke sofa mengambil sapu tangan untuk membersihkan jarinya yang basah dan sedikit lengket.


Tad langsung menghampirinya ketika mendengar suara di sana. Tangannya yang masih diikat membuat dirinya tak bisa bergerak bebas.


Andrew mengambil rokok sebatang kemudian menyalakannya.


Sepanjang apa yang dia lakukan dengan Tad siang itu, Andrew tak bisa menikmatinya karena bayangan wajah sedih Alluna dengan tiba tiba secara tak terduga muncul di benaknya.


Berkali kali Andrew menepis bayangan wajahnya namun yang ada justru bayangan wajah Alluna yang sedang menangis semakin menguat.


Huuufftt!


Andrew menghela nafas panjang membuang asap dari dalam mulutnya.


"Ada apa denganku!!" Ucapnya dalam hati.


Tad yang akhirnya berhasil menghampiri Andrew tertuduk di atas karpet bulu memposisikan dirinya di tengah sela sela paha Andrew.

Tak ada jawaban dari Andrew dari pertanyaan awal yang di lontarkan oleh Tad, membuat laki laki yang tengah menengadahkan kepala itu kembali berucap.

"Andrew??"


"Entahlah! mungkin karena pekerjaan yang terlalu banyak akhir akhir ini dan tekanan dari Ayahku... aku benar benar tidak bisa fokus" Andrew menyandarkan kepala di sandaran sofa sembari menghisap rokoknya agar lebih tenang.


Matanya mulai terpejam ketika Tad mengecup dan meraba bagian sensitifnya yang masih terbungkus celana.


"Kalau begitu biarkan aku yang membuatmu senang kali ini, agar semua otot di tubuhmu lebih rileks lagi" Tad mulai membuka lesreting dengan giginya dan mengeluarkan benda tumpul milik Andrew yang sepertinya belum menegang.


"Tidak biasanya kau seperti ini, hanya berdua di ruangan denganku saja biasanya kau sudah menegang. Apa yang terjadi denganmu Andrew?" Tad sangat penasaran dan khawatir.


"Aku baik baik saja" Andrew meraih ujung kepala Tad dan meremas rambutnya.

"Kalau milikku belum menegang, itu artinya kau harus bekerja keras kali ini."


"It's ok! itu hal yang sepele" Tad mulai mencium, menghisap bahkan mengulum bagian ujung milik Andrew namun semua yang dia lakukan tak membuat Andrew menegang dan mengeras.


Andrew tertawa kecil melihat usaha Tad.

"Lakukan sesukamu aku akan memberimu banyak waktu untuk membuatku tegang kali ini."


Mendengar ucapan Andrew, Tad semakin bersemangat.


Namun tiba tiba fokusnya terbuyarkan oleh ponselnya yang bergetar.


Dreeet dreet!


Ujung matanya langsung melirik ke ponselnya yang menyala di atas meja. Andrew benar benar akan sangat marah jika sedang berduaan dengan Tad dan ada orang yang berani mengganggu waktunya.


Andrew sengaja mengacuhkannya dan memilih fokus dengan apa yang dilakukan oleh Tad sampai akhinya layar ponselnya mati, namun tak lama kemudian ponselnya kembali menyala.


Andrew mulai geram, dia menyambar ponselnya dan langsung menjawab panggilan itu.


"Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan tadi??!!! aku sudah mengatakan padamu untuk tidak menghubungiku selama 2 jam kedepan!!" Andrew mengira itu panggilan dari sekretarisnya namun ternyata bukan, pandangannya menajam dan ekspresi wajahnya terpaku seketika, saat suara perempuan yang terdengar bergetar menyahut dari seberang.


"Maaf, ap.apa aku mengganggumu, Tuan?" suara Alluna terbata, karena menangis sampai terisak isak bukan karena Andrew membentaknya namun karena mengingat dia sudah tak memiliki banyak waktu untuk menyelamatkan Ibu Tesha.


Tad yang tengah sibuk di bawah sana menggerakkan kepalanya mendongak ke atas mencari keberadaan suara Andrew.

Dia samar-samar melihat ekspresi wajah Andrew yang terkejut bercampur kekhawatiran yang mendalam yang tak bisa di jelaskan dengan kata kata, serta suara Andrew yang tiba tiba melemah membuat Tad melepaskan apa yang baru saja dia hisap dan memenuhi mulutnya.


Seperti ada yang menggerakkan hatinya ketika mendengar Alluna menangis namun Andrew tak tahu mengapa hal itu bisa terjadi.

"Kau?"


Di seberang sana suara Alluna terdengar serak menahan tangis namun suaranya tak bisa membohongi bahwa dia sangat sedih sampai Andrew bisa merasakan apa yang sedang di rasakan oleh Alluna.


"Tuan... Andrew... aku menghubungimu untuk memberi tahu, kalau aku... aku setuju dengan tawaran yang kau berikan."


Andrew menyeringai tipis, tangannya bergerak menyingkirkan Tad dari hadapannya kemudian beranjak berdiri sambil merapihkan celana.


"Tapi, bisakah... bisakah kau datang kerumah sakit sekarang? karena Ibuku harus di operasi saat ini juga" suara Alluna bergetar ketakutan, dia hanya berfikir Ibunya tak akan terselamatkan jika Andrew tak segera datang.

"Aku mohon" tambahnya, membuat Andrew semakin tersenyum lebar.


Andrew menyeringai kemudian dengan tenang dia berucap.

"Dengan senang hati Nona manis, aku akan melakukan apapun yang kau inginkan" Andrew memutuskan panggilannya dan segera mengambil jas dari sofa.

Dia sempat melirik ke arah Tad yang terduduk di atas karpet bulu.

"Kau, keluar dari tempat ini tanpa membuka penutup matamu! bersihkan dirimu dan segera pergi dari rumahku" ucapnya pada Tad.


"Kau?? Kau mau pergi?? Kemana? Dan siapa?, siapa tadi yang menghubungimu?" Tad meraba sekitar mencoba mencari keberadaan Andrew.


"Aku akan memberitahumu nanti, aku harus pergi dulu!"

Andrew bergegas pergi meninggalkan Tad dan segera menuju ke rumah sakit untuk menemui Alluna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status