Share

2. New Sojourn, New Journey

"Kau bisa tidur di sini untuk sementara waktu. Aku dan Hans jarang sekali berkunjung, mungkin hanya di akhir minggu atau dua sampai tiga kali sebulan jika grupnya sedang melakukan comeback," jelas manajer Kim sembari menunjukkan sebuah kamar sederhana di bawah tangga.

Ruangan itu berinterior putih, dengan satu kasur ukuran medium serta sebuah meja kerja yang dilapisi oleh debu tipis. Yuhwa tebak, ruangan tersebut memang dibiarkan kosong untuk beberapa waktu kebelakang. Sang gadis mengambil langkah masuk, kemudian menyadari bahwa ruangan tersebut tidak terlalu gelap untuk ukuran ruangan kecil yang biasa berada di bawah tangga. Mungkin, karena tangga rumah mewah tersebut juga terbilang lebar dibandingkan tangga pada umumnya.

"Toilet ada di sana kalau kau perlu man–," menggantung bicara, manajer Kim terlihat menilik Yuhwa sembari mengangkat kedua alis. "Ohh, kau tidak ada pakaian ganti, ya?"

Yuhwa berpaling canggung. Toh, tidak ada yang dapat dilakukannya perihal yang satu itu. Yuhwa melarikan diri, tentu saja ia tidak membawa pakaian sama sekali. Selain pakaian, ia tidak punya camilan, ponsel, atau bahkan uang sepeserpun. Yuhwa memang sedang sangat sial saat itu.

Manajer Kim menghela napas rendah, kemudian melempar tatapan penuh iba pada sang gadis. "Kau masih muda, kenapa bisa berakhir seperti ini? Aku tidak tega. Nanti atau mungkin besok, aku akan kemari lagi membawa barang-barang yang mungkin kau perlukan,ya."

Yuhwa menggeleng cepat, tak ketinggalan telapak tangannya yang terlambai menolak. Menurutnya, manajer Kim sudah terlalu baik memberikan Yuhwa tempat untuk tinggal. Kurang ajar kalau ia meminta lebih barang-barang keperluan lainnya. Pasti akan sangat merepotkan. Untuk urusan itu biar ia cari cara lagi nanti.

"Tidak perlu! Itu.. biar aku beli di aplikasi online saja, mungkin?" tanggap gadis itu ragu.

"Tapi kau juga tidak punya uang."

Tepat sasaran. Faktanya, Yuhwa hanya akan mati di pinggir jalan kalau ia tidak bertemu dengan manajer Kim dan juga Hans. Oleh karena itu, sang gadis meringis kecil, menyadari bahwa dirinya terlalu menjadi beban bagi seseorang yang kelewat baik hati seperti manajer Kim.

"Sudah, tidak apa. Aku bisa mengambil pakaian member girlgroup yang tidak terpakai dari asrama mereka. Gadis-gadis itu kadang membuangnya sembarangan."

Mendengar kabar baik itu, senyum sang gadis merekah. Ia benar-benar hutang nyawa pada manajer Kim. Entah apa alasannya, tapi Yuhwa rasa pria paruh baya itu sangat-sangat baik hati.

"Kak! Ayo cepat! Lupa aku ada jadwal siaran radio pukul delapan nanti?"

Mengalihkan perhatian Yuhwa dan manajer Kim, Hans terlihat berdiri sembari memangku lengan di dekat tangga. Dengan tampilan yang lebih kasual, setidaknya Hans lebih nampak seperti manusia pada umumnya. Meski wajah polosnya tetap tampan, Yuhwa berani mengatakan bahwa riasan Hans tadi berhasil membuat pria itu terlihat seperti keluar dari dalam komik.

Sangat sempurna dan tidak nyata. 

Bisa dikatakan, Hans adalah pria paling tampan yang pernah Yuhwa temui. Pria mana lagi yang akan terlihat cocok mengenakan jaket bermotif macan selain Hans?, pikir Yuhwa.

"Tunggu, apa kau perlu menelepon keluargamu?" tegur manajer Kim menyadarkan lamunan sang gadis.

Mendengar itu, Yuhwa termenung. Bagaimanapun juga, keluarga adalah yang utama. Ia tentu ingin menghubungi kerabatnya, terutama disaat-saat terpuruk seperti ini. Tapi jika Yuhwa menghubungi siapapun yang ia kenal, apakah ada jaminan bahwa mereka akan aman tanpa mendapat kecaman dari sang paman?

Jadi, akan lebih baik jika Yuhwa diam seolah dirinya baik-baik saja tanpa menarik orang-orang terdekatnya masuk ke dalam permasalahan yang menimpanya.

Yuhwa mengulas senyum simpul, kemudian menggeleng pelan menanggapi. "Tidak perlu, kak. Terimakasih."

Hans berjalan mendekat, tanpa aba-aba pria itu mengambil alih ponsel dari tangan manajer Kim kemudian melemparkan benda persegi panjang tersebut ke arah Yuhwa. "Ambil itu!" seru Hans. Beruntung sang gadis bergerak cekatan untuk menangkap benda persegi tersebut.

"Hey, Hans!"

"Nanti aku belikan yang baru untuk kakak. Ayo kita pergi sekarang! Ah, iya! Lagipula, aku sudah pegang ini. Ia tidak akan bisa lari menipu kita."

Lengan Hans terangkat, sengaja menunjukkan kartu identitas Yuhwa yang terselip diantara kedua jarinya. Manajer Kim terlihat menggerutu sebal, tapi tak dapat berlaku apapun ketika Hans menarik kerah bajunya untuk segera angkat kaki.

Lagipula, kemana juga Yuhwa akan melarikan diri? Bisa-bisa nyawanya akan terancam untuk yang kesekian kalinya. Jadi untuk saat ini, rumah Hans adalah tempat teraman.

***

Dilihat dari luar bangunan serta interior mewah dan bagaimana Yuhwa telah mendeskripsikan rumah milik Hans tersebut, tidak akan ada orang yang percaya bahwa rumah itu hanyalah rumah normal yang isinya nyaris seperti kapal pecah. Bahkan Yuhwa sendiri tercengang ketika melihat tumpukan piring di atas wastafel, kaca jendela penuh debu, hingga keranjang baju kotor yang menumpuk di sudut kamar Hans.

Padahal Hans sendiri yang menyebutkan bahwa ia membayar orang untuk melakukan pekerjaan rumah. Tapi dari apa yang netra Yuhwa tangkap, sama sekali tidak terlihat seperti itu. Justru lebih seperti rumah mewah yang terbengkalai.

Mungkin karena jadwal pria itu kelewat penuh? Tapi tentu tidak bisa dijadikan alasan, karena sudah jelas yang bertanggung jawab soal kebersihan rumah bukanlah Hans. Entahlah, mungkin Hans memang tidak terlalu peduli dengan kebersihan.

Tapi Yuhwa sangat peduli.

Dari sudut ke sudut, tidak ada barang satu sentipun yang tidak terjamah tangan sang gadis. Ia bekerja keras membersihkan seluruh ruangan selama nyaris empat jam penuh, hingga jalannya terbungkuk-bungkuk karena nyeri punggung. Setidaknya, Yuhwa memang perlu melakukan itu demi membalas kebaikan Hans dan manajer Kim.

Selesai dengan pekerjaannya, Yuhwa merebahkan diri di atas kasur. Sedikit tak peduli dengan peluh serta kotor debu yang mungkin menempel pada tubuhnya. Toh, ia tidak punya pakaian ganti jika ingin mandi.

Obsidian hitam sang gadis menangkap ponsel milik manajer Kim yang tergeletak di atas kasur. Ia kemudian berpikir, apakah sopan jika Yuhwa menggunakan benda itu? Karena faktanya, manajer Kim tidak memberikan ponselnya secara cuma-cuma. Hans saja yang kurang ajar mencurinya kemudian menyerahkannya pada Yuhwa tanpa permisi.

"Sepertinya tidak apa," putus Yuhwa seraya meraih ponsel berwarna silver tersebut.

Pikirannya hanya satu, yaitu mencari identitas Lee Hans secara mendetail. Bagaimanapun juga, tidak baik jika sang pembantu tidak mengenali tuannya, kan? Karena identitas Hans tentu akan mudah ia dapatkan dimana-mana, segera saja sang gadis membuka laman pencarian dan mengetikkan nama Hans di sana.

Lee Hans, Leader grup Kpop dengan lima anggota, MINE.

Debut solo Lee Hans di tengah pesta akhir tahun.

Acting Lee Hans yang sukses menarik perhatian para sutradara film.

Membaca sekian kutipan yang terpampang pada laman pencarian di bawah nama Hans, Yuhwa tak dapat menahan rasa takjub akan setiap pencapaian yang dicetak oleh pria itu. Padahal, usianya dengan Yuhwa hanya berjarak empat tahun. Tapi Yuhwa yakin, bahwa tidak mungkin dirinya dapat berada di tempat yang sama dengan Hans sekarang dalam kurun waktu empat tahun ke depan.

Entah karena ia memang tidak punya bakat, atau fakta bahwa garis awal dan akhir setiap orang berbeda-beda.

Mungkin mimpinya adalah menjadi seorang model ternama yang wajahnya terpampang di sampul majalah mode. Tapi setelah segelintir kejadian yang membawa sang gadis bernaung di rumah Hans sekarang, semua impian itu semata adalah cuitan burung di pagi hari. Baik burung dan impian Yuhwa, keduanya terlalu tinggi untuk ia raih. Akan sangat cukup baginya untuk dapat menikmati nyanyian burung tersebut setiap pagi.

Lalu, bagaimana dengan Hans? Bukankah pria itu juga terlalu tinggi untuk sekedar menengok kondisi Yuhwa yang berada jauh di bawahnya? Lantas, kenapa Hans mau berbaik hati memberinya tempat tinggal secara cuma-cuma? Seharusnya, ada sesuatu selain rasa kasihan, kan?

Tapi, apa?

KRINGG~

Belum sempat memutar otak akan kejadian pertemuannya dengan Hans, gadis itu nyaris melempar ponsel dari tangannya begitu benda tersebut bergetar hebat diiringi dengan tampilan layar yang berubah menunjukkan sebuah panggilan masuk.

Menyentuh tombol hijau ragu-ragu, Yuhwa kemudian berbisik pelan, "H-halo?"

"Jihun? Ah.. apa aku salah menghubungi? Tidak kok. Ini nomor Jihun, kan?" sahut seseorang di seberang telepon.

Bola mata Yuhwa bergetar, gadis itu sengaja menjauhkan ponsel dari telinganya untuk memastikan sekali lagi nama yang tersimpan di ponsel.

Ibu Hans.

Menggigit bibir gugup, Yuhwa pun menjawab, "Iya.. Ini nomor ponsel Manaj—maksudku, Kak Jihun."

"Kalau begitu.. siapa ini? Apa aku bisa berbicara dengan Jihun sebentar?"

Sekarang Yuhwa harus menjawab apa? Apakah berkata jujur bahwa Manajer Kim dan Hans sedang ada jadwal di luar sementara ia berada di rumah Hans? Bagaimana kalau ibu Hans bertanya-tanya mengenai eksistensinya di rumah Hans? Apa Yuhwa hanya akan mengaku sebagai asisten rumah tangga? Sepertinya begitu, tapi bagaimana jika ia salah bicara dan membuat situasi menjadi kacau?

Ingin sekali rasanya Yuhwa segera memutus sambungan telepon. Tapi tentu hal tersebut tidak patut untuk ia lakukan. Selain tak sopan, bagaimanapun juga ponsel di tangannya adalah milik Manajer Kim. Kalau ia salah bicara atau salah bertindak, tentu Manajer Kim lah yang akan kena masalah.

Dan setelah itu terjadi, bisa-bisa ia ditendang keluar dari rumah Hans. Jika ia kembali bertemu dengan pamannya atau salah satu dari komplotan penjual organ, habis sudah nyawa Yuhwa.

"Halo?" sahut suara di seberang telepon lagi.

"Eh, ya? I-itu.. Kak Jihun tak sengaja meninggalkan teleponnya di rumah. Sepertinya akan pulang tak lama lagi." Jawaban Yuhwa membuat bulu kuduk sang gadis berdiri, takut-takut kalau nyatanya salah satu atau kedua dari pria penghuni rumah tak akan kembali dalam waktu dekat.

Hening sejenak, hingga ibu Hans kembali bersuara, "Ah begitu.. Jadi apakah kau.. Kekasih baru Hans?"

"Apa?! T-tentu saja bukan!" elak sang gadis sembari tertawa hambar.

Hal tersebut juga membuat Yuhwa menduga-duga, bagaimana mungkin seorang ibu berkata seperti itu soal anaknya sendiri?! Apakah Hans memang dikenal suka bergonta-ganti wanita? Wah gila! Kalau iya, sepertinya Yuhwa mendapat sebuah berita besar.

Bukankah itu sebuah senjata yang Yuhwa perlu jaga baik-baik? Siapa tahu Hans mengusirnya suatu saat, maka ia bisa menyebarkan berita tersebut keseluruh penjuru Korea dan karier pria itu akan hancur dalam sekejap mata.

Membayangkan itu, Yuhwa lantas tersenyum samar.

"Oh maaf kalau aku salah. Habisnya.. Setahuku Hans tak pernah membawa gadis yang bukan kekasihnya ke rumah rahasianya," ujar ibu Hans, "atau kau adalah stylist dari perusahaan Hans?"

Benar! Setiap artis pasti membutuhkan seorang penata gaya, dan sangat mungkin juga mereka mampir ke rumah pribadi sang artis sekedar memastikan pakaian yang akan digunakan cukup dan sesuai. Kenapa Yuhwa tidak kepikiran? Ia kan juga tidak terlalu buruk dalam dunia fashion. Kalau sesuatu darurat terjadi, tidak terlalu sulit bagi Yuhwa untuk menyamar menjadi seorang penata gaya.

Menarik senyum kucing, Yuhwa membalas, "Betul, aku Yuhwa, stylist yang dikirimkan oleh agensi Lee Hans."

"Nama yang cantik!," puji wanita di seberang telepon, "kalau begitu, bisakah aku meminta bantuanmu?"

"Tentu saja, Bi!"

"Aku akan mengganti nomor ponselku, jadi mungkin aku akan meminta Jihun menghubungiku di lain waktu. Bisa tolong kaucatat nomor baruku?"

"Ah begitu.. Baiklah, Bi. Tunggu sebentar biar aku cari pulpen dulu," ucap Yuhwa sembari menebar pandangannya ke sekeliling ruangan.

Tak menemukan benda yang dicari di kamarnya, mau tak mau Yuhwa pun mengambil langkah cepat menuju ruangan beraroma bergamot di lantai dua, kamar Hans. Mengambil kertas serta bolpoin bewarna abu-abu yang sempat ia temui di dalam laci nakas saat merapikan kamar Hans tadi.

Tapi benda lain di dalam laci berhasil menarik penuh perhatian sang gadis. Tangannya yang sudah menyentuh ujung kertas pun beralih, meraih secarik kertas warna-warni yang menempel di bagian dasar laci kayu tersebut. Yuhwa sempat membolak-balikkan benda di tangannya, yaitu sebuah perangko kartun dengan potongan tidak rapi di setiap sisi.

Kening Yuhwa lantas mengerut heran, tidak ingin membuat spekulasi buruk meski hal tersebut juga yang membuat keringat dinginnya perlahan turun. Logikanya bekerja cepat, hingga ia pun segera menengok lebih jauh ke dalam laci dan mencoba untuk mencari benda lain yang sekiranya dapat mematahkan asumsi buruknya.

Nyatanya Yuhwa telah membuat pilihan yang salah. Alih-alih sesuatu yang menyangkal, justru ia menemukan sebuah benda yang dapat mendukung asumsi buruknya tersebut.

Di sudut bagian terdalam laci, ia menemukan botol kecil dengan tutup hitam. Badan botol kaca tersebut diselimuti oleh label putih bertuliskan LSD.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status