Share

Bab 2

"Putri, kenapa rambut mu? Kayak abis berantem." Pagi ini, aku menuruni anak tangga sebelum berjalan menuju dapur. Dihadang oleh pertanyaan dengan keheranan dari mama mertua cantik yang punya dua anak laki-laki dan salah satunya suamiku mas Daniel yang sombong itu.

"Gagal ma!" Aku menjawab lesu begitu sampai di undakan bawah.

"Kok, bisa! Apa lingerie kurang hot dan seksi?" Mama mertua ku yang sudah lebih dulu dibawah lantai dasar mengernyit kan dahi penuh keheranan.

Aku menarik napas pelan dengan berat aku bertanya.

"Mama yakin, kalau Mas Daniel suka sama cewek?" Tanyaku lirih saat jarak mama mertua dengan tidak terlalu jauh.

"Yakin lah!" Tak ada keraguan ku temukan saat mama mertuaku menjawab. Jika sudah begini siapa yang salah?

"Terus, kenapa Mas Daniel kayak jijik ya, Ma.. sama putri, apa putri jelek gitu?".

Mama mertua menggeleng lantas menatap ku sendu.

"Siapa bilang kamu jelek?"

Nggak ada sih yang bilang aku jelek, cuma dari cara suamiku bersikap dan menatap ku bahkan menegaskan kalau sama sekali aku nggak menarik baginya.

"Apa karena putri cewek miskin, makanya Mas Daniel jijik?"

"Enggak sayang, jangan merendahkan diri seperti itu ya! Kita semua sama kok Dimata tuhan."

Aku beruntung bukan? Dapat mama mertua yang baik. Bukan seperti emak-emak mertua yang menyeramkan seperti di drama-drama tv dan curahan hati di medsos yang menjadi bahan favorit masyarakat di jaman milenial ini.

*******

"Ma, pergi dulu ya." Mas Daniel telah siap dengan pakaian kasual dan kamera DSLR yang menggantung dileher, membuat ku dan mama mertua yang tengah bercengkrama di ruang tengah tersentak.

"Kemana lagi? Kemaren mancing, hari ini mau jadi fotografer, waktu buat istri kamu kapan, Dan?"

Aku meremas pelan jariku dan menunduk kebawah ketika Mas Daniel menatap ku tak bersahabat begitu sang mama mengolok dirinya.

"Pokoknya mama nggak mau tahu, kalau mau pergi bawa putri."

"Tapi, Ma...?"

"Nggak usah Ma." Aku buru-buru menyela, aku nggak mau pergi sama laki-laki yang sombong ini pasti dia berpikir aku ini adalah beban buatnya.

"Tuh, kan putri aja nggak mau?"

Aku bangkit dan buru-buru ke kamar. Saat merasakan diri ini tak dianggap dan beban buat lelaki kaya seperti mas Daniel.

"Dasar cengeng! Buruan ganti baju!" Aku yang terisak dipojok kamar langsung terkejut saat menyadari Mas Daniel menyusul langkah ku kamar.

"Mau ngapain?" Tanyaku meski dengan perasaan sesak

"Jalan lah, apalagi!" Jawabnya ketus

"Enggak, aku mending dirumah aja nanti kamu malu?"

"Dasar baperan!"

"Dasar sombong, aku nggak mau ikut!"

"Dasar cengeng!"

"Emang nya kalau mau pergi sama mas, harus ada pemaksaan gitu?" Tanyaku

"Harus ikut! Jangan membantah kata suami!! kalau suami bilang ikut ya ikut!"

What's, apa aku tidak salah dengar suami!

Ya ampun sejak kapan pabrik gula pindah kesini, kok rasanya manis bener pas dia menyebut dirinya sebagai suami aku.

Duh, kan.... pipiku merona dan bibirku tersenyum tipis kayak mimpi sih, tapi nanti dia pasti menyadarkan ku di alam yang nyata, tapi nggak apa-apa dikit aja mengkhayalkan biar ada rasa manis manisnya gitu. Hehe....

******

Suamiku yang katanya hobi dari kecil fotografi, tampak fokus dengan kamera di tangan. Asal menemukan objek yang indah wisata alam yang akan kami kunjungi, dia akan mengambil gambar dan menjepret spot yang bagus dari berbagai sudut.

Keberadaan ku disini tak lebih sebagai pelengkap yang mendampingi dia untuk menyalurkan hobi. Jangan kan untuk mengajak mengobrol sesekali, menoleh saja yang berjalan disampingnya pun tidak. Miris ya bagai tak dianggap.

Benar, aku seperti tak terlihat oleh matanya.

Tahan.... jangan menangis nanti dikatain baperan, cengeng!!

"Dan, sebenarnya bini lu tuh putri, apa kamera?"

Mas Daniel mengehentikan aksi jeprat-jepret ketika ada seseorang yang menegur nya.

Dia... Evan, kan? sepupu suamiku?

"Apaan sih... elu, masa iya gue foto-foto sambil gandeng tangan dia! Ngaco lu!" Mas Daniel akhirnya bersuara setelah sekian lama diam dan fokus dengan kamera kesayangan.

Evan mendengus kecil

"Yaudah, pinjam bini elu bentar  ya, Dan."

Suamiku menatap sepupunya nya dengan tatapan tajam dan waspada.

What's? pinjam dibilang Evan? emang apa dipikirnya aku ini barang atau korek api, seenaknya bilang pinjam.

"Pinjam buat apaan?" sahut suamiku dengan pandangan galak.

"Mau diajak foto bareng, terus aku kirimin ke Shela. Biar dia tau kalau gue udah move on."

"Lah...ya, jangan bini gue juga kali, yang elu jadiin pacar abal-abal!"

Duh... ada aroma-aroma bau kecemburuan, aku suka! aku suka!

"Alah..... pinjam bentar, lima menit nggak lama kok."

"Terserah deh, terserah elu!"

Evan menarik tanganku dan membuat kami dan dirinya sedikit menyingkirkan dari hadapan Mas Daniel.

"Satu.....dua..... ti....."

Aku  buru-buru menjauhkan wajah ku saat Evan secara tiba-tiba ingin mengecup pipiku. lancang juga adik Mas Daniel ini. Apa dia ingin merasakan kecupan sendal jepit yang kupakai melayang ke wajahnya?

"Heh! apa-apaan elu! jangan mendahului gue buat cium- cium si putri! itu jatah gue yang belum gue ambil." Mas Daniel berjalan dan mendekati kami dengan wajah yang marah

Jatah yang belum diambil? kok aku jadi bingung sih, padahal malam kemaren aku berusaha mati-matian untuk menggodanya dengan balutan lingerie seksi agar dia tergoda dan membuat dedek bayi.

Ehhhh .... salah dedek bayi buat ibu mertuaku lebih cocok nya. Karena umur Mas Daniel ini sudah tuir alias sudah tua, hehe....

Tapi... kok, ya ampun Mas Daniel menyamakan aku dengan jatah beras raskin, dih.... tega kamu Mas...

"Apa? jadi elu belum ngapa-ngapain si putri?"

Mas Daniel nampak salah tingkah saat Evan mencecar dengan pertanyaan maut itu.

"Rugi elu, punya bini nggak di apa-apain."

komentar Evan sedikit banyak membuat perbedaan ekspresi di wajah Mas Daniel.

"Apa gue yang harus wakil kan?" pertanyaan Evan yang nyeleneh ternyata sukses memancing tangan suamiku menonyor kening sepupunya.

"Sembarangan elu kalo ngomong!"

Evan tertawa tanpa rasa berdosa.

"Putri, ayo pulang! unfaedah ngomong sama pakboy kayak dia." Mas Daniel menggandeng tangan ku ketika dia mencibir  sepupunya yang sedari tadi terus- menerus cengar-cengir nggak jelas.

Ya, ampun mimpi apa aku tadi malam? ini beneran mas Daniel menggenggam tanganku?

So, sweet banget nggak, sih?

serasa seperti di film-film Korea rasanya menyelamatkan ku dari para penjahat.

Tuh, kan rasa halu aku selalu menghampiri otak ku, korban drakor, sih.... makanya halu!

*******

hai para pembaca bantu follow ya.

jangan lupa yang panjang lebar ya.

terima kasih...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status