"Putri, kenapa rambut mu? Kayak abis berantem." Pagi ini, aku menuruni anak tangga sebelum berjalan menuju dapur. Dihadang oleh pertanyaan dengan keheranan dari mama mertua cantik yang punya dua anak laki-laki dan salah satunya suamiku mas Daniel yang sombong itu.
"Gagal ma!" Aku menjawab lesu begitu sampai di undakan bawah.
"Kok, bisa! Apa lingerie kurang hot dan seksi?" Mama mertua ku yang sudah lebih dulu dibawah lantai dasar mengernyit kan dahi penuh keheranan.
Aku menarik napas pelan dengan berat aku bertanya.
"Mama yakin, kalau Mas Daniel suka sama cewek?" Tanyaku lirih saat jarak mama mertua dengan tidak terlalu jauh.
"Yakin lah!" Tak ada keraguan ku temukan saat mama mertuaku menjawab. Jika sudah begini siapa yang salah?
"Terus, kenapa Mas Daniel kayak jijik ya, Ma.. sama putri, apa putri jelek gitu?".
Mama mertua menggeleng lantas menatap ku sendu.
"Siapa bilang kamu jelek?"
Nggak ada sih yang bilang aku jelek, cuma dari cara suamiku bersikap dan menatap ku bahkan menegaskan kalau sama sekali aku nggak menarik baginya.
"Apa karena putri cewek miskin, makanya Mas Daniel jijik?"
"Enggak sayang, jangan merendahkan diri seperti itu ya! Kita semua sama kok Dimata tuhan."
Aku beruntung bukan? Dapat mama mertua yang baik. Bukan seperti emak-emak mertua yang menyeramkan seperti di drama-drama tv dan curahan hati di medsos yang menjadi bahan favorit masyarakat di jaman milenial ini.
*******
"Ma, pergi dulu ya." Mas Daniel telah siap dengan pakaian kasual dan kamera DSLR yang menggantung dileher, membuat ku dan mama mertua yang tengah bercengkrama di ruang tengah tersentak.
"Kemana lagi? Kemaren mancing, hari ini mau jadi fotografer, waktu buat istri kamu kapan, Dan?"
Aku meremas pelan jariku dan menunduk kebawah ketika Mas Daniel menatap ku tak bersahabat begitu sang mama mengolok dirinya.
"Pokoknya mama nggak mau tahu, kalau mau pergi bawa putri."
"Tapi, Ma...?"
"Nggak usah Ma." Aku buru-buru menyela, aku nggak mau pergi sama laki-laki yang sombong ini pasti dia berpikir aku ini adalah beban buatnya.
"Tuh, kan putri aja nggak mau?"
Aku bangkit dan buru-buru ke kamar. Saat merasakan diri ini tak dianggap dan beban buat lelaki kaya seperti mas Daniel.
"Dasar cengeng! Buruan ganti baju!" Aku yang terisak dipojok kamar langsung terkejut saat menyadari Mas Daniel menyusul langkah ku kamar.
"Mau ngapain?" Tanyaku meski dengan perasaan sesak
"Jalan lah, apalagi!" Jawabnya ketus
"Enggak, aku mending dirumah aja nanti kamu malu?"
"Dasar baperan!"
"Dasar sombong, aku nggak mau ikut!"
"Dasar cengeng!"
"Emang nya kalau mau pergi sama mas, harus ada pemaksaan gitu?" Tanyaku
"Harus ikut! Jangan membantah kata suami!! kalau suami bilang ikut ya ikut!"
What's, apa aku tidak salah dengar suami!
Ya ampun sejak kapan pabrik gula pindah kesini, kok rasanya manis bener pas dia menyebut dirinya sebagai suami aku.
Duh, kan.... pipiku merona dan bibirku tersenyum tipis kayak mimpi sih, tapi nanti dia pasti menyadarkan ku di alam yang nyata, tapi nggak apa-apa dikit aja mengkhayalkan biar ada rasa manis manisnya gitu. Hehe....
******
Suamiku yang katanya hobi dari kecil fotografi, tampak fokus dengan kamera di tangan. Asal menemukan objek yang indah wisata alam yang akan kami kunjungi, dia akan mengambil gambar dan menjepret spot yang bagus dari berbagai sudut.
Keberadaan ku disini tak lebih sebagai pelengkap yang mendampingi dia untuk menyalurkan hobi. Jangan kan untuk mengajak mengobrol sesekali, menoleh saja yang berjalan disampingnya pun tidak. Miris ya bagai tak dianggap.
Benar, aku seperti tak terlihat oleh matanya.
Tahan.... jangan menangis nanti dikatain baperan, cengeng!!
"Dan, sebenarnya bini lu tuh putri, apa kamera?"
Mas Daniel mengehentikan aksi jeprat-jepret ketika ada seseorang yang menegur nya.
Dia... Evan, kan? sepupu suamiku?
"Apaan sih... elu, masa iya gue foto-foto sambil gandeng tangan dia! Ngaco lu!" Mas Daniel akhirnya bersuara setelah sekian lama diam dan fokus dengan kamera kesayangan.
Evan mendengus kecil
"Yaudah, pinjam bini elu bentar ya, Dan."
Suamiku menatap sepupunya nya dengan tatapan tajam dan waspada.
What's? pinjam dibilang Evan? emang apa dipikirnya aku ini barang atau korek api, seenaknya bilang pinjam.
"Pinjam buat apaan?" sahut suamiku dengan pandangan galak.
"Mau diajak foto bareng, terus aku kirimin ke Shela. Biar dia tau kalau gue udah move on."
"Lah...ya, jangan bini gue juga kali, yang elu jadiin pacar abal-abal!"
Duh... ada aroma-aroma bau kecemburuan, aku suka! aku suka!
"Alah..... pinjam bentar, lima menit nggak lama kok."
"Terserah deh, terserah elu!"
Evan menarik tanganku dan membuat kami dan dirinya sedikit menyingkirkan dari hadapan Mas Daniel.
"Satu.....dua..... ti....."
Aku buru-buru menjauhkan wajah ku saat Evan secara tiba-tiba ingin mengecup pipiku. lancang juga adik Mas Daniel ini. Apa dia ingin merasakan kecupan sendal jepit yang kupakai melayang ke wajahnya?
"Heh! apa-apaan elu! jangan mendahului gue buat cium- cium si putri! itu jatah gue yang belum gue ambil." Mas Daniel berjalan dan mendekati kami dengan wajah yang marah
Jatah yang belum diambil? kok aku jadi bingung sih, padahal malam kemaren aku berusaha mati-matian untuk menggodanya dengan balutan lingerie seksi agar dia tergoda dan membuat dedek bayi.
Ehhhh .... salah dedek bayi buat ibu mertuaku lebih cocok nya. Karena umur Mas Daniel ini sudah tuir alias sudah tua, hehe....
Tapi... kok, ya ampun Mas Daniel menyamakan aku dengan jatah beras raskin, dih.... tega kamu Mas...
"Apa? jadi elu belum ngapa-ngapain si putri?"
Mas Daniel nampak salah tingkah saat Evan mencecar dengan pertanyaan maut itu.
"Rugi elu, punya bini nggak di apa-apain."
komentar Evan sedikit banyak membuat perbedaan ekspresi di wajah Mas Daniel."Apa gue yang harus wakil kan?" pertanyaan Evan yang nyeleneh ternyata sukses memancing tangan suamiku menonyor kening sepupunya.
"Sembarangan elu kalo ngomong!"
Evan tertawa tanpa rasa berdosa.
"Putri, ayo pulang! unfaedah ngomong sama pakboy kayak dia." Mas Daniel menggandeng tangan ku ketika dia mencibir sepupunya yang sedari tadi terus- menerus cengar-cengir nggak jelas.
Ya, ampun mimpi apa aku tadi malam? ini beneran mas Daniel menggenggam tanganku?
So, sweet banget nggak, sih?
serasa seperti di film-film Korea rasanya menyelamatkan ku dari para penjahat.Tuh, kan rasa halu aku selalu menghampiri otak ku, korban drakor, sih.... makanya halu!
*******
hai para pembaca bantu follow ya.
jangan lupa yang panjang lebar ya.terima kasih...Laper nggak?" Tanya Mas Daniel sambil melangkah menuju tempat mobil diparkir kan."Kenapa?""Mau ngajak kamu makan lah, masa iya mau ngajak kamu berantem."Dasar nyelekit!Kami pun meninggalkan area wisata dan memilih untuk makan mie ayam langganan suamiku. Katanya tempatnya terkenal enak, murah dan higienis. Ih.... tau aja si akang kalo aku laper.Nggak nyangka kalo orang kaya seperti Mas Daniel ini suka makan ditempat yang murah, ternyata perhitungan juga.Baru hendak memasuki warung mie ayam lesehan langganan suamiku, tatapan mata tajam dari beberapa orang gadis yang keluar dari warung mie ayam, membuatku tak nyaman."Aduh..... seleranya, ganteng sih....." Salah seorang diantara mereka nyeletuk sesaat setelah menatap sekilas pada ku dan Mas Daniel.Ya ampun... Apa mereka sedang menertawakan Mas Daniel karena menikah dengan ku yang miskin ini dan tak cantik seperti mereka."Kirain, habis mutusin kamu bakala
"Serius nggak tertarik?" Aku menanggalkan rasa malu untuk sementara waktu saat berjalan mendekati dia. Laki-laki sombong yang bergelar suami yang kesannya selalu menganggap remeh diriku."Apa.... Aku kurang seksi, Mas?" Suara manja menggoda melengkapi aksi yang bahkan nggak pernah masuk di otak ku ini.Beneran, ini spontan saja.Mas Daniel menatapku sinis sambil bergidik ngeri, seperti ilfill melihatku yang memang agak lebay. Habisnya gimana lagi, dari pada aku tambah malu mending berbuat konyol sekalian."Buruan, sana pakai rok atau celana. Nggak ada bagus-bagus nya tau kayak gitu."Dasar jaim! Padahal keliatan banget dia lagi nahan diri buat nggak tergoda. Buktinya dia nggak berani lihat aku lama-lama.Aku pun mengambil celana tartan motif kotak untuk mengakhiri keadaan awkward."Tidur! Jangan bergadang, jangan main hape terus." Mas Daniel memperingatkan begitu aku menyusul menaiki ranjang dan berbaring disampingnya. Lelaki entah ba
"Kamu akan tetap disini." Mas Daniel menahan tanganku dengan raut wajah yang tegas. Membuatku yang hampir saja menarik langkah, tapi tetap bertahan ditempat yang rasanya tak pantas buatku."Karen, berhentilah mengolok-olok apalagi mengejek dia, karena dia itu... Istriku!"Aku mendongak menatap Mas Daniel yang tengah berbicara pada si rambut pirang. Ada yang berdesir di dadaku ketika akhirnya, Mas Daniel mau mengakui status aku sebagai istri didepan gadis sombong itu.Ya ampun, kok jadi pengen joget-joget kayak film India,"Kau ... Jadikan aku ... Wanita yang kau pilih..."Romantis banget sih, serasa jadi wanita wanita yang di film Korea menyelamatkan pujaan hati nya.Tapi nggak mungkin lah aku melakukan hal kayak gitu, yang ada malah dikatain norak, kampungan!"Apa? Kamu seriusan suka sama bocah kampungan itu, Daniel?" Muka si banaspati, eh, salah, muka Karen berubah jadi semerah tomat busuk pas mendengar pengakuan Mas Daniel.Mas Dani
"Drama murahan macam apa ini? Berani sekali kau menggoda istriku!" Gigi Mas Daniel bergemeretak dengan wajah yang terlihat semakin garang.Benarkah dia cemburu? Bukan kah dia bilang aku ini sama sekali nggak menarik?Kartu nama itu ku tatap sekilas, dan ternyata namanya Sebastian Gunawan."Aku pernah lihat kamu... Jalan dengan... Lita. Apa kalian sudah putus?" Tanyanya dengan mengejek. "Rasanya... belum ada sebulan ini aku melihat kalian berdua jalan bersama."Jadi laki-laki ini tau tentang Lita? mantan Mas Daniel.Mas Daniel diam. Berarti apa yang diungkapkan lelaki yang baru ku ketahui namanya Bastian ini, betul!"Ayo, Putri. Kita pulang sekarang."Aku menatap ragu Bastian sebelum kartu nama miliknya aku sambar dengan cepat dan aku masukkan kedalam tas jinjing kecil yang aku bawa."See you again." Bastian mengulas senyum sebelum aku dan Mas Daniel benar-benar berlalu jamuan makan malam orang-orang berkelas ini.Jujur s
Tanpa ingin tahunya bagaimana dia berekspresi selangkah, iseng ku simpan nomor ponsel milik cowok gondrong yang kini berambut cepak.Bukan karena aku ke gatalan loh,ya. Jujur, aku sedikit penasaran atas pengetahuan nya tentang hubungan suamiku dan Lita yang katanya masih hangat sekitar sebulan lalu. Lah, bukan kami sudah menikah? Jadi maksudnya Mas Daniel bermain dibelakang ku?Setelah tersimpan, aku mencoba menghubungi nomor kontak lelaki itu."Halo?" Suara Bastian memenuhi rongga telinga saat telepon kami bersambung."Aku butuh teman curhat." Aku menyahut dingin ucapannya."Wow, ini mbak kasir yang di jodohin sama cowok tajir mantan Lita itu kan?" Dari nada bicaranya, Bastian terdengar begitu yakin saat menerka siapa aku."Iya betul.""Ada masalah apa menelepon ku malam-malam begini, mbak kasir?"
“Mas,turunin!” Aku berucap dengan melotot saat menatapnya yang terus memandang lurus ke depan.Mas Daniel cuek dan tetap membopongku sampai ke kamar. Orang yang melihat aksinya saat ini pasti mengira jika kami adalah pasangan serasi yang sedang kasmaran, bahkan dia menggunakan kaki kanannya saat mendorong pintu untuk membuka. Sudah seperti pengantin baru yang sedang dimabuk cinta bukan?Pun saat menutup pintu pasca kami masuk lagi ke kamar, dia pun mendorong dan memastikan pintu tertutup rapat dengan sebelah kakinya.Namun, gayanya yang membopong ala bridal style berakhir ketika kami sudah berdua saja dikamar ini. Tanpa kata-kata, dihempaskan nya tubuhku ke atas ranjang tanpa perasaan.“Aw!” Aku mengaduh sembari memegangi punggung ku. Meski tempat tidur ini empuk, rasanya nggak enak banget lah dihempaskan begitu.“Kasar banget, sih! Jadi cowok!” Aku mengomel kesal padanya yang sesuka hati melempar k
Tampak sekali Mas Daniel tersulut emosi saat aku menyebut nama mantan kekasih yang mungkin saja berhubungan baik dengannya sampai sejauh ini. Apakah tuduhan ku benar. Jujur aku mengakui hatiku, bergemuruh saat mencoba menafsirkan ekspresi wajahnya. "Dan, ingat, kamu sudah punya istri. Jangan memberi celah pada wanita untuk memporak-porandakan nasib pernikahan kalian." Papa mertua terdengar bersuara. Membuat sesuatu yang ada disini terdiam. Pun begitu dengan Mas Daniel, dia terlihat seperti anak baik-baik yang enggan membantah perkataan orang tua. "Kamu perlu ingat satu hal. Kamu sudah mengambil tanggung jawab atas Putri saat mengucapkan ijab Kabul di depan penghulu, Daniel..." "Iya, pa." "Perkara kalian mau pindah kerumah baru atau tetap disini, papa membebaskan. Tergantung Putri saja." Ucapan papa mertua terdengar bijaksana. " Tapi menurut Mama, Putri lebih baik tinggal disini deh pa! Papa tau kan dari dulu Mama pengen
Kata-kata itu terdengar tajam bagai belati yang menusuk dalam sampai ke ulu hati.Ya Rabb, benarkah kesucian ini yang ku jaga selama ini harus terenggut dalam situasi dan kondisi mencekam seperti ini? Keadaan yang bahkan jauh dari kata romantis?Sungguh, bukan dengan jalan seperti ini yang kuinginkan menjadi akhir dari penjagaan kesucian seorang Putri Melani.Dengan napas menderu, mataku yang masih dipenuhi bias kaca, menatap nyalang wajah lelaki yang ternyata tak berperasaan ini.Aku benar-benar tak habis pikir. bagaimana bisa orang tua yang pembawaan lemah lembut dan bijaksana, memiliki penerus seperti laki-laki yang tengah berdiri kaku dihadapan ku.Aku merasakan tulang ku membeku saat matanya menatapku dengan tatapan buas yang mengancam. Persis seperti pemburu yang mengincar sasarannya.“Jangan pernah berharap menyentuhku, apalagi memaksaku! Aku tidak sudi!” aku berteriak lantang saat Mas Daniel terlihat semakin tertarik untu