Share

Bab 6 : Punya Mama Sab

“Aku punya ibu.”

Beberapa menit yang lalu Maha kembali berdebat dengan Kenzo. Bocah yang umurnya hanya terpaut beberapa bulan saja itu sudah berdiri berhadapan dan adu argumen. Maha bahkan sudah menampilkan wajah masam dengan mata menyipit. 

“Tidak punya, kamu itu cuma punya papa, jangan bohong!” Kenzo, teman sekelas yang paling menyebalkan untuk Maha. Entah kenapa mereka seperti musuh bebuyutan, padahal sama-sama bau kencur, tapi soal sombong menyombong sudah melebihi orang dewasa. 

Dua murid berseragam olahraga itu masih saja berdebat di ruang senam sekolah mereka, hingga Miss Farah - sang guru mendekat. Ada perintah dari atasannya untuk mengajak dua anak itu ke ruang kepala sekolah.

“Maha, Kenzo kenapa sih kalian berdua itu tidak bisa rukun? Miss sampai bingung atau Miss yang salah ya? Tidak bisa mengajari kalian bagaimana cara berteman yang baik?” Miss Farah menggandeng Maha dan Kenzo di kiri dan kanan, sedangkan dua bocah itu berjalan sambil menunduk. Seolah sadar akan kesalahan yang sudah mereka perbuat.

Sesampainya di depan ruang kepala sekolah, Miss Farah langsung membuka pintu. Siapa sangka saat melihat Sabrina di sana timbul perasaan aneh di hati Maha. Bocah itu ingin menunjukkan ke Kenzo bahwa dia memiliki ibu. Ya, Ibu. Sebentar lagi akan diadakan study wisata ke kebun binatang. Teman-temannya pasti akan didampingi papa dan mama. Maha juga menginginkan hal itu, dia yang sangat mendamba sosok ibu seketika menghambur ke arah Sabrina. Memeluk pinggang wanita itu dan mengucapkan kata-

“Mama!”

Sabrina melongo, begitu juga dengan Gama yang heran dengan tingkah putranya. Terlebih lagi ibunda Kenzo yang baru saja mengatai Sabrina adalah pengasuh Maha, mulutnya menganga sampai rahangnya hampir terlepas.

Mendapati bocah itu memeluk sangat posesif, Sabrina pun merasakan ada yang aneh di dalam hati. Tangan kanannya bergerak tanpa bisa dia kendalikan untuk mengusap punggung Maha. Bibirnya memulas senyum, entah kenapa dia suka bau cologne yang digunakan anak itu.

“Mama cantik hari ini.”

“Hah!”

Sabrina terbengong seolah baru sadar dengan panggilan yang Maha berikan kepadanya, padahal dia sudah merasa salah kostum sampai dihina oleh ibunda Kenzo sebagai pengasuh. 

Namun, pujian dari Maha sukses membuat pipi Sabrina merona. Ia juga heran, bocah yang kemarin hanya diam saja saat dia antar pulang itu kini ramah bahkan terus melempar senyum manis. 

Gama sendiri paham, dia tahu apa yang ada dipikiran putranya. Pria itu menoleh menatap tajam ibunda Kenzo, pengacaranya lalu kepala sekolah. Dengan tegas Gama pun bertanya, 

“Apa yang anda inginkan sekarang? Bukankah Anda yang menyerang Sabrina duluan dengan menjambak rambutnya? CCTV terpasang di semua sudut sekolah ‘kan? kalau masalah anak kecil bertengkar menurut saya wajar, tapi di sini saya jelas akan menuntut Anda dengan tuduhan penyerangan.”

Ibunda Kenzo mengulum bibir, dia senggol pengacaranya yang malah nampak bingung. Saat menoleh, pengacara itu mengernyit karena kliennya malah pura-pura batuk.

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk damai, tapi Gama menginginkan Maha dipindah kelas. Ia tidak ingin mental anaknya terganggu karena sering diejek tidak punya ibu oleh Kenzo. Ia takut dengan kemungkinan siswa lain yang akan ikut-ikutan.

“Kenapa? aku tidak takut diejek, aku ‘kan punya mama Sab,” celoteh Maha yang membuat mata semua orang kini tertuju ke Gama.

Pria itu bingung, apa lagi saat Sabrina menatapnya dengan sorot mata yang tak kalah bingung darinya. Gama tak tahu harus berbuat apa, tapi sebuah kalimat bijak dia pakai untuk menjawab Maha.

“Kalau Maha janji tidak akan bertengkar lagi dengan teman, Maha tetap boleh berada di kelas yang lama.”

“Janji, tidak ada yang akan mengejek aku lagi, aku sudah punya mama,” jawab Maha dengan senyuman lebar. “Mama Sablina,” imbuh bocah itu yang seketika tidak bisa mengucapkan huruf ‘r’.

_

_

Sabrina terdiam, tangannya bertaut di atas paha. Lagi-lagi Gama tidak mau dia yang membawa mobil. Pria itu melirik jam di dashboard, melihat pukul sebelas hanya kurang sepuluh menit lagi, Gama pun memutuskan untuk langsung pergi ke PG Group.

“Sab, lusa pemotretan di Be Hotel apa kamu sudah memastikan bahwa MUA yang digunakan bukan Zack?”

Pertanyaan Gama membuat Sabrina gelagapan, dia menoleh lalu mengangguk. “sudah Pak, saya tahu dari bu manager kalau dia pernah … “ Sabrian menjeda kata, dia sungkan melanjutkan kalimat. 

Bukan tanpa alasan Gama tak menyukai Zack. Karena tidak memiliki istri, banyak orang yang menyangka dia penyuka sesama jenis, salah satunya pria bernama Zack – yang bekerja sebagai make up artis, pria itu bahkan berani menggoda dan membuat Gama jijik.

Padahal jelas Gama adalah pria tulen, pikiran orang tentang Maha yang anak pungut sebagai alibi penyimpangan seksual Gama itu salah besar.

“Aku pria betulan Sab, aku bukan pria jadi-jadian,” ujar Gama sambil melirik Sabrina. Ia tersenyum dan malah membuat sang asisten merasa tak enak hati.

“Kenapa Anda bilang ke saya?”

“Apa?” Gama seketika cengo. Ia bahkan mengerjab beberapa kali karena bingung bagaimana merespon pertanyaan Sabrina.

***

Sementara itu, di sudut lain dari kota ini seorang wanita duduk diam di mobil sambil menggigiti kuku jari. Ia bingung karena sebuah vonis dari dokter membuatnya takut untuk memberitahu papanya.

“Tumor di rahim Anda sudah membesar dan jalan satu-satunya adalah melakukan pengangkatan rahim.”

Naura kembali mengingat ucapan dokter, dia benar-benar bingung. Sebagai anak tunggal dia pasti akan membuat orangtuanya kecewa jika tidak bisa memberikan keturuan ke keluarga. Naura menyesal, peristiwa beberapa tahun yang lalu, kini kembali berputar di otaknya, dan dia merasa ini karma akan perbuatannya.

“Gama, aku harus kembali ke Indonesia dan menemui dia. Membawa anak itu ke depan papa akan jauh lebih baik, setidaknya papa tidak akan terlalu kecewa,” gumamnya di dalam hati.

_

_

“Ge, apa benar kamu sudah memiliki calon ibu untuk Maha?”

Gama yang diundang makan malam keluarga terkejut dengan pertanyaan sepupunya yang bernama Rain. Kening Gama bahkan sampai terlipat, belum lagi tatapan om, tante juga papa mamanya.

“Bercandamu tidak lucu,” jawab pria itu sambil membuang muka dan menenggak air minum. Terlihat jelas di mata seluruh keluarga dia sedang grogi.

“Olla bilang, Maha cerita kalau kamu punya kekasih namanya Sabrina, apa benar?” Kini Embun istri Rain ikut-ikutan bertanya. Wanita yang pernah menjadi cinta pertamanya itu membuat Gama tersedak sampai terbatuk-batuk.

“Ocehan bocah kenapa kalian percaya?” elak Gama, dia benar-benar tak menyangka bahwa Maha akan menyebarkan gosip sedemikan rupa.

Namun, bak memang sudah direncanakan, mereka kompak ingin menggoda Gama. Satu persatu dari mereka mulai mengeluarkan pendapat. Bahkan Tama – sang papa berkata bahwa dia akan membuat pesta tiga hari tiga malam jika benar tahun ini putranya akan menikah.

“Rain saja sudah memiliki dua putri, apa kamu juga tidak ingin memiliki putri yang lucu seperti Olla?”

Felisya sebagai ibu yang sejak awal yakin ada yang Gama sembunyikan ikut buka suara, wanita itu masih meyakini bahwa putranya berbohong. Ada hal yang tidak bisa putranya itu katakan demi Maha. Felisya pun menoleh cucunya yang asyik bermain dengan Olla. Ia membuang napas kasar lalu memanggil bocah itu.

“Maha, ini makannya sudah belum Nak?”

Maha tak menyahut, bocah itu masih sibuk bersama Olla merencanakan sesuatu. “Besok saat ke kebun binatang aku akan meminta mama Sab ikut. Kata Bik Mun mama Sab adalah konsisten papa, orang yang selalu dekat sama papa.”

“Oh … mereka pasti seperti mami dan papiku, seperti tabebe dan Om Glass, selalu dekat.”

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Ria Rifantiani
asisten sayankuu... ngakak mlah jadi konsisten
goodnovel comment avatar
Dewi Setianingrum
gemeshhh dehhh sm bocil2 ini haha
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
Asisten Maha, kenapa jadi konsisten .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status