WARNING!
CERITA BUKAN CERITA ANAK-ANAK. JADI YANG BELUM CUKUP UMUR, HARAP MENJAUH..^^
******
Ara terbangun dari tidurnya. Ia merasakan seluruh badannya serasa remuk. Khususnya dibagian kemaluannya.
Ia mencoba memfokuskan kesadarannya, dan melirik kesekeliling ruangan yang nampak sangat asing baginya.
Aksi mencari tahu yang Ara lakukan harus terhenti karena sebuah pergerakan dari samping.
Dengan cepat, Ara melihatnya dan betapa terkejutnya ia saat mendapati seorang pria yang ia tahu bernama Bastian tengah tidur nyenyak tanpa atasan di sebelahnya.
Jantungnya bergemuruh cepat. Otaknya mendadak kacau. Ia memikirkan sebuah kejadian yang tak beberapa selang langsung terlintas bagaikan roll film di otaknya.
Mulai dari ia dihubungi oleh Bastian, pria itu mabuk, sampai terjadi sebuah...
Aawww.. Sakit Bas..
Sabar, aku akan pelan...
Aagghhh.. Bastian...
Kau nikmat Ara. Kau sungguh nikmat..
Lakukan terus, lagi Bas.. Lagi...
Ssshhh..aku keluar...
Aagghhh...
Ara langsung memucat. Dengan nafas sedikit sesak, ia meraih selimut yang menutupi tubuh atasnya dan membukanya secara perlahan.
Dan ketakutannya sungguh teradi. Ia tak mengenakan apapun di balik selimut dan dekat vaginanya, Ara bisa melihat ada bercak darah yang menempel di sprei berwarna biru langit itu.
AAAAAAAAAAAA....!!!!!!!
Ara berteriak kencang. Ia memekik tak tertahan membuat Bastian yang sedang tertidur pulas langsung terbangun.
"Apa? Apa? Ada apa?" tanya Bastian ikutan panik.
Ia belum sadar jika ada Ara di sampingnya. Sampai ia memfokuskan diri dan melihat ada seorang perempuan tengah terisak di sebelahnya.
Bastian kaget bukan main. Ia seperti tersambar petir di siang bolong. Otaknya mendadak kosong. Suaranya mendadak lenyap.
Ia langsung memeriksa bagian dalamnya dan seakan kehilangan nafas, ia bisa melihat Kejantanannya yang tak tertutup apapun di bawah sana.
Ia kembali menatap Ara, "A...Ara...Gue..."
Ara menatap Bastian dengan penuh emosi. Matanya merah dan basah oleh air mata.
Ia terisak kuat, hatinya hancur. Ia tak percaya Bastian mampu merusaknya, Bastian berani memperkosanya.
"Ara...gue..."
"Gue minta lo tanggung jawab.." lima kata yang Ara keluarkan berhasil membuat dunia Bastian menggelap.
Tanggung jawab? Itu artinya ia harus menikahi Ara.? Sungguh, menikah saat ini belum menjadi daftar hidupnya. Ia masih ingin bersenang-senang.
Tapi ia tak bisa lari dari kenyataan. Bagaimana jika Ara hamil? Ia tak cukup tega membuang anak sendiri hanya karena ego.
Bastian menatap mata Ara dengan penuh sesal, "Gue bakalan tanggung jawab. Kita akan menikah secepatnya.."
Ara memejamkan matanya. Ada jutaan pisau saat ini menghunus dadanya. Pernikahan tanpa cinta? Bisa apa dia sekarang? Jika tak menikah dengan Bastian, siapa lagi pria yang mau menerima perempuan kotor sepertinya. Ya Tuhan, maafkan hambamu ini.
"Kita menikah, lo ngerubah status gue menjadi suami, tapi tidak kehidupan gue." ucap Bastian dingin.
Ara mengusap air matanya, ia mencoba menenangkan diri. Ia mengangguk cepat dan menyibak selimutnya lalu mengumpulkan pakaian miliknya yang Bastian lempar ke sana ke mari dengan tubuh telanjang.
Ia tak peduli sekarang. Menutupnya dari Bastian? Bahkan pria itu sudah mengambil keperawanannya.
Setelah memungut semuanya, Ara berjalan menuju kamar mandi di kamar tersebut. Walaupun vaginanya masih sangat sakit, tapi ia mencoba tahan sampai pintu tertutup, di sana ia langsung merosot terduduk.
Sedangkan Bastian, pria itu tak tahu harus bagaimana. Otaknya kacau.
"Tian.." ucapnya.
Ia mengingat Tian dan dengan cepat ia mengenakan lagi pakaiannya lalu pergi begitu sana dari kamar apartemennya yang di sana masih ada Ara.
Ia harus menemui Tian. Tian pasti bisa memberinya solusi.
*****
BERSAMBUNG...
Pernikahan yang suci itu baru saja dilaksanakan. Tamu undangan menikmati acara tersebut dengan baik. Canda tawa selalu bersemi dan tak lepas dari mereka.Namun berbeda dengan para undangan, kedua mempelai justru tak menampakkan sedikit pun wajah bahagia mereka. Khususnya Ara sang mempelai wanita.Pernikahan secara terpaksa yang mereka lakukan lantaran Bastian ,pria yang baru saja menikahinya sudah merusak hidupnya dan mengambil kehormatan yang sudah ia jaga selama ini.Menyesal?Sungguh ia sangat menyesal, namun apa boleh buat. Jika tak menikahi Bastian, ia tak yakin akan ada pria lain yang mau menikahinya lantaran ia sudah tak perawan lagi.Ingin menangis meratap, namun Ara tak mampu. Ingin berteriak kencang, suaranya seolah tertahan hanya sampai tenggorokannya. Dadanya sesak, cincin yang tersemat di jari manisnya, tak tahu fungsinya apa.Ara menatap Bastian yang tengah berbincang dengan teman-teman kantor Bastian. Setelah kedatangan teman-temann
Cerita ini aaku ambil alih ya semuaaa.. pasti udah dapat kabar ddari Sky Of Love kan..^^jadi untuk kedepannya, cerita ini aku yang ambil lanjutkan..tenang, nggak bakalan melenceng kok dari yang Sky mau. ****** Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE
Bastian memijit pundaknya pertanda ia sudah lelah. menyibukkan diri di tempat kerja dan cafe membuat waktu Babas tersita sangat banyak. namun sebenarnya ia sengaja melakukan itu semua agar tak terlalu mono dan diam.Hari ini ia juga sudah menemui Tian untuk membicarakan kontrak kerja pembukaan cabang ke perusahaan Tian yang ada di Padang.ia meminta Tian untuk memberinya izin kalau biar saja cabang itu dia yang mengurus, setidaknya selama sebulan ia tak ada di Jakarta, namun keinginannya ditolak mentah-mentah oleh Tian. jadilah ia memilih lanjut ke Cafe.sekarang Babas sudah menginjakkan kaki lagi di rumahnya, rumah dimana di dalamnya ada Ara, wanita yang baru ia nikahi tiga hari yang lalu.entah kenapa ia tak bisa menerima Ara ada dalam hidupnya. ia tahu kejadian malam itu adalah sebuah insiden yang tak ia harapkan terjadi, tapi mau bagaimana lagi.Ara juga salah menurutnya, karena wanita itu mau saja diminta datang dan saat itu hany
Aku melirik cermin di kamar tamu yang kini aku tempati. "Sialan, jejak tangannya benar-benar membuatku kesal.." gumamku sambil menyentuh pipiku yang memerah akibat tamparan dari Naima.Walaupun Ara membalasnya kembali, namun sikap Babas yang lebih membela Naima membuat Ara kesal. Ia tak habis pikir, siapa sebenarnya yang berhak atas Babas.BAAAMM..Suara keras bantingan pintu membuat Ara terkejut.Ara segera melirik ke arah pintu, di sana ia menemukan Bastian dengan wajah murka dan sekarang Babas tengah mendekatinya."Minta maaf pada Naima!" perintah Babas dingin.Cih! Tak akan sudi, batin Ara membalas."Kau dengan aku? Minta maaf pada Naima!""Harusnya dia yang melakukan itu.." balas Ara dingin."Apa?""Harusnya dia yang minta maaf padaku karena secara hukum dan agama aku, adalah istrimu.." lanjut Ara sambil menatap mata Nanas lirih."Cih! Istri? Kau pikir aku menganggapmu istri?"Ara
Seperti yang diperintahkan Tian, Selama Tian belum kembali, Ara diminta untuk tetap berada di rumahnya bersama Riani. Sebenarnya tujuan Tian membiarkan Ara di sana juga ada, yaitu menjaga Riani sampai ia kembali."Hei...udah mendingan?" Riani memukul pelan pundak Ara yang saat itu tengah bermenung di kursi lipat yang ada di pinggiran kolam berenang Rumah Riani.Ara tersenyum, ia meraih minuman dingin yang Riani sodorkan padanya."Aku tak apa Ri.." jawab Ara singkat dan masih sama yaitu tersenyum."Kamu nggak bisa bohong dari aku. Kamu bisa jujur. Sebenarnya kamu suka sama Bastian kan?" tebak Riani namun masih dalam memancing Ara dengan sebuah pertanyaan.Ara menundukkan wajahnya lesu lalu menggeleng. Ia tak menjawab 'iya' ataupun 'tidak'. Hanya saja hembusan nafas Ara meyakinkan Riani jika Ara sudah menyukai Bastian bahkan sebelum mereka menikah.Mungkin karena intensitas pertemuan keduanya yang sering. Apalagi Bastian yang mem
Tian baru saja sampai di rumah Babas. Saat masuk gerbang, pria itu melihat mobil Damian dan mobil yang tak ia kenal terparkir di sana.Tian berjalan menuju pintu masuk lalu menekan bel. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan memunculkan sosok gadis yang ia kenal. Gadis yang sebenarnya tak diharapkan muncul di kehidupan Babas lagi, namun harapannya tak dikabulkan.Naima.Gadis yang tak ingin ia temui itu kini ada di hadapannya."Tian?? Ya Ampuuunn, aku kangen banget.." Naima berhamburan masuk ke dalam pelukan Tian. Namun sebisa mungkin Tian berusaha melepaskannya.Dari belakang Naima, Tian bisa melihat Babas. Ia menatap Bastian tajam.Dengan sedikit kasar, Tian menghentakkan lengan Naima membuat Naima terkejut."Tian.. Kok kasar banget.." rajuk Naima."Sorry, gue punya istri.." ucap Tian sambil menatap Babas.Babas yang mendengar pernyataan Tian itu sadar sangat sadar jika dirinya tengah disindir Tian.
Sudah setengah jam Ara berdiri di luar rumahnya dan masih belum ada keinginan untuk masuk ke dalam.Bahkan supir Tian yang mengantarnya tadi sudah kembali.Ia masih ragu untuk masuk ke dalam. Walaupun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan di luar juga terasa begitu dingin.Ara menarik nafas dalam. Ia menatap langit yang tak berbintang. Sepertinya malam ini hujan akan turun.Tak mungkin berlama di luar,Ara pun mulai melangkah masuk. Dengan hati-hati ia membuka pintu rumah. Beruntung pintunya tak di kunci.Ia mengendap masuk dan menutup pintu kembali tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.Ia segera menuju ke kamar tamu, namun langkah Ara terhenti saat melihat televisi masih menyala.Ara heran kenapa layar besar tersebut masih hidup padahal sudah malam begini. Jika Babas? Ia tak yakin Bastian betah di luar jika dirinya ada.Dengan penasaran, Ara mendekat ke arah sofa dan betapa terkejutnya ia saat mendapati Ba
Sinar mentari masuk melalui celah gorden kamar Ara yang tak tertutup rapat. Ia menggeliat meregangkan tubuhnya untuk sedikit mencari kesegaran.Cuaca sudah tak sedingin semalam, bahkan pagi ini mentari pagi terasa hangat mengganti udara di kamarnya.Ara menyibakkan selimut tebal yang hanya menutupi tubuhnya setengah saja.Ia meraba pinggiran bantalnya guna mencari ponsel yang semalam ia letakkan di sana.Setelah mendapatkannya, Ara segera mengaktifkan layar dan melihat jam di sana."Haaahh..masih jam tujuh.." gumamnya.Namun ia harus segera bangun. Karena perutnya juga tengah keroncongan. Dengan sedikit malas, Ara turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.Ia ingin mandi air dingin pagi ini biar rasa segar semakin menyejukkan perasaannya.Setelah mandi, Ara langsung berjalan menuju lemari pakaian dan meraih gaun tidur yang ia beli kemaren. Sebenarnya gaun itu bisa di pakai di rumah dan tak harus untuk tid