Pernikahan yang suci itu baru saja dilaksanakan. Tamu undangan menikmati acara tersebut dengan baik. Canda tawa selalu bersemi dan tak lepas dari mereka.
Namun berbeda dengan para undangan, kedua mempelai justru tak menampakkan sedikit pun wajah bahagia mereka. Khususnya Ara sang mempelai wanita.
Pernikahan secara terpaksa yang mereka lakukan lantaran Bastian ,pria yang baru saja menikahinya sudah merusak hidupnya dan mengambil kehormatan yang sudah ia jaga selama ini.
Menyesal?
Sungguh ia sangat menyesal, namun apa boleh buat. Jika tak menikahi Bastian, ia tak yakin akan ada pria lain yang mau menikahinya lantaran ia sudah tak perawan lagi.
Ingin menangis meratap, namun Ara tak mampu. Ingin berteriak kencang, suaranya seolah tertahan hanya sampai tenggorokannya. Dadanya sesak, cincin yang tersemat di jari manisnya, tak tahu fungsinya apa.
Ara menatap Bastian yang tengah berbincang dengan teman-teman kantor Bastian. Setelah kedatangan teman-temannya, barulah Bastian tertawa. Tawa pria itu begitu lepas, namun jika bersamanya, tawa Bastian tak pernah ada.
Apa pernikahannya akan baik-baik saja? Ara berharap semua akan baik.
Zahra melirik ke sudut kanan, di sana ia melihat ada Riani dan Tian yang tengah menyantap makanan dengan canda yang tak pernah hilang dari mereka berdua.
Oh satu lagi, jangan lupakan perut datar Riani yang kini nampak sedikit membesar.
Ya, wanita itu tengah hamil empat bulan setelah enam bulan menikah dengan Tian.
"Apa aku bisa sebahagia itu nantinya?" Ara menarik nafas dengan sesak. Dadanya serasa sempit hanya untuk sekedar menarik nafas.
Lagi-lagi wajah lesu yang hanya bisa Ara perlihatkan sampai acara selesai.
Dan kini ia sudah berada di kamar. Tepatnya kamarnya dengan Babas yang ada di rumah Babas.
Setelah resmi menikah, Ara langsung dibawa oleh Babas ke rumah milik pria itu dan tinggal bersama di sana.
Ara menyentuh sprei putih yang melapisi ranjang. Seharusnya sprei ini yang akan menjadi saksi pertama kali hilangnya keperawanannya, namun mimpi itu harus ia kubur dalam-dalam.
Bahkan untuk merasakan kembali dengan Babas saja ia ragu. Ragu jika Babas akan mau menyentuhnya, melihat bagaimana Babas menyambut pernikahan ini. Rasanya begitu mustahil dan hanya akan jadi mimpi belaka.
Ara tertunduk sedih. Ia melirik dari sudut matanya kamar mandi yang kini sedang dipakai Babas untuk membersihkan diri.
Setelah mereka masuk ke kamar, tanpa bicara, Babas langsung masuk ke kamar mandi dan sampai saat ini belum keluar juga.
Ara berdiri lesu, ia menghadap cermin rias yang ada di kamar mereka.
Hanya sebentar, setelahnya ia memilih berjalan menuju kopernya dan mengambil baju tidur lengan panjang dan keluar menuju kamar tamu.
Di sana Ara memilih membersihkan diri dan kembali lagi menuju kamarnya dan Babas.
Saat sampai di kamar, Ara sudah menemukan Babas tertidur pulas. Untuk kesekian kalinya, Ara menghembuskan nafas lesu.
Bayangan tentang indahnya dunia pengantin baru harus ia kubur dalam-dalam.
"Sabar Ara. Bagaimana pun juga, Babas sekarang suami mu. Sehebat apapun kamu bela diri, sepintar apapun kamu, sekarang Babas adalah suami yang harus kamu hormati." Ara bermonolog pelan bahkan nyaris berbisik.
Ia meletakkan pakaian gaunnya dengan rapi di dalam lemari dan berjalan mendekati ranjang.
Dengan hati-hati Ara naik ke atas. Ia berusaha untuk tak membangunkan Babas, yang akan membuat suaminya itu marah.
Dalam luka Ara pun tertidur. Entah apa yang akan terjadi hari esok, ia tak akan memikirkannya sekarang.
*****
Babas terbangun tepat saat matahari masuk ke dalam celah gorden kamarnya. Ia menggeliat dan langsung memutar tubuhnya untuk melihat ke sebelah kiri.
Kosong!
Haaahh. Pernikahan macam apa ini? Ini bukan pernikahan impian Babas. Ia tak menginginkan ini. Tapi mau bagaimana lagi, ia tak ingin jadi pria bajingan yang sudah menghancurkan masa depan seorang gadis, lalu ia tinggalkan.
Setidaknya dengan ia menikahi Ara, kehidupan Ara bisa sedikit terjamin, walaupun bukan untuk urusan cinta. Dan kalaupun nanti mereka bercerai, status janda yang Ara sandang tak akan membuat laki-laki lain memikirkan perawan atau tidak perawannya Ara.
Jahat memang, tapi ini yang bisa ia lakukan. Karena jika untuk urusan cinta, ia belum bisa memberikannya. Ia masih belum siap dengan cerita cinta.
Babas menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Seharusnya sepasang pengantin baru pasti bangun saling berpelukan, di bawah selimut, tanpa sehelai baju pun yang menutupi tubuh mereka.
Tapi lihat ini?
Bastian melirik pakaian tidurnya yang masih lengkap.
Sudahlah, jangan dipikirkan lagi.
Setelah dirasa benar-benar bangun, Babas langsung berjalan menuju kamar mandi. Ia memutuskan membersihkan diri dan berencana ke rumah Tian.
Beruntung hari ini hari libur, jadi ia akan seharian berada di rumah Tian.
Sedangkan di bawah sana, Ara masih setia berkutat dengan penggorengan. Sudah berapa kali tangannya terciprat minyak panas, teriris saat memotong bawang dan tersenggol teflon panas.
Ia belum bisa memasak, namun tak mungkin selamanya ia tak masak. Sekarang statusnya adalah istri. Ia tak ingin berdosa karena selalu memberikan Babas makanan buatan orang lain.
Hampir dua setengah jam Ara menyiapkan sepiring nasi goreng dan ini sudah percobaan yang ke tiga. Dan syukurlah rasanya tak terlalu aneh. Masih bisa di makan.
Ia segera menghidangkan makanan tersebut di atas meja, lalu kembali lagi ke dapur untuk membuatkan secangkir kopi untuk Babas dan kembali meletakkannya di atas meja.
"Selesai.." Ucapnya cukup puas. Namun mendadak ia meringis saat lagi-lagi ia merasakan luka di tangannya. "Perih banget.." ringisnya.
Ara meniup tangannya yang luka secara perlahan. Beruntung di rumah Bastian ada persediaan obat dan plester luka.
Suara pintu kamar yang dibuka membuat Ara langsung menghilangkan ringisannya dan bersikap senormal mungkin.
Dari bawah ia bisa melihat Babas yang sudah sangat rapi keluar dari kamar.
Ara hendak menemuinya namun Bastian malah menghindari kontak mata dengan Ara, "Aku ingin ke rumah Tian. Mungkin akan kembali saat malam." hanya itu yang Babas katakan tanpa melihat Ara, tanpa bertanya apa yang Ara lakukan dan bagaimana tidur Ara? Apakah nyenyak.
"Baiklah, hati-hati.."
Babas tak merespon ucapan Ara, ia langsung berjalan menuju pintu keluar dan tak berapa lama, Ara bisa mendengar suara mobil yang menyala dan pergi.
Di dalam, Ara menatap lirih jari jemarinya. Ada kekecewaan yang amat besar yang Ara rasakan. Ia pikir Babas akan lembut sama seperti saat ia memergoki Tian dan Riani bercinta di taman rumah Tian, lalu setelahnya ia dan Babas yang saling berciuman. Namun tebakannya salah. Ia merasa, sebuah pernikahan sudah menghancurkan masa depan Babas.
Babas tak ingin menikah dengannya dan ia pikir pernikahan ini karena terpaksa.
Ara memukul kepalanya keras, "Kau bodoh Ra. Harusnya malam itu tak gak datang menemui Bastian." Ara terus memukul kepalanya. Hatinya sakit dan matanya mulai menitikkan air.
"Kau bodoh. Seharusnya kau tak terlalu peduli saat Bastian mengatakan bibirmu miliknya." Ara menangis tergugu.
"Sekarang apa yang kau tangiskan sialan. Tak ada yang perlu kau tangiskan dan sesali sekarang. Hidupmu sudah hancur, hidupmu sudah berada di neraka dunia."
Tangis Ara semakin kencang. Ia tak mau membendung lagi, ia tak mau menyimpan. Ini pagi pertama pernikahannya, namun hal romantis yang ia hayalkan justru hancur lebur.
"Wanita bodoh!" Ara menghapus air matanya.
Ia berbalik ke belakang dan kembali menatap miris makanan yang tak tersentuh di atas meja.
Ara juga kehilangan nafsu makan untuk menyantapnya.
Dengan lesu, Ara mengambil piring berisi nasi goreng tersebut dan membuang isinya ke dalam tempat sampah.
Makananmu tak pernah cocok di perut Bastian, Ra, batin Ara sesak.
Setelah merapikan semua kekacauan yang ia ciptakan tadi di dapur, Ara memutuskan untuk kembali membersihkan diri.
Hari ini ia ingin menemui Mas Raka pelatih karatenya.
Berkunpul bersama teman-teman yang lain ia harap bisa meredakan sesak di dadanya.
*****
Bersambung!
Cerita ini aaku ambil alih ya semuaaa.. pasti udah dapat kabar ddari Sky Of Love kan..^^jadi untuk kedepannya, cerita ini aku yang ambil lanjutkan..tenang, nggak bakalan melenceng kok dari yang Sky mau. ****** Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE
Bastian memijit pundaknya pertanda ia sudah lelah. menyibukkan diri di tempat kerja dan cafe membuat waktu Babas tersita sangat banyak. namun sebenarnya ia sengaja melakukan itu semua agar tak terlalu mono dan diam.Hari ini ia juga sudah menemui Tian untuk membicarakan kontrak kerja pembukaan cabang ke perusahaan Tian yang ada di Padang.ia meminta Tian untuk memberinya izin kalau biar saja cabang itu dia yang mengurus, setidaknya selama sebulan ia tak ada di Jakarta, namun keinginannya ditolak mentah-mentah oleh Tian. jadilah ia memilih lanjut ke Cafe.sekarang Babas sudah menginjakkan kaki lagi di rumahnya, rumah dimana di dalamnya ada Ara, wanita yang baru ia nikahi tiga hari yang lalu.entah kenapa ia tak bisa menerima Ara ada dalam hidupnya. ia tahu kejadian malam itu adalah sebuah insiden yang tak ia harapkan terjadi, tapi mau bagaimana lagi.Ara juga salah menurutnya, karena wanita itu mau saja diminta datang dan saat itu hany
Aku melirik cermin di kamar tamu yang kini aku tempati. "Sialan, jejak tangannya benar-benar membuatku kesal.." gumamku sambil menyentuh pipiku yang memerah akibat tamparan dari Naima.Walaupun Ara membalasnya kembali, namun sikap Babas yang lebih membela Naima membuat Ara kesal. Ia tak habis pikir, siapa sebenarnya yang berhak atas Babas.BAAAMM..Suara keras bantingan pintu membuat Ara terkejut.Ara segera melirik ke arah pintu, di sana ia menemukan Bastian dengan wajah murka dan sekarang Babas tengah mendekatinya."Minta maaf pada Naima!" perintah Babas dingin.Cih! Tak akan sudi, batin Ara membalas."Kau dengan aku? Minta maaf pada Naima!""Harusnya dia yang melakukan itu.." balas Ara dingin."Apa?""Harusnya dia yang minta maaf padaku karena secara hukum dan agama aku, adalah istrimu.." lanjut Ara sambil menatap mata Nanas lirih."Cih! Istri? Kau pikir aku menganggapmu istri?"Ara
Seperti yang diperintahkan Tian, Selama Tian belum kembali, Ara diminta untuk tetap berada di rumahnya bersama Riani. Sebenarnya tujuan Tian membiarkan Ara di sana juga ada, yaitu menjaga Riani sampai ia kembali."Hei...udah mendingan?" Riani memukul pelan pundak Ara yang saat itu tengah bermenung di kursi lipat yang ada di pinggiran kolam berenang Rumah Riani.Ara tersenyum, ia meraih minuman dingin yang Riani sodorkan padanya."Aku tak apa Ri.." jawab Ara singkat dan masih sama yaitu tersenyum."Kamu nggak bisa bohong dari aku. Kamu bisa jujur. Sebenarnya kamu suka sama Bastian kan?" tebak Riani namun masih dalam memancing Ara dengan sebuah pertanyaan.Ara menundukkan wajahnya lesu lalu menggeleng. Ia tak menjawab 'iya' ataupun 'tidak'. Hanya saja hembusan nafas Ara meyakinkan Riani jika Ara sudah menyukai Bastian bahkan sebelum mereka menikah.Mungkin karena intensitas pertemuan keduanya yang sering. Apalagi Bastian yang mem
Tian baru saja sampai di rumah Babas. Saat masuk gerbang, pria itu melihat mobil Damian dan mobil yang tak ia kenal terparkir di sana.Tian berjalan menuju pintu masuk lalu menekan bel. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan memunculkan sosok gadis yang ia kenal. Gadis yang sebenarnya tak diharapkan muncul di kehidupan Babas lagi, namun harapannya tak dikabulkan.Naima.Gadis yang tak ingin ia temui itu kini ada di hadapannya."Tian?? Ya Ampuuunn, aku kangen banget.." Naima berhamburan masuk ke dalam pelukan Tian. Namun sebisa mungkin Tian berusaha melepaskannya.Dari belakang Naima, Tian bisa melihat Babas. Ia menatap Bastian tajam.Dengan sedikit kasar, Tian menghentakkan lengan Naima membuat Naima terkejut."Tian.. Kok kasar banget.." rajuk Naima."Sorry, gue punya istri.." ucap Tian sambil menatap Babas.Babas yang mendengar pernyataan Tian itu sadar sangat sadar jika dirinya tengah disindir Tian.
Sudah setengah jam Ara berdiri di luar rumahnya dan masih belum ada keinginan untuk masuk ke dalam.Bahkan supir Tian yang mengantarnya tadi sudah kembali.Ia masih ragu untuk masuk ke dalam. Walaupun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan di luar juga terasa begitu dingin.Ara menarik nafas dalam. Ia menatap langit yang tak berbintang. Sepertinya malam ini hujan akan turun.Tak mungkin berlama di luar,Ara pun mulai melangkah masuk. Dengan hati-hati ia membuka pintu rumah. Beruntung pintunya tak di kunci.Ia mengendap masuk dan menutup pintu kembali tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.Ia segera menuju ke kamar tamu, namun langkah Ara terhenti saat melihat televisi masih menyala.Ara heran kenapa layar besar tersebut masih hidup padahal sudah malam begini. Jika Babas? Ia tak yakin Bastian betah di luar jika dirinya ada.Dengan penasaran, Ara mendekat ke arah sofa dan betapa terkejutnya ia saat mendapati Ba
Sinar mentari masuk melalui celah gorden kamar Ara yang tak tertutup rapat. Ia menggeliat meregangkan tubuhnya untuk sedikit mencari kesegaran.Cuaca sudah tak sedingin semalam, bahkan pagi ini mentari pagi terasa hangat mengganti udara di kamarnya.Ara menyibakkan selimut tebal yang hanya menutupi tubuhnya setengah saja.Ia meraba pinggiran bantalnya guna mencari ponsel yang semalam ia letakkan di sana.Setelah mendapatkannya, Ara segera mengaktifkan layar dan melihat jam di sana."Haaahh..masih jam tujuh.." gumamnya.Namun ia harus segera bangun. Karena perutnya juga tengah keroncongan. Dengan sedikit malas, Ara turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.Ia ingin mandi air dingin pagi ini biar rasa segar semakin menyejukkan perasaannya.Setelah mandi, Ara langsung berjalan menuju lemari pakaian dan meraih gaun tidur yang ia beli kemaren. Sebenarnya gaun itu bisa di pakai di rumah dan tak harus untuk tid
Ara baru saja selesai latihan untuk hari ini. Hari ke sembilan dari seratus hari yang ia tetapkan sebelum ia bertanding.Ara duduk di sudut dinding untuk beristriahat sejenak. Ia sungguh kelelahan karena nyaris tiga jam nonstop ia latihan. Bahkan pelatihnya pun dibuat geleng-geleng kepala."Hai Ra.." sapa seseorang padanya.Ara yang tengah minum langsung menghentikan kegiatannya dan melihat siapa yang menyapa.Lelaki itu ternyata Raka, rekan satu tim nya dan juga satu warna sabuk."Oh Ka? Sejak kapan di sini?" Tanya Ara sedikit basa basi."Barusan.." jawabnya. Raka melihat Ara yang nampak kelelahan.Sebenarnya Raka penasaran apa asalan Ara mengambil perlombaan ini. Bukannya Ara baru saja menikah dan juga perlombaan ini sangat berbahaya. Apa tak ada larangan dari suaminya?"Ra...gue boleh tanya nggak? Tapi agak pribadi.." Ucap Raka yang sudah duduk di sebelah Ara.Ara melirik Raka sejenak lalu mengangg