Share

Bagian 3 - Melepas Rindu 2

           “Atas nama kak Hani.”

           Terdengar suara seorang laki-laki menyebut nama Hani. Tak sampai menunggu lama, Hani lalu bergegas menuju asal suara barista tersebut untuk mengambil salted caramel latte yang bertuliskan namanya itu. Ia lalu kembali ke tempat duduk paling ujung untuk melanjutkan kegiatannya di depan laptop. Segelas es kopi favorit memang mampu mengembalikan energi Hani setelah melepas rindu penuh haru di rumah Kana, serta meningkatkan mood sebelum lanjut berkutat pada skripsi. Sambil meneguk segelas es yang ada di tangan kanannya, tiba-tiba ia teringat tentang pesan masuk di W******p yang belum sempat ia balas. Perempuan berkemeja hijau itu segera mengeluarkan ponsel dari tasnya lalu membaca ulang pesan tersebut. Ia tersenyum lagi.

           ‘Hai, kak Ghani. Kampus masih aman, kok. Ya, walaupun udah beda aja rasanya kalau udah nggak ada kakak.’

Baru mengetik tiga kalimat singkat, Hani langsung menghapusnya.

           ‘Hai, kak Ghani. Kampus aman kok, ada apa kak? Tumben banget nanya kabar kampus, hehe.’ Balas Hani pada pesan laki-laki tersebut.

           Entah ada keajaiban dari mana, yang jelas perasaan Hani seperti sedang diberkahi oleh udara pegunungan yang amat sejuk. Pesan singkat dari Ghani membuat perasaannya melambung tinggi, sampai-sampai tangannya dingin dan perutnya terasa seperti bergetar. Ada perasaan terkejut sekaligus geer dalam benak Hani sekarang.

           “Kenapa kak Ghani tiba-tiba chat gue, ya. Mana nanya nggak penting lagi. Jangan-jangan modus ke gue kali, ya.” Gumam Hani dalam hati.

           “Oke, Han. Please banget jangan geer! Lagian lo kenapa sih suka sama cowok freak kayak kak Ghani? Apalagi dulu dia kan sahabatnya Jovi, si manusia setan itu.”

Mulai muncul perdebatan dalam batin Hani. Ia dibuat bingung hanya dengan pertanyaan singkat dari Ghani melalui W******p. Ghani memang sudah tidak pernah menghubungi Hani selama beberapa bulan sejak ada festival seni internasional di kampusnya. Memang tidak ada yang spesial antara Hani dengan Ghani selain hanya sebatas hubungan kakak tingkat dengan adik tingkat di kampus, belum lagi keduanya beda fakultas. Ghani merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi yang baru lulus akhir tahun lalu dan sekarang masih menjadi anak magang di salah satu industri media, sedangkan Hani merupakan anak dari fakultas seni, sama seperti Kana dan Sisil. Awal perkenalan Hani dengan Ghani pun karena hubungan pacaran Kana dan Jovi. Ghani pertama kali menghubungi Hani melalui chat, itu pun tak lepas dari kebutuhan Ghani akan informasi tentang festival seni internasional terbesar se-ibu kota saat itu untuk bahan reportase yang kebetulan sedang diadakan di fakultas Hani dan Hani menjadi salah satu panitianya.

           Hani mulai tidak fokus untuk melanjutkan skripsinya. Matanya sedari tadi hanya melirik ke arah ponsel, berharap ada pemberitahuan masuk dari Ghani. Namun, sudah hampir dua jam berlalu, Ghani tak kunjung membalas pesan Hani. Perempuan berambut pirang sebahu itu pun menyerah dan memutuskan untuk berhenti menunggu, juga menutup laptopnya dan berhenti mengerjakan skripsi.

            Ting!

            Hani langsung meraih ponselnya. Ekspresi wajah yang tadinya kegirangan mendadak datar ketika mendapati kenyataan bahwa bukan Ghani yang muncul pada notification bar di ponsel Hani, melainkan Kana yang mengundang Hani untuk datang ke toko kue milik neneknya nanti malam. Hani dan Sisil diminta hadir untuk mencoba menu baru dari cafe di toko tersebut sebelum digelar peresmian cafe kecil-kecilan besok pagi. Hani hanya menghela napas panjang lalu membereskan barangnya dan kemudian bergegas pulang ke rumah.

***

            “Gimana, sayang? Udah siap semua?” Tanya nenek kepada Kana yang sedang mempersiapkan meja untuk para sahabat yang diundangnya di toko kue milik nenek Kana.

            “Sudah, Ma.” Jawab Kana dengan nada gembira.

            Toko kue bernama “Sweet Huns Bakery” tersebut merupakan pendapatan satu-satunya untuk nenek dan Kana. Beruntung, Sweet Huns Bakery menjadi toko kue yang mampu bersaing dari waktu ke waktu dan dapat bertahan hingga 20 tahun ini. Terlebih lagi beberapa hari lalu toko kue milik nenek Kana ini telah selesai direnovasi untuk ditambahkan mini cafe. Walaupun hanya tersedia empat meja di dalamnya, tetapi perkembangan Sweet Huns Bakery begitu berarti dan sangat disyukuri oleh Kana dan nenek. Kalau sudah lulus kuliah nanti, Kana bertekad untuk melanjutkan bisnis kue nenek ini. Meski latar belakang pendidikan Kana bukan dari jurusan manajemen, bisnis, atau sejenisnya, tapi Kana yakin bahwa dirinya mampu mengembangkan bisnis tersebut agar lebih maju dan berkembang ke depannya.

            Tepat 15 menit kemudian Hani dan Sisil tiba di toko kue nenek Kana. Hani dengan casual jeans dan kemeja polos berwarna hitam terlihat cantik malam ini, begitu juga dengan Sisil yang menggunakan mini dress berwarna kuning favoritnya. Bagi mereka, undangan Kana merupakan undangan spesial yang harus dihadiri dengan mengenakan baju spesial juga.

            “Malam, Oma! Ya, ampun, oma apa kabar?” Ucap Hani sambil menjabat tangan dan mencium pipi nenek Kana.

            “Kabar baik, Hani. Kalian apa kabar?” Respon nenek dengan antusias.

            “Kita baik-baik aja, Oma. Sisil kangen sama Oma.” Jawab Sisil sambil memeluk nenek Kana. Pelukan Sisil disambut baik oleh nenek Kana.

            “Makasih banget ya kalian udah mau datang. Maaf kalau tadi ngasih kabarnya mendadak banget, Cuma lewat chat lagi.” Ucap Kana dengan perasaan sedikit tidak enak.

            Hani memegang pundak kiri Kana, “ya, ampun, nggak apa-apa, kok. Kita malah seneng banget kalau lo udah mau ajak kita makan bareng lagi. Kita ikut seneng juga karena akhirnya toko kue ini makin berkembang sekarang.”

            “Iya, jadi kita bisa sering nongkrong di sini, deh.” Ucap Sisil.

            “Iya, makasih banyak ya,” Ucap Kana, “oh, iya. Duduk sini, deh. Gue sama Mama udah siapin kue spesial buat kalian berdua. Pokoknya kita minta review jujur dari kalian.” Lanjut Kana sambil mempersilakan duduk.

            “Wah, enak banget nih kayaknya.” Mata Sisil berbinar memandang pancake, croffle, dan beberapa signature cake yang dibawa oleh pelayan toko menuju meja mereka.

            “Ya, sudah, oma tinggal dulu, ya. Jangan lupa dihabisin dan kasih komen, ya.” Nenek Kana pergi membiarkan Kana dan kedua temannya menikmati beberapa makanan yang sudah terletak di meja.

            “Siap, Oma!” Jawab Hani dan Sisil bersamaan.

            Kana, Hani, dan Sisil menikmati setiap dessert yang disajikan di meja sambil berbincang. Gelak tawa menghiasi seisi toko kue yang akan tutup dalam waktu 30 menit itu. Tiba-tiba ponsel Hani berbunyi. Usai sudah penantian Hani untuk menunggu balasan dari Ghani di hari ini.

            ‘Kalo lo sama temen-temen gimana kabarnya, Han?’

            Hani terlihat sedikit kesal karena Ghani selalu membalas pesan di saat yang kurang tepat. Namun, karena tak ingin kehilangan momen seperti tadi siang, perempuan itu langsung membalas pesan dari Ghani. Hani memberi tahu tentang kabar Kana dan Sisil. Chat mereka berbuntut agak panjang malam itu hingga Hani tiba di rumah. Hani memberi tahu Ghani tentang kondisi Kana saat ini, bahkan ia bercerita bahwa besok Minggu pagi merupakan hari peresmian mini cafe milik nenek Kana.

            ‘Wah, kebetulan, Han. Gue lagi sering bikin review cafe buat konten I*******m. Kira-kira boleh nggak ya kalo besok gue mampir ke sana?’

            Hani menjerit dalam hati. Ia kegirangan dan tidak bisa membayangkan bahwa besok ia akan bertemu Ghani di peresmian mini cafe milik nenek Kana. Tapi sempat ada ragu dalam benak Hani. Ia takut kalau Kana tidak mau menerima Ghani saat acara besok, apalagi Ghani merupakan teman Jovi. Meskipun memang tidak ada hal buruk yang terjadi antara Kana dengan Ghani. Selain itu, peresmian mini cafe tersebut hanya berupa syukuran kecil-kecilan untuk orang-orang terdekat.

            ‘Kalau aku sih nggak apa-apa, kak. Tapi coba besok aku kabarin lagi, ya. Mau aku tanyain dulu ke Kana.’

            Walau ada perasaan sedikit kecewa, Ghani pun tetap memahami perkataan Hani. Ia juga tidak mau banyak berharap untuk bisa datang ke acara peresmian tersebut. Meski begitu, Ghani akan selalu siap kapan pun itu ketika Kana sudah bisa menerimanya kembali untuk menjadi bagian dari hari-hari Kana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status