Share

Hug Me until I'm Okay
Hug Me until I'm Okay
Author: Alta Belle

Bagian 1 - Manusia Berharga

Pagi ini cukup dingin, diselimuti cuaca mendung dan iringan gemuruh petir yang sesekali terdengar menakutkan. Tubuh Kana terasa lebih ringan dari biasanya. Irama suara hujan membuatnya tak ingin segera membuka mata. Kana sangat menikmati posisi ini, dengan kepala yang sedari tadi bersandar di sofa. Kali ini, ia membuang napas secara perlahan untuk ke sekian kalinya selama matanya terpejam. Helaan napas yang semakin lama semakin membuatnya merasa lebih lega.

“Kamu boleh buka mata kalau sudah siap.” Ucap seorang pria dengan suara lembut, membuat Kana tidak bisa kembali fokus.

Kana mulai membuka mata perlahan. Sedikit demi sedikit wajah tampan dr. Rian mulai memenuhi seisi pandangan mata Kana. Matanya mulai terbuka penuh, ia bisa menangkap secara jelas wajah pria dengan gelar ‘dr. SpKJ’ di belakang namanya, seperti yang tertera pada nametag yang menempel di dadanya. Pandangan kana seakan tak bisa lepas dari apa yang ada di hadapannya sekarang. Rambut yang disisir rapi ke arah kanan, kumis tipis di atas bibir yang menawan, alis tebal yang menghiasi dahi lebarnya, serta senyum yang terus tersungging di wajahnya setiap saat. Tak pernah ada kata jemu bagi Kana untuk terus terpesona kepada dr. Rian.

“Sempurna!” Puji Kana dalam hati.

Meski ini bukan kali pertama Kana bertemu dengan dr. Rian, tapi Kana selalu merasa kagum padanya. Rasanya tidak ada sedikit pun celah bagi Kana untuk tidak menyukai dr. Rian. Bagi Kana, bisa mengenal dr. Rian adalah salah satu keberuntungan di balik peristiwa sedih yang menghantui hidupnya selama ini. Berbagi cerita dengan dr. Rian merupakan aktivitas yang paling ia tunggu setiap bulannya. Bagaimana tidak, hanya dr. Rian yang mampu membuat Kana merasa lebih baik, dan selalu lebih baik di setiap waktunya, di saat sudah tidak ada orang-orang yang ia sayang berada di dekatnya, kecuali sang nenek.

“Apa yang kamu rasain tadi, Kana? Apa semua terasa lebih baik?” ucap dr. Rian sembari menghentikan alunan instrumental musik yang diputar untuk mengiringi Kana bermeditasi.

“Entah, Dok. Kalau sedang berada di sini, Kana selalu merasa aman dan nyaman. Nanti mungkin akan beda lagi setelah keluar dari sini.” Wajah Kana berubah menjadi sedih.

“Memang butuh waktu, Kana. Pelan-pelan, semua bisa mereda. Saya pasti selalu bantu.” dr. Rian mencoba menenangkan.

“Tapi udah dua tahun lebih, Dok. Udah dua tahun lebih Kana jalani terapi ini. Tetep aja Kana nggak bisa lupa.” Ucap Kana dengan nada penuh keputusasaan.

“Kana, menghilangkan trauma yang selalu membayangi kita emang nggak mudah. Melupakan kejadian pahit di masa lalu, juga nggak mudah. Tapi, bukan berarti nggak bisa. Bagi saya, Kana hebat. Kana masih tetap bertahan dan masih mau mencoba buat sembuh. Tenang, Kana. Selalu ada saya di sini, selama saya bisa, saya pasti bantu.” Dr. Rian menatap mata Kana begitu dalam.

Hati Kana mulai kembali tenang. Kana menjadi lebih yakin untuk menghilangkan trauma yang sudah menghantuinya selama 15 tahun, sejak ia melihat secara langsung bagaimana kedua orangtua dan hampir seluruh orang di rumahnya dibunuh oleh sekelompok perampok dengan begitu sadis. Kejadian mengenaskan tersebut sangat membekas hingga ke lubuk hati Kana paling dalam. Sekujur tubuh Kana dihinggapi ketakutan luar biasa kala itu. Beruntung ia dapat kembali menghirup udara segar setelah sempat terkurung selama 1x24 jam penuh di dalam kamar mandi. Ia hanya bisa pasrah melihat suasana rumah bersimbah darah dan penuh kebiadaban, hingga akhirnya ia diseret paksa ke dalam kamar mandi bersama kakaknya yang tak lama kemudian juga ikut berpulang ke langit dikarenakan penyakit asmanya yang kambuh saat itu. Hati dan pikiran Kana menjadi tidak karuan. Hal buruk yang seharusnya tidak terjadi pada anak berusia 6 tahun kala itu, membuat Kana merasa terpuruk dan hampir meregang nyawa karena percobaan bunuh diri di usianya yang menginjak 19 tahun.

“Ya, udah, Dok, saya pulang dulu.” Kana hanya tersenyum tipis sambil menutup tasnya yang sedikit terbuka.

“Tapi di luar masih hujan. Kana bisa pulang sendiri?” Tanya dr. Rian sedikit khawatir.

Kana tersenyum, “tidak apa-apa, Dok. Saya bisa pesan taksi online.”

“Baiklah, hati-hati.”                                                                      

Dua tahun sudah Kana selalu datang ke tempat praktik dr. Rian untuk menjalani terapi. Pertemuan setiap minggunya dalam enam bulan pertama benar-benar membuat Kana sangat dekat dengan dr. Rian. Meski sekarang waktu terapi dengan dr. Rian hanya dijadwalkan satu kali dalam sebulan, tetapi kedekatan di antara mereka justru kian terjalin. Dr. Rian merupakan sosok yang sangat perhatian. Bagi Kana, perhatian dr. Rian lebih dari sekadar perhatian seorang dokter kepada pasiennya. Dr. Rian sering meluangkan waktu untuk menemui Kana di luar jam kerja jika Kana merasa kurang baik, meski di tengah kesibukan yang ia miliki. Hal itu sangat berarti bagi Kana.

***

Sepanjang perjalanan pulang, Kana hanya tersenyum sambil memandangi rintik hujan yang berjatuhan di kaca mobil sebelah kanan, tempat ia duduk. Jari telunjuknya berusaha menyentuh air dari balik kaca. Setiap perkataan dr. Rian yang ia dengar pagi ini sepertinya takkan pernah ia lupa. Sebenarnya, ini sudah yang ke-sekian kalinya Kana merasa jatuh hati pada setiap perkataan yang terlontar dari mulut psikiater itu. Namun, perasaannya tetap saja tidak bisa merasa biasa. Keberadaan nenek dan dr. Rian dalam hidup Kana merupakan salah satu alasan baginya untuk tetap mengucap syukur. Bahkan, ia juga bersyukur atas kejadian percobaan bunuh diri pada dua tahun lalu, karena kejadian tersebut adalah awal mula Kana bertemu dengan dr. Rian.

Tak lama kemudian, sampailah Kana di sebuah rumah dengan desain bangunan tempo dulu. Rumah yang sekarang Kana tempati adalah rumah neneknya. Setelah kejadian 15 tahun lalu, Kana mulai hidup dengan kakek dan nenek. Namun, kakek Kana telah meninggal sejak Kana berusia 17 tahun karena tubuhnya yang memang sudah renta, juga usianya yang sudah mulai senja, yaitu 77 tahun. Keseharian Kana ia habiskan bersama sang nenek. Meski sudah tak lagi muda, tetapi fisik nenek jauh lebih segar dan bugar dari Kana. Hanya saja, kerutan di bagian wajah dan ribuan helai rambut putih tidak bisa berbohong. Wanita 68 tahun itu selalu ingin terlihat kuat di depan cucu kesayangannya.

“Udah pulang, sayang?” tanya nenek Kana sambil meletekkan kembali cangkir di atas meja.

“Sudah, Ma,” jawab Kana dengan sebutan ‘mama’, “Mama nggak ke toko?” lanjutnya.

“Enggak, sayang. Mama ingin santai aja. Semua perihal toko udah ada yang urus, udah waktunya mama menghabiskan banyak waktu di rumah.” Nenek tersenyum sambil mengelus lembut rambut panjang cucunya.

“Semester depan Kana mau lanjut kuliah lagi, Ma. Biar nanti kalau Kana udah lulus, Kana bisa bantu mama urus toko.”

“Makasih, cantiknya mama. Tapi kalau emang Kana belum sanggup, jangan dipaksa, ya.” Nenek tersenyum lebar.

“Iya, Ma, Kana tahu batasan kesanggupan Kana, kok.”

“Iya, mama percaya.” Nenek tersenyum semakin lebar lalu memeluk Kana dari samping.

Kana merasa sebagai orang paling beruntung di dunia ketika berada di dekat nenek. Ketulusan cinta nenek pada Kana sangat terasa di setiap doa, dukungan, dan sentuhan yang diberikan. Nenek selalu ada untuk Kana, bahkan ketika seluruh hatinya dibuat hancur karena ulah mantan kekasihnya yang tega mempermalukan Kana di depan teman-teman pada sebuah acara di fakultasnya saat itu. Hatinya semakin remuk redam ketika mengetahui bahwa salah satu sahabat Kana terlibat peraasaan dengan mantan kekasih Kana hingga menjalin hubungan sejak bulan pertama Kana mulai berpacaran. Kejadian buruk itu beserta trauma masa kecil yang tak kunjung reda membuat Kana berpikir bahwa sudah tidak ada lagi orang yang mencintainya dengan tulus, hingga Kana sempat menggoreskan cutter di pergelangan tangannya hingga hampir kehabisan darah. Beruntung, Kana masih memiliki nenek dan dr. Rian di hidupnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status