Hidup Bersama Yang Tak Terduga!

Hidup Bersama Yang Tak Terduga!

By:  MeowMoe  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
51 ratings
131Chapters
28.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Tidak menyukai dinikahkan paksa oleh ibu tirinya dengan pria desa yang tidak memiliki masa depan jelas, Keysa Andini justru merasakan hal baru yang tidak diduganya sejak ia dan Steven, suaminya yang berusia lebih muda, mulai tinggal bersama. Keysa yang bermaksud ingin segera menceraikan Steven, mulai merasakan kenyamanan dalam kehidupan bersama yang mereka lalui hingga mengganggu pendirian awalnya itu. Selain menemukan banyak hal menarik dari pria itu, Keysa juga mendapat kejutan besar tak terduga yang nantinya akan mengubah masa depannya.

View More
Hidup Bersama Yang Tak Terduga! Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
lucakuca
bagus sekali
2024-04-11 18:10:40
2
user avatar
Calisa
memuaskan tamatnya. ceritanya juga seru. di tunggu karya2 barunya thor
2024-03-31 18:26:23
5
user avatar
sindak konde
seru novelnya gak bertele tele
2024-03-25 17:29:19
8
user avatar
annisa fuadzah
Jadi penasaran sama ceritanya
2024-03-15 23:33:48
11
user avatar
merpati cinta
bagus jalan ceritanya ga mutar2 dan ga bertele2
2024-03-08 20:22:39
9
user avatar
White Coffe
bagus2 novel mu thor
2024-02-17 15:08:32
10
user avatar
qwer
bagus jalan ceritanya. penulisannya juga bagus. top deh......
2024-02-10 15:33:26
12
user avatar
telecaster
novelnya bagusssssss
2024-02-10 05:02:04
14
user avatar
shina
ayo lanjut novel baru
2024-02-04 15:46:03
21
user avatar
Jessy Ringgo
menarik, baru baca langsung suka
2024-02-04 04:11:59
24
user avatar
Mona Blink
di tunggu novel barux kk
2024-02-04 04:07:16
24
user avatar
Anime Fans
novel yg tidak membosankan utk di baca cowok. gue sdh ngikutin sampai tamat dan novelnya bnr2 cool
2024-02-04 01:02:17
15
user avatar
Jansen Scott
di tunggu karya selanjutnya thor. keren nih novel
2024-02-02 16:23:15
26
user avatar
Dwi Risda
suka novelnya
2024-01-31 17:09:28
35
user avatar
MeowMoe
Maaf masih belum update. Saya masih menunggu persetujuan bab 124 dari editor, baru bisa update bab-bab selanjutnya... Terima kasih utk pengertiannya dan terima kasih sudah mengikuti novel ini...
2024-01-26 00:20:33
42
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
131 Chapters
Bab 1 - Dijodohkan Paksa
“Ma, Keysa tidak suka pria ini. Dia terlalu muda, Ma... Apalagi pekerjaannya tidak jelas!” Rengekku pada Camila, ibu tiriku. Dia memaksaku menikah dengan sembarang pria sesuai kemauannya hanya karena merasa malu pada teman-teman dan tetangga yang sering menyindirku karena aku belum menikah juga di usiaku yang sudah menginjak 36 tahun. “Sampai kapan putrimu mau hidup sendiri Jeng? Malu loh dikatai perawan tua terus sama teman-teman kita.” Kalimat sindiran itu hampir berulang kali terdengar dari Bu Imah, tetangga sebelah rumah kami. Sialnya lagi… Bu Imah hanya salah satu contoh dari sekian banyak penggosip yang tak pernah lelah membicarakan kehidupanku. Masih ada Bu Devi, Bu Siti, Bu Rosa dan banyak lagi. Mereka selalu membicarakan hal yang sama berulang kali, dan pada akhirnya membuat ibu tiriku juga turut menyindirku setiap hari. Sampai pada suatu saat, teman-teman bedebahnya itu membawa foto beberapa pria yang juga sedang mencari istri untuk dijodohkan padaku. Totalitas sekali kan
Read more
Bab 2 - Hari Pernikahan
Garis takdir sering kali tidak berjalan sesuai keinginanku walau aku sudah berusaha mengikuti ke mana arah angin. Maksudku…, angin takdir yang diarahkan oleh ibu tiriku. Awalnya aku tidak ingin dipaksa menikah. Aku tidak peduli pada usiaku yang sudah 36 tahun dan masih belum juga menikah. Aku memang sudah tidak berencana untuk menikah. Aku ingin hidup bebas. Untuk itulah aku menyisihkan uang gajiku yang sudah banyak dipotong sana-sini. Aku menabung sedikit demi sedikit untuk menikmatinya suatu saat nanti. Aku ingin menggunakan uang tabunganku untuk berkeliling dunia, mengunjungi tempat-tempat indah yang selama ini hanya pernah kulihat melalui Youtube. Jangankan kepikiran menikah. Aku bahkan baru pernah berpacaran 2 kali dan semuanya berakhir kurang dari 1 minggu. Luar biasa bukan? Kekangan. Sikap posesif. Yah..., bisa dibilang karena itulah yang membuatku tidak senang menjalin hubungan dengan pria. Bahkan dengan siapa saja yang memiliki sikap seperti itu. Apa yang kualami di dalam
Read more
Bab 3 - Malam Pertama Bersama Suami
“Kami suami-istri, Pak,” sahut Steven menggantikanku. Aku segera melirik kembali ke arah spion. Memicingkan kedua mataku, ingin melihat reaksi pak sopir setelah Steven memberi jawaban. Pria paruh baya itu mengangguk-angguk kecil. Tidak ada ekspresi terkejut di wajahnya. Kalaupun ada, hanya sedikit. Tidak berlebihan. “Saya pikir Neng ini kakaknya, Bang...,” ucap pak sopir. “Menikah dengan jarak usia satu atau dua tahun dengan wanita yang lebih tua tidak jadi masalah sih, Bang,” tambahnya lalu tertawa cekikikan. ‘Apa?! Tidak, tunggu...’ Aku sebenarnya agak kesal dengan apa yang dia bicarakan. Topik pembicaraannya memang kurang sopan. Terlalu bersifat privasi. Tapi..., satu sampai dua tahun? Apa jarak usia kami hanya terlihat sejauh itu? Aku tertawa. ‘Terlihat 1-2 tahun kan ya? Yuhu... Syukurlah tidak seburuk yang kukira.’ Pak sopir sampai menoleh padaku, terkejut saat aku tiba-tiba saja tertawa. “Maaf Neng kalau ternyata seumuran atau Neng-nya lebih muda. Hehe...” “Apa terlihat
Read more
Bab 4 - Aku Bukan Mafia
“I-ini kan...” Aku menutup kembali ransel itu dengan cepat setelah tidak mendengar suara air lagi dari arah kamar mandi, lalu buru-buru pergi menjauhi sofa dan berdiri di dekat kitchen set, ingin berpura-pura bahwa aku tidak pernah beranjak dari sana sejak tadi. ‘Tidak... itu ketinggalan...’ Aku kembali lagi untuk mengambil gelas yang tadi kuletakkan di meja, dan tiba kembali di area kitchen set tepat sebelum Steven membuka pintu. Steven sedikit membungkukkan tubuhnya seraya menganggukkan kepala padaku. Aku memaksa bibirku untuk tersenyum, walau sangat susah untuk kulakukan. Rasa takutku membuatku susah untuk tersenyum. Senyumanku pasti akan terlihat aneh dimatanya. Aku melirik ke arah ransel. “Bodoh! Harusnya ku ambil saja pistolnya,” pikirku, menyesal tidak melakukannya. Entah Steven menyadari atau tidak, ia kemudian pergi menuju sofa. Duduk di dekat tas ransel, lalu membuka ritsletingnya. Dadaku menjadi sesak. Terutama saat melihat Steven mengeluarkan senjata api itu dari d
Read more
Bab 5 - Dibutakan Uang
Setelah keluar dari kamar mandi, mataku langsung tertuju pada Steven yang sedang duduk di sofa. Terlihat jelas kalau dia sedang menungguku di sana. Tapi aku baru menghampirinya 20 menit kemudian, setelah selesai mengeringkan rambutku yang cukup panjang. “Maaf sudah salah menilaimu,” ucapku pelan. Aku duduk mengambil tempat di dekatnya. Sebenarnya tempat terjauh, karena sofa kami tidaklah panjang. Hanya satu baris sofa yang muat untuk 3 orang. Steven duduk di ujung dan aku duduk di ujung lain. “Tidak masalah. Saya juga ingin meminta maaf karena terlalu ceroboh.” Aku tersenyum kaku, lalu melirik pada tumpukan uang di atas meja. Aku sebenarnya tidak tahan untuk tidak melirik ke arah tumpukan uang itu sejak tadi. Tumpukan uang yang hampir tidak memberikan ruang kosong sama sekali pada meja kaca berukuran 0,5x1,5 meter di depan kami. “Jadi... apa maksudnya ini?” Mataku masih tertuju pada tumpukan uang. “Saya minta maaf karena tidak melakukan lamaran secara benar. Saya sebenarnya ingi
Read more
Bab 6 - Kepergok Bawahan
Setelah makan kami tidak langsung pulang, ―walaupun aku sebenarnya sangat ingin langsung pulang. Keinginan itu akhirnya kalah saat aku kebetulan melihat Steven menatap jalanan dengan wajah bingung yang aneh, di sepanjang perjalanan kami pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Entah dia bingung atau wajahnya seperti itu karena belum terbiasa dengan kota Jakarta, yang pasti aku jadi merasa kasihan padanya. Aku pun mengajaknya untuk jalan-jalan ke Mal yang berada tak jauh dari jalur jalan yang kami lewati, ―kebetulan aku juga belum pernah pergi ke Mal itu dan sekalian saja aku ingin melihat-lihat ke sana.Aku bisa melihat perubahan ekspresi Steven setelahnya. Bisa dikatakan, wajahnya tampak lebih ceria. Aku menebak, dia mungkin sedang merindukan kampung halamannya.‘Padahal dia baru dua hari di sini. Bagaimana kalau sudah satu minggu? Satu bulan? Atau satu tahun? Mungkinkah dia akan pergi meninggalkanku setelah itu?' Pikiranku malah menyimpang ke sana. Aku tidak peduli juga sih. Tapi..
Read more
Bab 7 - Cara Aneh Mencari Pasangan
Aku dan Steven baru pulang kembali ke rumah kami jam 7 malam setelah selama seharian menghabiskan waktu berbelanja dan berjalan-jalan di Mal. Walau awalnya aku hanya ingin mengantarkannya berjalan-jalan, sejujurnya pada akhirnya aku sendiri juga menikmati waktu yang kami habiskan bersama hari ini, terutama karena aku bisa kembali berbaur dengan keramaian yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Ya, sudah sangat lama bagiku, yang hampir tidak memiliki waktu dan uang lebih, untuk berjalan-jalan seperti ini. Dalam beberapa tahun belakangan ini, akhir pekanku biasanya cuma kuhabiskan untuk membaca novel ringan atau melihat-lihat referensi destinasi wisata di Youtube yang kemudian akan kumasukkan dalam daftar tujuan liburanku suatu saat nanti. Aku bahkan tidak ingat kapan punya waktu luang untuk berjalan-jalan seperti hari ini. Waktu luang? Sebenarnya, mungkin bukan waktu luang yang tidak kumiliki, melainkan uang. Apa karena gajiku kecil? Tidak juga. Sebelumnya mungkin s
Read more
Bab 8 - Ajakan Tidur Bersama?
“Tidak. Sudah saya katakan kalau saya langsung menyukai Anda setelah melihat foto Anda. Saya tidak memikirkan lainnya.” Entah kenapa, kata-kata berbau pujian dari Steven membuatku sedikit malu hingga aku akhirnya diam dan melanjutkan pekerjaanku tanpa bertanya apa pun lagi. ‘Kenapa dia tidak bertanya balik? Apa dia tidak penasaran?’ Aku agak bingung kenapa Steven tidak mengajukan pertanyaan yang sama padaku. Jika menjadi dia, aku pasti akan penasaran dan bertanya hal serupa juga padanya. ‘Atau… apa dia takut kalau aku minta bercerai karena menikah di bawah paksaan?’ Aku melirik padanya, ―yang sudah sibuk membuka kardus-kardus kecil kembali dan benar-benar tidak terlihat ingin bertanya hal yang sama padaku. ‘Tapi tidak mungkin.’ Aku menatap ke kamar, ingat berapa banyak uang yang ada di sana, ―yang dibawanya ke sana-kemari tanpa takut dirampok, juga memberikannya padaku dengan santai. Dia bisa dengan mudahnya menemukan wanita cantik dengan uang seserahan sebanyak itu. Khususnya p
Read more
Bab 9 - Menyapa Para Tetangga
Karena ini hari Minggu, aku sengaja tidak memasang alarm di ponselku dan aku pun akhirnya bangun jauh lebih siang dari biasanya. Hal pertama yang kuingat setelah melihat jam di ponselku adalah Steven. Tidak seperti kemarin, kali ini aku langsung mengingatnya, ―terutama setelah beberapa puluh menit tidak bisa tidur karena harap-harap cemas kalau dia akan datang menyambut baik ‘ajakan’ tak sengaja dariku. Aku melihat dan meraba-raba tempat di sebelahku tidur yang masih rapi dan tidak merasakan hangat bekas ditiduri di sana. ‘Bodoh... Kalau dia sudah bangun lebih dari 30 menit tentu tidak akan terasa hangat.’ Aku menatap tubuhku, melihat pakaianku yang masih lengkap. Aku juga melihat pintu kamar yang sudah tertutup kembali. Entah kenapa, aku malah agak sedikit tersinggung. ‘Apa aku tidak menarik baginya? Apa karena jarak usia kami?’ Aku baru beranjak dari tempat tidur saat mendengar suara berisik di luar kamar untuk pergi mengecek sumber suara mengganggu tersebut. Perhatianku langs
Read more
Bab 10 - Jarak Usia Kita Terlalu Jauh
Selama kami berada di rumah Pak RT, Steven berbicara jauh lebih banyak dariku, ―sementara aku sendiri menghabiskan lebih banyak waktu hanya untuk mendengarnya berbicara dan mengaguminya. Dia bisa mengimbangi topik pembicaraan apa pun dengan sangat baik, bahkan saat Pak RT yang sudah berusia hampir 70 tahun itu mengajaknya berbicara tentang zaman setelah era kemerdekaan yang tidak kutahu dan tidak kumengerti sama sekali. ‘Benar-benar di luar dugaanku. Berapa sih umurnya?’ “Teh-nya Neng…” Aku hampir melompat kaget saat Bu RT tiba-tiba muncul di sampingku dari dalam ruang keluarga mereka. Aku mengangguk dan tersenyum malu sembari menerima teh yang Bu RT suguhkan padaku. Bodohnya aku tadi dengan lancang dan tanpa sengaja menolak kopi yang ia buatkan hanya karena aku tidak menyukai kopi manis dan berampas. Untung saja Steven pandai mencari alasan hingga Bu RT bisa mengerti dan memakluminya ―bahkan dia merasa bersalah karena menghidangkan minuman tanpa bertanya terlebih dulu padaku. A
Read more
DMCA.com Protection Status