"Apa yang baru saja kau lakukan Ray? Kenapa kamar ini tampak seperti kandang domba dibandingkan dengan kamar manusia?" Dani mengerutkan kening.
Dani memicingkan mata ketika melihat pakaian dalam milik Novi tergeletak di pojokan tempat tidur.Dani menoleh ke arah Rayhan dan menatap tajam. Ia merasa geram dengan sikap amoral yang dilakukan oleh putra sulungnya tersebut."Kau dan adik perempuanmu ternyata sama saja. Kalian tidak bisa diandalkan." Dani mengkritik sikap Rayhan."Ini hanya soal kecil. Aku hanya bersenang senang sedikit." Rayhan berusaha menjelaskan. Tapi Dani nampak enggan mendengar penjelasan dari anaknya."Tadinya aku ingin membahas mengenai Wulan denganmu. Tapi aku rasa, kau juga tak bisa menyelesaikan apa apa. Kau juga bermasalah. Ingat Ray, jika sampai terjadi hal buruk pada Sandra, karena ulahmu, Papa tidak akan melepaskanmu!" Dani mengancam. Baginya, Sandra adalah menantu terbaik yang tak bisa ia dapatkan dimana pun."Tolong!" Rayhan berteriak histeris karena panik. Kedua anaknya juga tampak cemas melihat kondisi Kakek mereka yang tergeletak tak berdaya di lantai."Kakek! Bangun Kek!" seru Ana dengan mata berkaca."Kalian tunggu di sini, Papa akan meminta bantuan." Rayhan bicara serius kepada kedua anaknya."Cepat Pa! Kasihan Kakek!" seru Levin.Tepat saat Rayhan hendak bangkit berdiri, sang Ayah perlahan lahan membuka matanya."Pa, Kakek bangun." Levin bersuara pelan.Rayhan berjongkok di depan Dani. Ia memegang erat tangan Dani."Bagaimana keadaan Papa. Aku sangat khawatir," ucap Rayhan."Papa baik Ray. Hanya sedikit sakit di bagian dada." Dani bicara sembari menarik nafas dalam dalam. Tarikan nafasnya juga terlihat menyakitkan."Kita ke Dokter terdekat lebih dulu sebelum pulang!" Rayhan menegaskan.Rayhan menelepon petugas hotel menggunakan telepon kamar. Tak perlu waktu lama, petugas hotel datang. Mereka membantu Rayhan untuk menurunkan barang bawaan dan menaruhnya ke dalam mobil.Sementara it
Sandra memindahkan lingrie itu ke dalam kotak kecil. Ia kemudian melanjutkan acara mencuci bajunya. Setelah semuanya selesai dicuci, ia datang ke kamar membawa kotak kecil berisi lingrie tersebut."Mas! Bukalah!" ucap Sandra sembari menyodorkan kotak tersebut."Apa ini?" tanya Rayhan bingung."Coba bukalah. Lalu jelaskan, siapa pemilik aslinya," jawab Sandra.Rayhan membuka kotak tersebut dan melihat lingrie yang dikenakan Novi semalam, ada di dalam sana."Aku bingung bagaimana menjelaskan ini. Apakah penjelasanku nanti akan dipercaya olehmu atau tidak?" ucap Rayhan."Jawab saja. Kenapa harus bingung? Dengan siapa kau semalam di hotel? Apa perlu, aku juga bertanya hal ini kepada anak - anak kita?" tanya Sandra, tegas."A...a...aku tidak bisa menjelaskan. Intinya percayalah kepadaku. Aku tidak melakukan seperti apa yang sedang kau pikirkan," jawab Rayhan dengan suara terbata - bata.Sandra menatap dalam ke arah netra Rayhan. Meski ada perasaan curiga ia mencoba menepisnya."Mengenai pe
"Dandan yang cantik. Kamu harus tampil sempurna hari ini. Aku ingin mengenalkanmu kepada temanku," ucap Rayhan sambil menoleh ke arah istrinya."Bukankah kita akan pergi ke danau, untuk bersantai bersama anak - anak?" tanya Sandra keheranan.Rayhan menggelengkan kepala. "Tidak, kita akan mampir sebentar ke rumah temanku. Setelah dari sana, baru kita bisa pergi ke danau.""Tapi Mas, aku malu. Untuk apa aku berkenalan dengan temanmu?" bantah perempuan berparas cantik tersebut."Kamu selalu mengajak aku berdebat! Dan membuatku marah! Aku hanya ingin mengenalkanmu saja, kepada temanku! Biar dia tahu, kalau aku memiliki istri yang cantik di rumah!" Rayhan bicara dengan nada meninggi."Memamerkan istrimu sendiri?" gerutu Sandra."Aku ini istrimu Mas, tapi kamu memperlakukan aku seperti barang yang dapat dibayar dengan selembar uang." Sandra bicara dalam hatinya.Sandra menghela nafas panjang. Ia melanjutkan berdandan dan mewarnai bibirnya.Selesai bersiap, mereka sekeluarga berangkat ke ru
Rayhan memegangi tangan Arya. Ia mencengkeram tangan sahabatnya dengan erat sembari menatap dalam."Jauhkan tanganmu dari wajah istriku!" Rayhan memberikan peringatan tegas."Aku hanya membantunya saja. Kalau kau memang peduli, harusnya kau yang membantunya!" sahut Arya.Arya kembali duduk. Rayhan dan Arya sama sama terlihat mengatur nafas mereka agar tak tersulut emosi. Makan siang kembali dilanjutkan. Arya mencoba sebaik mungkin untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.*****Setelah selesai berkunjung dan makan siang bersama di rumah Arya, Rayhan dan keluarganya melanjutkan perjalanan menuju ke Danau Blue Bell.Sandra duduk di samping Rayhan yang memegang kendali mobil. Netranya memandang jauh ke depan.Ia terhanyut dalam lamunannya sendiri, sepanjang perjalanan. Bayangan Arya mulai muncul dalam benaknya. Bagaimana mereka berkenalan dan cara Arya menawarkan minum, membuat wanita ini terkesan.Raut wajahnya yang cantik, mengembangkan senyum. Hal ini tak sengaja dilihat oleh Rayh
"Masuk ke kamar. Lupakan yang kau lihat barusan. Papa menyayangimu!" Rayhan memeluk Levin.Meskipun begitu, jantung Levin masih berdegup kencang. Bocah kecil itu masih ketakutan melihat kondisi Ibunya yang tak baik. Levin masuk ke dalam kamar. Lalu menarik selimut dan bersembunyi di dalamnya. Rayhan juga masuk ke kamar. Ia melirik Sandra yang sudah memejamkan mata. *****Keesokan paginya, anak anak bangun lebih dulu. Mereka berlarian mengelilingi ruang tamu. Sandra keluar dari kamar. Wanita itu tersenyum melihat tingkah kedua anaknya."Mama baru bangun ya?" tanya Ana."Ya sayang. Mama akan mandi sebentar lalu membuat sarapan untuk kalian." Sandra kembali masuk ke dalam kamar.Saat ia menoleh ke arah tempat tidur, ternyata suaminya juga sudah bangun."Apa kah kau masih sakit?" Rayhan bertanya.Sandra menatap kosong ke arah jendela kamar, tanpa menjawab sepatah katapun."Kau tahu sifatku. Tapi kau tetap melakukan kesalahan. Ini semua salahmu sendiri. Bukan salahku." Seperti biasanya,
Rayhan duduk di dalam kamarnya. Mukanya pucat pasi, degup jantungnya terasa makin kencang ketika teringat istri dan anak anaknya menaiki perahu bersama pria lain.Kepalan tangan Rayhan meninju lemari kaca."Prang!"Suaranya kencang sekali hingga membuat tangannya terluka dan berdarah. Ia kembali memukul meja di dekatnya. Melemparkan seluruh barang yang ada di kamar. Kertakan giginya terdengar, urat urat tipis yang ada di dahinya keluar."Apa - apaan ini! Aaarrrrrggghhh!" pekik Rayhan."Awas kau Sandra. Malam nanti aku akan membuatmu menyesal," ucap Rayhan pelan, ia menyeringai dengan tatapan penuh amarah.****Di atas perahu, Sandra yang mulai resah menatap kosong ke arah Danau. Ia hafal betul dengan sikap Rayhan yang pemarah."Rayhan pasti marah denganku," ucap Sandra.Arya menoleh ke arahnya. "Kenapa dia harus marah? Dia kan yang menyuruh kita berangkat duluan.""Dia teman yang baik sekaligus ayah yang baik. Aku melihatnya begitu mencintai anak anaknya." Arya mencoba menenangkan."P
Suara berisik membuat Sandra berlari masuk ke dalam kamarnya. Untungnya saat ia masuk ke dalam kamar, Rayhan sudah tertidur.Keesokan paginya, Sandra menyiapkan sarapan di atas meja. Menata makanan dengan apik agar saat semua anggota keluarga bangun, makanan sudah siap santap. Mbok Sukra juga membantu sejak pagi.Diam - diam, Arya mengamati Sandra dari kejauhan. Irama jantungnya berdegup kencang."Kenapa selalu seperti ini, saat menatap istri sahabatku? Gelora rasa yang tak biasa. Ia seperti permata, kilauannya saja mampu menggetarkan dada. Apa jadinya jika permata seperti dirinya, menjadi bagian dari hidupku?""Apa - apaan pikiranku! Pagi ini setelah sarapan, aku harus mengirimkan laporan instalasi menara." Arya bicara sambil menepuk dahinya sendiri.Arya berjalan mendekati Sandra dan menyapanya."Hai selamat pagi! Bagaimana tidurmu semalam?" Arya tersenyum menatap wanita pujaannya.Sandra tidak menjawab. Ia menatap nanar kearah Arya."Ada apa?"Belum sempat Arya melanjutkan pertanya
Sandra yang refleks memeluk Arya, segera melepaskan pelukannya. Pipinya memerah, ia jadi salah tingkah."Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini."Jari telunjuk Arya menyentuh bibir Sandra dengan lembut."Ssstt! Jangan katakan apapun. Aku mencintaimu. Aku mencoba berkali kali menepis perasaan ini. Tapi aku tidak bisa."Austin berlutut di depan Sandra. Ia mengulurkan tangannya, mirip seperti seseorang yang akan melamar kekasihnya."Aku ingin ada dalam hidupmu. Biarkan aku menjadi bagian dari hatimu. Apa kau mengizinkannya?"Sandra jadi membeku. Ia tak menyangka, jika Arya akan meminta hal seperti ini."Kenapa diam? Jangan palingkan wajahmu. Aku di sini menunggu jawabanmu."Sandra masih saja diam. Ia merasa dilema. Namun, ia tak bisa menyangkal, jika dirinya merasa nyaman di dekat lelaki itu."Kenapa kau ciptakan sekat di antara kita?Seakan kau tahu, jika sekat itu dilepas, air bukan hanya akan mengalir deras tapi mampu merobohkan dinding bendungan yang ada." Arya melanjutkan ucapannya.