Share

Bulan Madu Kelabu

Rayhan duduk di dalam kamarnya. Mukanya pucat pasi, degup jantungnya terasa makin kencang ketika teringat istri dan anak anaknya menaiki perahu bersama pria lain.

Kepalan tangan Rayhan meninju lemari kaca.

"Prang!"

Suaranya kencang sekali hingga membuat tangannya terluka dan berdarah. Ia kembali memukul meja di dekatnya. Melemparkan seluruh barang yang ada di kamar. Kertakan giginya terdengar, urat urat tipis yang ada di dahinya keluar.

"Apa - apaan ini! Aaarrrrrggghhh!" pekik Rayhan.

"Awas kau Sandra. Malam nanti aku akan membuatmu menyesal," ucap Rayhan pelan, ia menyeringai dengan tatapan penuh amarah.

****

Di atas perahu, Sandra yang mulai resah menatap kosong ke arah Danau. Ia hafal betul dengan sikap Rayhan yang pemarah.

"Rayhan pasti marah denganku," ucap Sandra.

Arya menoleh ke arahnya. "Kenapa dia harus marah? Dia kan yang menyuruh kita berangkat duluan."

"Dia teman yang baik sekaligus ayah yang baik. Aku melihatnya begitu mencintai anak anaknya." Arya mencoba menenangkan.

"Peran sebagai seorang suami dan ayah adalah hal yang berbeda," jawab Sandra singkat.

Arya menyentuh tangan Sandra.

"Percayalah dia pria yang baik. Tak ada yang perlu di khawatirkan. Aku ada disini bersama kalian."

Sentuhan tangan Arya membuat perasaan tenang dan aman. Sandra terpaku menatap Arya. Kemudian saling melemparkan senyuman. Anak - anak berteriak dengan gembira melihat ikan yang naik ke permukaan air. Semuanya kembali menikmati pemandangan.

Dua puluh menit berlalu, awan mendung kian menebal. Matahari perlahan juga mulai menghilang.

"Pak apa perahunya sudah bisa menepi?" tanya Arya kepada seorang lelaki tua yang mengemudikan perahu.

"Maaf Pak... Masih satu putaran lagi."

Mendengarkan hal ini, anak anak berteriak dengan gembira.

"Hore!"

"Ayo lanjutkan petualangan kita!" Levin berteriak sembari mengepalkan tangannya ke atas.

Di atas kapal, Arya mengajak anak - anak bernyanyi. Sesekali ia mencuri pandang dengan Ibu dari anak-anak tersebut.

Suasana begitu syahdu dan harmonis.

Tiba - tiba Bapak pengemudi kapal bertanya.

"Anaknya hanya dua orang saja Pak?"

Pertanyaan ini sukses membuat Sandra dan Arya gelagapan.

"Bukan pak! Itu."

Belum selesai Sandra bicara, Arya langsung menyela.

"Oh iya Pak. Anak kami hanya dua orang saja."

"Keluarga yang bahagia sekali. Saya senang sekali melihat pasangan serasi seperti kalian." Bapak pengemudi kapal memuji.

" Eh tapi." Sandra hendak mengatakan yang sebenarnya.

"Ssst! Jika dia tahu kita bukan pasangan, tapi berjalan berduaan seperti ini, apa yang akan dia pikirkan tentangmu?!" bisik Arya lirih sembari menaruh jari telunjuk tepat di depan bibirnya.

Sandra hanya diam saja dan tersenyum. Ia tak mampu menolak apapun pernyataan Arya.

Tak terasa perahu yang mereka sewa sudah selesai melakukan 2 sesi putaran berkeliling. Arya menggendong Ana, dan membantu Levin turun dari perahu. Ia juga menggenggam erat tangan Sandra di sampingnya, agar tidak terpeleset.

"Om... Aku mau makan itu," ucap Levin sambil menunjuk ke arah penjual bakso.

"Levin mau bakso? Ayo kita semua kesana!"

"Levin, kamu bikin Mama malu aja. Minta minta terus sama Om Arya." Sandra menasehati anaknya.

"Levin tidak meminta. Aku kan yang bertanggung jawab menjaganya. Sudah sewajarnya, aku juga memastikan kalian pulang dalam keadaan kenyang," jawab Arya.

Mereka semua makan dengan lahap. Sesekali terlihat petir menyambar, diikuti oleh suara guntur yang bergemuruh. Selesai makan, mereka berjalan cepat pulang ke villa.

Sesampainya di villa, semuanya kebingungan. Ruangan villa terlihat gelap tanpa penerangan. Tak satupun lampu yang menyala.

"Rayhan kemana? Kenapa dia tidak menyalakan lampu?"

"Rayhan! Rayhan!" Arya berteriak.

"Oh kalian sudah pulang, aku di kamar. Aku mengantuk. Aku ingin tidur!" Rayhan menjawab dari dalam kamarnya.

Sandra yang mendengarkan ini langsung menyuruh anak anaknya mandi dan segera tidur. Tak lupa, ia pun juga mengucapkan terima kasih kepada Arya.

"Terima kasih sudah menemani kami."

"Kau pasti lelah, segeralah mandi dan beristirahat juga ya." Sandra bicara lagi.

Belum sempat Arya menjawab, Sandra bergegas pergi meninggalkan Arya sendirian.

Ia sadar penuh, bahwa sebentar lagi Rayhan pasti akan mengamuk dan menyiksanya. Ia tak ingin siapapun mendengar suara tangisannya, terutama anak anaknya.

Sandra membuka pintu kamar, ia mendapati situasi kamar yang kotor dan berantakan. Benda - benda berserakan di lantai. Pecahan kaca juga berhamburan di lantai. Sandra tahu bahwa suaminya tidak dalam keadaan baik, ia hanya diam dan berlalu ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi, ia mendekati suaminya. Memijat punggung dan kaki suaminya.

"Kau senang berjalan dengan sahabatku kan." Rayhan menyindir dengan suara parau.

"Tentu tidak. Kenapa bertanya seperti itu?" Sandra membantah tuduhan suaminya.

Rayhan membalikkan badan, menatap istrinya penuh emosi.

"Plak!"

"Plak!"

Dua tamparan mendarat di pipi Sandra.

Rayhan meraih leher istrinya lalu mencengkeram dengan kasar.

"Take off your clothes! Layani aku sekarang!"

"Cepat!"

Rayhan berteriak dengan suara melengking. Tapi kamar utama sudah terpasang peredam suara. Sehingga orang orang yang ada di luar tidak dapat mendengar suara mereka.

Kamar itu sengaja di desain khusus oleh pemilik Villa sebagai kamar pengantin baru. Agar pengantin baru yang sedang bulan madu bisa bebas bereksplorasi dan berekspresi bersama pasangannya di atas pembaringan.

Rayhan menarik tubuh istrinya ke atas ranjang. Tanpa rasa ragu, ia melepaskan senjatanya ke dalam goa.

"Kamu adalah milikku. Your body is my mine too," ceracau Rayhan.

Ia menggendong tubuh istrinya ke kamar mandi, menyalakan shower dan melakukan olahraga panas di sana.

"Sakit." Sandra mengeluh seperti biasanya.

Tak puas dengan gerakan biasa biasa saja, ia membuka mulut Florist dan memasukkan senjata pamungkasnya di sana.

Setelah puas menyalurkan keinginannya, ia meninggalkan Sandra sendirian di kamar mandi.

Lagi dan lagi, Sandra merasakan perih pada bagian bawahnya. Selesai membersihkan diri, ia pergi keluar kamar. Berjalan tertatih dengan kaki sedikit mengangkang, menahan sakit.

Ia duduk sendirian di kursi ruang tamu. Matanya memerah menahan tetesan air yang akan turun membasahi pipinya.

Tangan seseorang menepuk bahunya dari belakang, Sandra menoleh, ia melihat Arya berdiri di belakangnya.

"Hai apa yang sedang kau lakukan di ruangan gelap seperti ini sendirian?"

Sandra diam tak menjawab. Ia menundukkan kepalanya.

"Kau tak mau ceritakan semuanya kepadaku? Padahal aku sudah siap menjadi pendengar setiamu."

"Tidak ada... Aku hanya tidak bisa tidur saja."

Arya tersenyum memandangi istri sahabatnya tersebut. Ia tahu bahwa Sandra menyimpan rahasia pahit.

"Suatu saat kau akan tahu, bahwa seseorang yang tulus berada didekatmu, hanyalah aku." Arya bicara dalam hati.

"Kletek!" Suara mirip benda yang jatuh ke lantai, membuat Sandra dan Arya kaget.

"Siapa itu? Apakah itu Rayhan?" Sandra menggigil ketakutan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status