"Aku adalah Aham!" ucap pria di depan Ayana.
"Aham?" Kening Ayana mengkerut seraya tampak berpikir dan mengingat-ingat. Apa ia mengenal atau pernah bertemu dengan pria yang mengaku bernama Aham tersebut."Abraham Pamungkas." Aham memperjelas namanya."Aku tidak mengenalmu. Dan aku rasa aku juga tak pernah punya urusan apalagi salah padamu. Oleh karena itu lepaskan aku," ucap Ayana. Pria itu tersenyum kecut. "Kau bilang kita tak pernah bertemu?" Aham semakin memajukan tubuhnya lagi. Hingga semakin dekat jarak antara Aham dan Ayana."Menjauh dariku. Kau salah orang. Kita tak pernah bertemu," sengit Ayana."Kita pernah bertemu, Ayana!" Mata Aham lekat menatap Ayana."Kapan? Dan dimana?" tanya Ayana. Dengan suara bergetar."Pada malam itu. Di pesta!""Pesta?""Tepatnya di depan toilet!"Kening Ayana mengkerut. Tampak berusaha mengingat."Aku adalah pria yang ingin suamimu patahkan kakinya."Mata Ayana membelalak sempurna tatkala mendengar pengakuan Aham."Jadi k-kau—""Iya, Ayana." Aham tersenyum sinis."Jadi kau menculikku untuk balas dendam?" "Tidak!""Kau seperti tidak apa-apa. Lalu kenapa kau harus balas dendam?" Suara Ayana terdengar nyaring dan bergetar. Emosi dan rasa takut bercampur menjadi satu."Aku menculikmu tidak untuk itu.""Lalu?" Ayana sedikit mengangkat dagunya.Aham semakin mendekatkan wajahnya hingga membuat Ayana harus sedikit memundurkan kepalanya."Aku ingin kau bekerja sama denganku!" lirih Aham."Kerjasama?""Iya, Ayana.""Aku tidak mau.""Kalau begitu kau akan aku kurung tanpa makan dan minum. Hingga kau m4ti disini tanpa ada orang yang tahu.""Beraninya, kau!" Gigi Ayana bergemeletuk menahan geram dan emosi."Aku lebih dari berani, Ayana. Oleh karena itu. Kau tidak bisa lepas dari genggamanku sebelum kau menyetujui ajakan ku." Aham tersenyum licik."Katakan sekarang. Apa kerjasamanya."Aham tak segera menjawab. Ditatapnya wajah Ayana lekat-lekat.Selanjutnya Aham lebih mendekatkan wajahnya lagi pada Ayana. Lalu ia berbisik di telinga Ayana. "Bvnuh suamimu!""Apa!" Ayana sontak terkejut.Aham tersenyum seraya menjauhkan wajahnya dari Ayana."Apa kau tak w4ras. Kau menyuruhku untuk membvnuh suamiku, heum?" Ayana mulai emosi."Ada dendam apa kamu sama dia hingga kau—""Bukannya kau juga ingin lepas dari pria kasar dan aneh seperti Dindar, Ayana!"Ayana termangu mendengar kata-kata Aham. Ia heran, kenapa Aham bisa tahu tentang Dindar dan seolah-olah tahu juga sikap Dindar pada Ayana."Siapa kau sebenarnya?" tanya Ayana menatap Aham dengan mata memicing.Aham tersenyum sinis. "Kau tak perlu tau siapa aku, Ayana." Aham menyandarkan punggungnya ke kursi. "Yang jelas suamimu itu bukan pria baik.""Lalu apa pedulimu!" ketus Ayana."Ini peduliku." Aham menyingkap dress Ayana menunjukkan luka lebam di paha mulus Ayana."Beraninya, kau!" geram Ayana. Serasa mau memukvl Aham namun ia tak bisa sebab tangannya terikat."Sudah kubilang. Aku lebih berani dari itu.""Lepaskan aku!""Baik. Tapi bawa ini." Aham meletakkan b3lati di telapak tangan Ayana."Bvnuh suamimu, Ayana. Dia bukan pria baik.""Kau sudah tak war4s." Ayana melepaskan b3lati di tangannya hingga jatuh ke lantai."Suamimu yang tak w4ras, Ayana. Kamu bisa melihatnya sendiri. Oleh karena itu kau harus mel3nyapkan pria itu. Dia berb4haya.""Aku tidak percaya kamu," teriak Ayana."Kau harus percaya.""Kenapa?""Sebab aku seorang polisi yang ditugaskan!"Ayana tersentak kaget. Matanya melotot menatap Aham."Dengar. Suamimu itu punya masa lalu k3lam. Dan sangat berbah4ya. Kau tidak akan lepas selama dia masih hidup, Ayana."Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau berbohong.""Ok. Jika aku berbohong." Aham mengeluarkan ponselnya. "Coba lihat ini." Mata Ayana membelalak lebar tatkala melihat apa yang Aham tunjukkan padanya."Akan aku beritahu sesuatu padamu, Ayana." Aham meraih tengkuk Ayana, mendekatkan mulutnya, lalu berbisik di telinga Ayana."Tidak mungkin," lirih Ayana seraya meneteskan air matanya.*****Setelah turun dari mobil yang mengantarnya, Ayana berjalan gontai melewati pagar rumah.Matanya menatap kosong. Tangannya menggenggam b3lati pemberian dari Aham.Entah kenapa saat pikirannya kembali tergiang-giang dengan bisikan Aham tadi, b3lati di tangannya semakin kuat dan erat Ayana genggam.Saat ini Ayana sudah tiba di ruang tengah."Ayana!" seru Dindar yang ternyata sedang ada di sofa ruang tamu.Saat melihat kedatangan Ayana, Dindar segera berdiri dan begitu antusias mendekati Ayana."Kau darimana saja, Aya?" tanya Dindar. Tampak khawatir.Ayana tak menjawab. Matanya menatap kosong ke arah Dindar."Aya. Katakan. Kau darimana saja. Aku mencarimu. Dan kenapa kau tak bilang jika ingin pergi."Ayana masih tak menggubris pertanyaan-pertanyaan Dindar."Aya jawab! Apa yang telah terjadi?"Kembali Ayana tak menggubris pertanyaan Dindar."Ayana ini apa?" Dindar mengangkat tangan Ayana yang menggenggam erat b3lati."Kenapa kau pulang membawa ini?" Dindar penuh selidik."Habis bertemu dengan siapa kamu?""A-aku…aku….""Ada apa, Aya?" Nada suara Dindar terdengar dingin namun menakutkan untuk Ayana."Ayana jawab!" bentak Dindar.Kali ini Ayana mengangkat wajahnya menatap Dindar.Air mata Ayana jatuh seraya bibir tersenyum. "Maafkan aku, Mas." Ayana segera mengayunkan b3lati di tangannya ke arah perut Dindar."Ayana…!""Akhh…!"________"Akhh…!" Ayana terpel4nting saat tangan kekar Dindar menangkis tangan Ayana yang begitu cepat ingin menghvnuskan b3lati ke perut Dindar.Dindar segera meraih tubuh kecil Ayana yang tersungkur di lantai dan membawanya duduk di sofa.Namun sebelum itu ia membuang bekau yang dioegang Ayana, melemparnya jauh.Ayana tertunduk takut. Takut akan amarah Dindar sebab barusan dirinya berusaha meleny4pkan Dindar."Ayana!"Ayana memejamkan matanya masih dengan kepala menunduk. Seruan Dindar benar-benar membuat detakan jantungnya berpacu lebih cepat. Jangankan menatap Dindar, masih mendengar suaranya saja wanita itu begitu takut. Hingga tangannya berkeringat dingin juga bergetar."Lihat aku, Ayana!"Ayana semakin takut. Ia tak tahu, apalagi yang akan Dindar lakukan pada dirinya kali ini. Tangan Ayana satunya meremas tangan yang lainnya. Gugup da
"Be-benarkah yang aku dengar ini, Mas?" Suara Ayana bergetar saat menanyakannya. Saking terkejutnya mendengar ini kandung dari Dindar mati sebab bunvh diri.Dindar menjawab dengan anggukan kepala."Lalu...apa penyebabnya?" tanyanya lagi."Karena pengkhianatan Ayahku. Ayahku seorang perwira, namun ia tukang selingkuh. Setiap malamnya Ayah selalu membawa perempuan yang berbeda-beda ke dalam rumah. Aku dan Ibu setiap malamnya selalu mendengar rintihan wanita selingkuhan Ayah. Rintihan dan des4han dari wanita-wanita jal4ng Ayah. Oleh karena itu, setiap malamnya Ibu selalu menangis. Hingga pada suatu malam, saat aku baru saja masuk ke kamar Ibu, aku sudah menemukan Ibu bergantung ke sebuah tali." Dindar mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Sedangkan Ayana ternganga seolah tak percaya dengan apa yang ia barusan dengar dari cerita Dindar.Ayana tak menyangka bahwa Dindar ternyata punya kisah menyedihkan
Saat terbangun di pagi hari, Ayana langsung dikejutkan dengan keberadaan Dindar yang sedang duduk di pinggir kasur menatap Ayana.Ayana segera duduk dari posisi baringnya. "Ada apa, Mas?" tanya Ayana sebab merasa ada yang lain dari tatapan Dindar.Dindar tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. "Selamat pagi," seru Dindar. Ayana segera menyunggingkan senyuman manisnya. Tiba-tiba Ayana merasakan kalau Dindar sudah mengembalikan sikap awal waktu pertama Dindar mendekati dirinya. Begitu banyak kemanisan dan kelembutan dan tentunya sangat perhatian.Dalam hati Ayana berdoa. Semoga Dindar memang telah benar-benar berubah, sudah kembali seperti sifat sebelumnya."Aku sudah pesankan kamu sarapan. Makanlah." Tangan Dindar mengelus lembut kepala Ayana.Meskipun rasa Ayana pada Dindar sudah tak seperti sebelumnya yang mencintai Dindar, namun Ayana merasa senang dan bahagia dengan perlakuan lembut dan perhatian Dindar saat ini. Walaupun sebelumnya Ayana ada keinginan untuk berpisah dari Dind
"Sekarang kau mengerti, kan, Ayana? Kenapa kamu harus mendengarkan aku. Aku mengatakan ini padamu karena kasihan. Kau tak tahu apa-apa tentang Dindar." Aham berkata dengan tatapan yang begitu serius. Seolah ingin memperlihatkan pada Ayana bahwa apa yang dikatakannya adalah sebuah keberan.Sejenak Ayana masih termangu dengan kata-kata Aham, namun untuk selanjutnya ia menggelengkan kepala."Tidak. Kau salah. Kau yang tak tahu apa-apa tentang Dindar. Dan sekarang aku sudah tahu. Aku tahu kenapa dia punya sifat seperti itu," ucap Ayana penuh keyakinan."Aku sudah sangat percaya padanya. Dan seharusnya aku kemarin tak percaya sama kamu," ucap lagi Ayana."Kau harus lebih percaya aku, Ayana.""Kau siapa. Kenapa aku harus percaya kamu," tanggap Ayana. Sengit. "Aku tidak kenal kamu.""Lalu apa kau kenal Dindar.""Dia suamiku.""Suami akan memberikan surga untuk istrinya tapi dia akan memberikan neraka untukmu, Ayana.""Aku tidak percaya kata-katamu lagi. Aku tidak tahu ada masalah apa kamu s
Jika saja Ayana punya keberanian, sedikit saja. Tentu ia akan menghampiri Dindar dan menanyakan tentang status wanita yang bersamanya. Ayana benar-benar tak menyangka bahwa ia akan diselingkuhi oleh Dindar. Ia kira Dindar hanya punya sikap kasar terhadapnya, namun ternyata Dindar juga menduakan dirinya.Ayana memilih pulang dengan membawa hati yang terluka. Entah nasib apa yang ia punya hingga segitu buruk kisah hidup yang ia alami.Setibanya di rumah, Ayana segera mencuci muka sebersih-bersihnya untuk menghilangkan air matanya yang terus mengalir. Ia benci dengan air mata yang terus mengalir karena Dindar. Lebih-lebih karena diselingkuhi Dindar. Seharusnya Ayana tak merasa sakit hati hingga harus menangis sebab diselingkuhi pria kasar sepertinya. Karena Ayana mengakui sendiri bahwa rasa cinta untuk Dindar sudah mulai memudar tatkala pria itu mulai berlaku kasar pada dirinya.Namun naluri keistriannya yang membuat Ayana merasa tak terima dikhianati Dindar. Walau bagaimanapun Ayana
Ayana segera mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Sekuat mungkin ia menahan diri agar sampai tak menangis dan mengeluarkan air mata.Dindar segera menghampiri Ayana yang terduduk di lantai. Sambil berjongkok, tangan kekar Dindar menarik rambut Ayana dan menghadapkan wajah Ayana pada Dindar."Akhh…!" Ayana meringis kesakitan tatkala Dindar semakin kuat menarik rambut Ayana."Kenapa kau menunjukkan wajah jelekmu?" Gigi Dindar bergemeletuk. "Apa kau tak menyukaiku, heum?" Tarikan tangan Dinar semakin kuat di rambut Ayana."Jawab, Ayana. Kenapa kau menampakkan raut wajah masam?" bentak Dindar."Bukankah, kau sudah ada wajah cantik lain yang tentunya lebih sedap dipandang oleh dirimu?""Apa?" Mata Dindar melotot. Otaknya mulai mencerna apa yang dikatakan Ayana."Aku sudah tahu perselingkuhanmu, Mas!" ucap Ayana tanpa ada ketakutan sama sekali dalam dirinya."Oh, jadi kau—""Iya, Mas. Aku tahu semua. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Mas Dindar bercumbu mesra dengan wanita selingku
"Akhh…!" teriak Ayana.Namun bersamaan dengan itu, tubuh Ayana tertarik keluar oleh seseorang hingga terjatuh ke tanah dengan tubuh tertindih.Ayana segera menatap ke wajah orang yang menariknya keluar dari kandang harimau."Mas Dindar!" seru Ayana dengan mata melebar. Sedikit tak percaya Dindar akan melakukan hal itu.Dindar tersenyum menyeringai seraya menarik Ayana untuk berdiri."Kau takut akan hukumanku, Aya. Namun kau masih berani untuk melawan ku,"ucap Dindar dengan masih menatap Ayana yang tampak masih gemetaran. Ayana hanya diam dengan tubuh gemetar. Rasa takut dan panik nya belum juga hilang dari dirinya. Bahkan kali ini ketakutan pada Dindar semakin menjadi dalam diri wanita itu.Tanpa berkata-kata Dindar menarik tangan Ayana kembali kedalam rumah dan mendudukkannya di sofa.Sedangkan Dindar pergi sebentar dan kembali ke sofa dengan tangan sudah membawa kotak obat."Kemarikan kakimu!"Ayana sempat tercengang dengan titah Dindar."Cepat!" Dindar melotot."Tapi—"Kata-kata Ay
"Iya. Kau bukanlah yang pertama, Ayana. Tapi yang kedua." Ayana membekap mulutnya. Air matanya mengalir dengan deras. Bukan karena ia cemburu atau merasa terkhianati, melainkan Ayana merasa tertipu oleh Dindar. Kenyataan itu benar-benar membuat Ayana lemah hingga tubuhnya ambruk jatuh terduduk ke sofa. Sungguh, banyak sekali ternyata kebohongan dari Dindar. Tiba-tiba Ayana teringat dengan kata-kata Aham."Jika sudah ada kamu…lalu kenapa ia masih menikahiku?" tanya Ayana di sela-sela isakannya."Karena dia terobsesi dengan dirimu. Ia hanya memiliki hasrat padamu.""Apa!"Lidya mengangguk. Lalu ikut duduk di samping Ayana. "Aku sebenarnya sahabat Dindar sedari kecil. Aku yang mengetahui semua tentang Dindar. Sebuah peristiwa membuat ia membenci akan semua wanita. Kecuali diriku. Namun ia tak pernah tertarik padaku."Kening Ayana mengernyit. Tidak tertarik namun menikah?"Dindar menikah denganku sebab ia merasa aman bersamaku. Namun ia merasa nyaman denganmu." Lidya berucap seolah men