Share

Ikhlas Itu Berat

Waktu mungkin bisa menghapus rasa sakit, tapi tidak kenangan.

Ia akan abadi.

Meski tersimpan di alam bawah sadar, suatu ketika akan muncul ke permukaan jika ada pemantik.

Tiga hari setelah kejadian itu, semua kembali normal. Tapi tidak dengan hati, meski aku berkaca dan sadar diri.

Kartika beberapa kali berkunjung dan tak putus berucap terima kasih. Menitipkan beberapa rupiah untuk bekal Delia. Tak seberapa memang, tapi kesungguhan terlihat jelas di sana.

“Meski kita seumuran, Tuan. Saya rela kalau anda jadi menantu saya.”

Aku tersenyum masam mendengarnya.

“Delia pantas mendapatkan yang lebih baik. Ia punya teman yang sedang mendekatinya,” elakku.

“Saya ibunya, Tuan. Saya tahu seperti apa Delia. Saya tahu yang dia rasakan.” Ia tersenyum.

“Aku tak ingin memanfaatkan kesempatan, Kartika. Orang bilang itu modus.”

Ia menatapku dan kembali tersenyum.

***

Delia berdiri di hadapanku dengan dua amplop berwarna hijau di tangannya.

“Undangan wisuda, Tuan.” Ia tersenyum. Matanya berkaca-kac
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status