Share

Study

Pelajaran terakhir di kelas XI IPA A adalah Bahasa Indonesia. Banyak orang yang bilang kalau pelajaran itu bisa membuat para siswa ketiduran dalam hitungan beberapa menit. Di kelas mereka sudah ada banyak siswa yang tertidur pulas saat Pak Minto, selaku guru Bahasa Indonesia, menerangkan materi pembelajaran di papan tulis.

Suaranya benar-benar terdengar seperti orang yang membacakan dongeng sebelum tidur. Berbeda dengan Jeremy dan Serena yang masih bertahan dari serangan suara yang bisa membuat siapapun merasa kantuk. Maklum saja, mereka kan siswa berprestasi dan teladan di sekolah.

Tring... Tring... Tring...

Akhirnya suara bel yang sudah mereka tunggu selama hampir 3,5 abad pun berbunyi. Semua penghuni kelas yang awalnya tertidur tiba-tiba langsung terbangun. Rasa kantuk mereka menghilang secara ajaib. Tanpa perintah dari sang guru, mereka segera memasukkan buku-buku yang ada di atas meja mereka ke dalam tas. Ketua kelas pun memimpin para siswa lainnya untuk memberi salam pada Pak Minto. Setelah Pak Minto keluar dari kelas, para penghuni kelas lainnya langsung berebutan untuk keluar.

"Ser, pulang bareng gue yuk!" ajak Valetta yang sudah menggendong tas merah muda di pundaknya.

"Hah? Tumben lo ngajak gue pulang bareng. Ada maksud tertentu apakah itu? Biasanya lo juga pulang bareng sama ayang Darrel," sinis Serena yang tengah membereskan buku dan peralatan tulisnya yang berserakan di mejanya.

"Astaga! Curigaan banget lo sama gue. Lagipula si Darrel tuh ada ekskul basket. Jadi dia gak bisa pulang bareng gue," jelas Valetta.

"Ekus mi, ledis. Ica nanti bakal bek haus wit mi. So, yu bek haus elon aja," kata Jeremy dengan nada yang sok kebule-bulean.

Valetta yang merupakan anak blasteran Inggris-Indonesia dan pastinya kemampuannya dalam Berbahasa Inggris sudah tidak dapat diragukan lagi merasa telinganya mulai panas setelah mendengar Bahasa Inggris Jeremy yang sangatlah kacau itu. "Idih! Sok jago lo! Kan gue nanya sama Serena bukan sama lo."

Serena yang sedari tadi sudah berusaha menahan tawa pun akhirnya tertawa kencang. "Iya, Va. Sorry, ya, untuk hari ini gue gak bisa pulang bareng lo. Soalnya gue harus ngajarin dia Bahasa Inggris dulu."

"Lo jadi ngajarin dia? Bukannya dari awal lo udah nolak?" tanya Valetta yang merasa kebingungan karena Serena yang sudah ia kenal selama tujuh tahun memiliki sikap yang teguh pada pendiriannya.

"Ya begitulah. Dianya maksa gue terus dan gue juga gak bisa nolak kemauan dia," jawab Serena datar.

Valetta menghela napas panjang. " Lo kan emang selalau gitu ya kalau sama Jeremy. Yaudah kalau begitu gue pulang dulu. Bye. See you tomorrow."

"Bye," balas Serena sembari melambaikan tangannya.

"Heart-heart on the way, Va." Jeremy juga ikut melambaikan tangannya.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 14.15 dan hanya tersisa Jeremy dan Serena di dalam kelas. Jeremy sudah mengeluarkan sebuah buku kosong dan pulpen hitan yang menandakan kalau ia siap belajar.

"Udah siap, ya?" tanya Serena.

"Siap, Miss Ica."

"Kalau saran gue lebih baik kita belajar mulai dari grammar dulu. Grammar pertama yang akan lo pelajari adalah Simple Present Tense. Asalkan lo tau aja biasanya kita gunain grammar ini buat ngomongin tentang suatu rutinitas atau kebiasaan seseorang. Terus bisa juga untuk mendeskripsikan tentang kebenaran yang tidak bisa dibantah," jelas Jeremy.

Jeremy yang mendengar penjelasan Serena pun sibuk mencatat semua yang dikatakan Serena di dalam buku tulis yang sudah ia siapkan daritadi. "Sip, dah gue catat."

"Selain Matematika tentu saja dalam Bahasa Inggris juga ada rumusnya. Nah rumus buat Simple Present Tense , yaitu Pertama, subject yang kayak I, You, They, and We harus ditambah sama Verb 1. Kedua, subject He, She, and It harus ditambah sama Verb 1 dan beberapa partikel seperti -s, -es, dan -ies. Coba sekarang lo bikin dua contoh kalimat dengan menggunakan grammar Simple Present Tense," tambah Serena.

Jeremy mendadak terdiam dan berpikir sejenak. "Ai goes tu de skul bay bisaikel."

Seketika Serena menepuk keningnya. "Selama sepuluh tahun gue temenan sama lo baru sekarang gue sadar kalau Bahasa Inggris lo sekacau ini. Yang bener itu I go to the school by bicycle. Subjectnya kan pakai I. Jadi lo gak boleh tambahin partikel -es di belakang verbnya."

"Aduh, kok sudah banget sih. Kenapa Bahasa Inggris itu ribet banget," rengek Jeremy yang mulai merasa encok di otaknya.

"Eh, situ gak usah ngeluh ya. Kan ini lo sendiri yang maksa gue buat ngajarin elo. Semangat dong demi si Selly." Serena berusaha sekeras mungkin untuk menyemagati Jeremy.

"Oke! Mari kita mulai lagi," sahut Jeremy yang semangatnya mendadak kembali.

"Masih soal yang kayak tadi. Coba bikin satu kalimat Simple Present Tense aja deh."

"Ica watches anime every night," ucap Jeremy yang tidak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Lo benar Nath. Itu udah ngerti," puji Serena dengan bangga.

Mereka berdua terus belajar hingga jam di kelas menunjukkan pukul 15.30 Setelah itu jeremy langsung memasukkan bukunya ke dalam tas dan bersiap-siap untuk pulang. Serena yang sudah kehabisan tenaga karena mengajari Jeremy barusan pun bertanya, "Gimana? Lo udah bisa menguasai grammarnya belum?"

"Grammar itu apa emangnya?" jawab Jeremy.

"Ah, buang-buang waktu aja dong! Gue gak tahan lagi. Gue mau pulang ke rumah aja," omel Serena yang merasa kalau waktunya sudah terbuang sia-sia.

Melihat Serena yang sudah sampai di ambang pintu kelas dengan ekspresi yang semrawutan, Jeremy langsung memeluk sahabatnya itu dari belakang. "Makasih, Ica. Jangan ngambek dong. Gue udah ngerti kok."

Serena berdiri mematung di tempat saat Jeremy memeluk dirinya. Ia tersenyum kecik sejenak. "Baguslah kalau begitu. Ayo, kita pulang!"

Jeremy melepas pelukannya dan menggandeng tangan Serena. Mereka berjalan bersama ke area parkiran untuk mengambil sepeda Jeremy. Setelah itu seperti biasanya, Jeremy yang mengayuh sepeda dan Serena yang duduk di kursi belakang sambil memeluk pinggang Jeremy.

"Nath, apa sih yang bikin lo suka sama si Selly itu?" tanya Serena dengan alis berkerut.

"Kan gue udah pernah kasih tahu alasannya. Selly itu benar-benar berbeda dari semua cewek yang pernah gue pacarin. Sebelumnya banyak cewek yang gampang banget buat gue deketin dan mereka juga gak pernah sekalipun menunjukkan penolakan yang besar, sedangkan Si Selly itu menunjukkan penolakan yang besar banget saat gue deketin. Hal itulah yang bikin gue tertantang buat pacarin dia," ucap Jeremy panjang kali lebar.

"Wah, ternyata busuk juga niat lo. Baru kali ini gue tahu kalau lo bisa sejahanam itu juga. Bisa-bisanya lo mau mainin perasaan anak orang karena tertantang bukan karena cinta sama orangnya."

"Siapa bilang? Gue juga suka sama si Selly kok."

Serena hanya bisa berdecih pelan setelah mendengar perkataan Jeremy. Ia tidak bisa berkomentar lagi tentang kehidupan percintaan sahabatnya itu. Baginya Jeremy afalah sahabat baiknya bahkan ia sudah seperti adik laki-lakinya sendiri. Ia sangatlah menyayangi Jeremy. Jika ia harus membuat list orang-orang yang ia sayangi, maka Jeremy akan berada di nomor dua setelah keluarganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status