Share

Precious Serena

Kring...Kring...Kring...

Suara jam weker berwarna biru muda yang berbunyi kencang menunjukkan kalau hari sudah pagi. Serena bergegas bangkit dari tempat tidurnya dam mematikan jam wekernya yang sudah berbunyi terus-menerus daritadi. Kemudian ia berjalan sempoyongan ke arah kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.

Setelah selesai berpakaian, ia pun keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga. Ia berjalan ke arah ruang makannya untuk sarapan. Di sana sudah ada kedua orang tuanya dan kedua kakak kembarnya yang sudah menggigit sepotong roti di mulut mereka. Serena menarik kursinya dan duduk di samping Satria, kakak pertamanya, lalu mengambil beberapa potong roti.

"Gimana sekolahnya kemarin, Ica?" tanya Damian, Papa Serena, mengawali pembicaraan.

"Baik-baik aja seperti biasanya. Cuman Nath aja yang bikin aku sebel banget," jawab Serena.

"Emangnya bocah ingusan itu bikin ulah apa lagi sampai bikin kamu sebel kayak begini?" ucap Satria sambil mengunyah rotinya.

"Dia maksa aku buat ngajarin dia Bahasa Inggris. Padahal kan dia bisa belajar sendiri dari internet. Lagipula zaman sekarang juga udah canggih banget," keluh Serena.

"Bagus dong kalau begitu. Kamu kan udah sahabatan sama dia dari SD. Jadi, kalau ada pelajaran yang dia gak ngerti, kamu harus bantuin dia. Kamu kan juga jago banget di bidang itu. Pastinya gampang dong buat kamu ngajarin dia," nasihat Mama Serena.

"Aku tahu, Ma. Masalahnya tujuan dia belajar itu gak benar banget. Kalau dia mau belajar karena kemauannya sendiri ataupun demi masa depan dia, mungkin aku bakal dengan senang hati ngajarin dia. Tapi dia malah maksa aku buat ngajarin dia supaya dia bisa PDKT sama salah satu adik kelas kita," jelas Serena.

Mamanya tertawa cekikikan. "Kamu cemburu, ya? Pantesan kamu gak mau ngajarin dia. Tenang saja mama ngerti kok. Kalau mama boleh tahu, kapan kamu mulai suka sama dia?"

Dorion, kakak kedua Serena, langsung menepuk meja saat mendengar mamanya berkata kalau adik kesayangannya itu menyukai Jeremy. "Apa? Ica suka sama si buaya narsis itu? Pokoknya gak bisa! Ica gak boleh suka sama cowok buaya kayak dia. Kalaupun Ica punya pacar, orang itu setidaknya harus lebih pintar dari aku."

"Orang itu juga harus lebih kuat dari aku," sambung Satria.

"Laki-laki itu juga harus lebih ganteng dari papa," sahut Papanya yang juga tidak mau ketinggalan.

Serena yang awalnya sebal karena Jeremy, kini kembali tersenyum bahagia karena melihat sikap overprotektif dari papa dan kedua kakak laki-lakinya. "Kayaknya aku bakal susah buat nyari pacar ataupun suami deh kalau kriterianya setinggi itu."

"Udah jangan dibahas lagi. Ayo, makannya lebih cepat lagi! Nanti kamu telat lho," ucap Mama Serena.

Satria mengelus rambut brunette adik kesayangannya dengan lembut dan berkata,"Maafin abang ya, dek. Gara-gara jadwal kuliah abang yang super duper padat, kamu jadi harus berangkat ke sekolah bareng si buaya narsis itu."

Entah sejak kapan kedua kakak laki-lakinya itu memanggil sahabatnya dengan sebutan 'buaya narsis'. Bahkan saat mereka berdua bertemu langsung dengan Jeremy, mereka akan tetap memanggilnya dengan sebutan 'buaya narsis' itu.

Serena yang sudah selesai sarapan pun segera beranjak pergi dari kursinya dan menaruh piring dan gelasnya di wastafel lalu mencuci kedua tangannya. "It's okay, Bang Satria. Kan aku juga udah gede sekarang."

Sebelum pergi ke rumah Jeremy, Serena pergi ke kamarnya untuk mengambil tas sekolahnya. Kemudian ia mencium pipi kedua orang tuanya dan kedua kakak laki-lakinya. "Aku berangkat dulu. Bye."

Kebetulan Rumah Jeremy tepat berada di seberang rumah Serena. Hanya butuh lima langkah bagi Serena untuk sampai ke rumah Jeremy. Sesampainya di depan pintu rumah Jeremy, ia pun menekan bel berulang-ulang kali. Butuh lima menit untuk menunggu sampai pintu itu dibukakan. Pintu itu dibukakan oleh seorang laki-laki yang usianya sedikit lebih muda dari Serena. Laki-laki itu ada Nikolas, adik Jeremy.

"Halo, Kakak Ipar. Pasti mau jemput Nath, kan?" tanya Nikolas sambil mempersilakan Serena untuk masuk.

"Hai, Ko. Iya, aku mau jemput si Nath. Dia udah bangun belum?"

"Pastinya belum, dong! Dia masih molor di kamarnya. Padahal daritadi aku udah berusaha bangunin dia tapi dianya masih aja gak mau bangun. Kakak ipar kalau mau bangunin dia, langsung aja masuk ke kamarnya. Sudah dipersilahkan ruang dan waktunya," celetuk Nikolas.

"Sip." Serena menaiki anak tangga dan berjalan santai masuk ke kamar Jeremy. Di dalam kamar Jeremy dapat terlihat ada banyak sekali piagam, piala, dan medali. Terlepas dari sikap playboy dan menyebalkan, ia juga merupakan laki-laki yang pintar dan multitalenta.

Selain itu di sudut kamarnya terpasang banyak foto dirinya dengan Serena dari kecil hingga remaja. Bahkan di lemari yang berada tepat di samping tempat tidurnya terdapat sebuah figura berwarna biru muda dengan foto mereka berdua.

Serena berjalan mendekat ke tempat tidur Jeremy dan menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki itu. "Nath! Bangun, Nath! Kalau lo kagak mau bangun, nanti gue guyur pake baskom yang diisi sama air es, ya ," teriak Serena yang berusaha membangunkan sahabatnya itu.

Jeremy yang daritadi sudah berusaha untuk menutup kedua telinganya dengan bantal, akhirnya memilih untuk menyerah dan bangkit dari tempat tidurnya. "Iya, Ca. Nih gue udah bangun. Sana tunggu di bawah. Gue mau mandi dulu."

"Awas aja kalau lo tidur lagi!" ancam Serena.

"Iya, sayangku, cintaku. Udah tunggu di bawah aja sana," ujar Jeremy yang tengah menggosok kedua matanya.

Serena segera turun ke lantai bawah dan pergi ke ruang makan untuk membantu Mama Jeremy menyiapkan sarapan. Di ruang makan sudah ada Mama Serena yang sedang memasak, Papa Jeremy dan Nikolas yang duduk di meja makan menunggu sarapan mereka siap. Serena dengan cepat menghampiri Mama Jeremy untuk membantunya menaruh makanan yang selesai di masak ke atas meja makan. Selesai membantu, ia pun duduk di samping Nikolas untuk menunggu Jeremy.

"Kakak ipar udah makan belum? Kalau belum, ayo sarapan bareng," tawar Nikolas.

Serena sudah mengenal Nikolas sejak anak itu masih balita. Ia juga sering membantu Jeremy untuk menjaga Nikolas saat masih kecil. Dulunya ia memanggil Serena dengan panggilan Kakak cantik. Tapi entah mengapa setelah tumbuh besar ia malah memanggilnya dengan sebutan kakak ipar. Jujur saja Serena memang risih mendengar panggilan itu. Bahkan ia pernah menasihati Nikolas gara tidak memanggilnya dengan sebutan itu. Sayangnya Nikolas sama sekali tidak mengindahkan nasihatnya dan tetap memanggilnya dengan sebutan itu sampai sekarang.

"Aku tadi udah sarapan di rumah kok," tolak Serena dengan sopan.

Beberapa menit kemudia Jeremy pun turun dan berjalan masuk ke ruang makan. Ia mengambil sepotong roti lalu menarik tangan Serena.

"Ma, Pa, aku berangkat dulu," pamit Jeremy.

"Aku juga berangkat dulu, Om, Tante," ucap Serena.

Jeremy mengunyah rotinya sembari menarik tangan Serena dan berjalan keluar dari rumahnya. Ia mengambil sepedanya di garasi. Lalu Serena pun duduk di kursi belakang sepedanya. Mereka berdua berangkat ke sekolah bersama.

***

"Ayo, cepetan ke lapangan! Sebentar lagi upacara mau dimulai," teriak salah satu siswa XI IPS A dari luar kelas.

"Iya, tunggu bentar," sentak Valleta emosi.

"Astaga, Ca! Lelet banget sih lo. Ayo, cepetan dong! Nanti kita kena hukum lho gara-gara telat," ucap Jeremy yang sudah memakai topi, dasi, dan seragam lengkap.

Serena yang duduk di mejanya hanya bisa termenung memegang kepalanya. "Gue lupa bawa topi. Mampus gue! Gimana nih, Nath?"

Jeremy melepas topinya sendiri dan memakaikannya ke kepala Serena. "Tuh, lo aja yang pakai. Udah yuk kita ke lapangan sekarang."

"Ih, gak mau gue. Nanti kalau lo dihukum gimana? Kan lo itu Ketua OSIS, harus jadi contoh yang baik dong." Serena mengembalikan topi itu pada Jeremy.

Setelah sepuluh menit saling mengoper topi tersebut, akhirnya Jeremy memutuskan untuk menaruh topinya di tas dan pergi ke lapangan dengan Serena tanpa memakai topi. Alhasil, mereka berdua pun dihukum berdiri di depan seluruh siswa saat upacara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status