Share

3. Cuci Motor, Cuci Mata

Dini masih libur sebelum ia mulai kegiatan kuliahnya. Gadis itu kini mencoba bangun lebih pagi dari biasanya. Malu dong jika ketahuan gebetan dirinya tidur seperti pingsan.

Sehari sebelumnya Dini mendapatkan tantangan dari putri kecil sang duda ganteng. Xena menolaknya mentah-mentah dan tak menginginkannya sebagai pengganti sang ibu yang telah tiada.

“Aku nggak suka sama Mbak Dini. Mbak Dini jelek, nakal! Papi jangan mau ya sama dia,” rengek anak kecil itu sembari memeluk kedua kaki ayahnya.

Alex menahan keseimbangan. Dia kini tengah membawa semangkuk sop dan lauk. Jika dia jatuh, maka makanan lezat itu akan menjadi mubazir. Dini yang melihat tingkah sang bocah itu pun harus menahan kekesalannya.

“Mbak Dini cuma bercanda kok, Xen,” ujar Alex mencoba menenangkan putrinya.

“Saya serius kok, Pak. Ya udah. Yang penting Bapak tahu aja sama perasaan saya. Dah, Pak. Dah, Xena!” serunya sembari berlalu pergi.

Kini Dini tengah menyapu rumahnya. Gadis itu selalu mengintip sang tetangga baru. Baru setengah jalan dia menyapu, sudah berhenti karena melihat sang pujaan hati tengah mengeluarkan mobilnya dari garasi.

Alex pun segera kembali ke dalam rumah untuk mengambil selang, ember, dan peralatan lainnya untuk mencuci mobil. Dini yang melihatnya cepat-cepat menyelesaikan menyapu lantai. Pagi itu bisa menjadi kesempatan baginya.

“Bocah! Kalau nyapu yang bener dong!” Sang ibu sudah kesal karena tingkah anak gadisnya.

Dini hanya meringis. Karena tak ingin sang ibu berteriak yang mengakibatkan dirinya malu, Dini segera mengulangi menyapu pada bagian terakhir. Minarti menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat tingkah sang anak yang tak pernah benar dalam melaksanakan pekerjaan rumah.

“Udah, Bu,” ujar Dini yang baru saja kembali.

“Ya udah. Sekarang ... Eh mau kemana kamu?” tanya Narti karena sang anak langsung melengos meninggalkannya.

“Mau cuci motor, Bu,” jawab Dini dari ruangan lain.

“Ya udah deh.”

Gadis itu segera mengeluarkan motornya. Dengan sengaja dia akan mencuci motor matic berwarna merah tersebut di halaman samping. Setelahnya dia kembali memasuki rumah untuk mengambil ember dan alat untuk menggosok motornya.

Alex yang melihat sang tetangga ikut mencuci kendaraan, hanya diam mengabaikan. Setelah mendengarkan pengakuan Dini, Alex memang hanya menganggapnya sebagai sebuah lelucon dan tak terlalu memikirkannya.

“Nyuci mobil, Pak?” sapa Dini basa-basi.

Alex tetap mencoba menjadi tetangga baik yang profesional. “Iya.”

‘Sudah tahu nanya,’ batin pria itu.

“Wah. Samaan dong. Saya juga mau nyuci motor saya ini,” balas Dini dengan wajah sumringah. Gadis itu pun bukan mulai membersihkan motornya, tetapi malah memilih mendekati Alex.

‘Ngapain dia ke sini?’ batin pria tampan itu.

“Saya bantuin, Pak?” tawar Dini sembari menyilakkan rambut panjangnya yang terurai ke belakang telinga.

Alex mendongak. Pria itu menautkan kedua alisnya. Baru kali ini ada seorang gadis muda yang berani menawarinya sesuatu sampai seperti itu.

“Tidak perlu. Kamu cuci saja motor kamu sendiri. Nanti kamu dimarahi ibu kamu lagi kalau kamu bantuin aku,” balas Alex sembari menatap tajam dengan senyuman yang dia paksakan. Memberikan isyarat agar Dini segera menjauh dari halaman rumahnya.

“Beneran? Saya ikhlas loh Pak mau bantuin,” bujuk gadis itu lagi dengan suara yang dibuat seimut mungkin.

Alex bergidik ngeri. Bagaimana ada seorang gadis muda yang kelakuannya seperti itu. Sialnya gadis yang Alex nilai tidak jelas ini merupakan tetangga sebelah rumahnya. Pria itu menganggap Dini gadis yang aneh karena dia sok akrab dengannya dan sang ibu meski mereka baru saja bertemu beberapa hari yang lalu.

“Beneran. Nggak usah kubilang. Sekarang kamu balik ke sana dan cuci motor kamu. Biarkan aku mencuci mobilku. Jelas?” Alex sudah tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa terganggu dengan tawaran Dini.

Gadis cantik itu menaikkan kedua alisnya. “Oke ....” jawabnya dengan nada yang terdengar kecewa.

“Ya udah. Bapak cuci mobil, saya cuci mata─”

Alex menautkan kedua alisnya.

“Maksud saya, saya cuci motor. Motor, Pak. Motor,” sambung Dini meralat ucapannya.

Gadis itu segera kembali ke tempatnya. Dia pun mengikat rambut panjangnya terlebih dahulu. Menggelungnya dengan rapi. Alex sejenak memperhatikan gadis itu saat mengikat rambut tanpa sepengetahuannya. Jika Dini tahu, pastilah gadis itu akan semakin senang menggodanya dan kembali ke halaman rumahnya itu.

Dini memang cantik. Bahkan tanpa riasan apa pun wajahnya tampak bersinar dan memesona siapa saja. Namun sayang, bagi Alex tingkahnya itu sungguh aneh untuk gadis berparas cantik dan manis sepertinya.

‘Tunggu. Manis? Amit-amit. Manisan Xena,’ batin Alex yang meralat pikirannya sendiri.

Kini keduanya pun mulai sibuk mencuci kendaraan mereka masing-masing.

“Pak Alex!” panggil Dini setelah beberapa lama.

“Apa?”

“Bapak sebenarnya bekerja di mana, sih?” tanya gadis itu sembari menatap dengan wajah penuh keingin tahuan.

“Kenapa kamu tanya-tanya hal seperti itu?” Alex balik memberikan pertanyaan. Pria itu sudah lelah berpura-pura ramah pada tetangga absurdnya itu.

“Ya pengen tahu aja. Bapak model, ya? Atau CEO perusahaan? Atau jangan-jangan artis yang lagi menyamar?” cerocos Dini tanpa menggunakan filter pada ucapannya.

“Tidak semuanya. Aku nggak akan kasih tahu kamu,” jawab Alex ketus.

 “Kalau umur? Umur?” tanya Dini lagi.

“No comment.”

“Yah. Pelit,” sungut Dini sembari mengerucutkan bibirnya.

Alex tak memberikan respon apa pun pada kekesalan sang tetangga. Pria itu memilih melanjutkan kegiatannya mencuci mobil. Setelah selesai, Alex segera menuju ke keran air yang berada di dekat tempat itu. Pria itu ingin segera menyelesaikan mencuci mobilnya masuk ke dalam rumahnya lagi dan menghindari Dini.

Karena terlalu terburu-buru, Alex lupa belum mematikan keran tersebut. Pria itu malah langsung menarik selang dan mengakibatkan air menyemprot membasahi kaos oblongnya.

“Astaghfirullah!” pekik Alex spontan.

Dini pun kaget mendengar pekikan tersebut. Gadis itu segera menghentikan aktivitasnya dan menghampiri Alex. “Ada apa, Pak?” tanya gadis itu khawatir.

Alex segera mematikan keran yang terus mengalir. “Nggak papa.”

Dini mengamati apa yang terjadi pada sang duda tampan itu. Rambut dan wajah Alex basah. Bahkan kaos oblongnya yang berwarna putih pun ikut basah sehingga menampakkan bentuk tubuh pria itu yang begitu sempurna. Dini dapat melihat dengan jelas otot-otot dada yang menonjol di balik kaos.

Gadis itu berterima kasih pada keran di halaman rumah Alex karena telah memberikannya kesempatan untuk cuci mata. Penampilan basah Alex sungguh menggoda. Membuat gadis muda itu berdiri mematung karena terpesona. Bahkan ia mulai gelisah. Ingin rasanya dia mengelap wajah dan rambut Alex dengan lap yang ia bawa. Namun, bisa jatuh namanya jika dia mengelap sang duda tampan nan meresahkan itu dengan lap bekas mengelap motor.

“PAPI! Kenapa Papi sama Mbak Dini lagi?” Xena menjerit dari ambang pintu rumahnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status