Dini masih libur sebelum ia mulai kegiatan kuliahnya. Gadis itu kini mencoba bangun lebih pagi dari biasanya. Malu dong jika ketahuan gebetan dirinya tidur seperti pingsan.
Sehari sebelumnya Dini mendapatkan tantangan dari putri kecil sang duda ganteng. Xena menolaknya mentah-mentah dan tak menginginkannya sebagai pengganti sang ibu yang telah tiada.
“Aku nggak suka sama Mbak Dini. Mbak Dini jelek, nakal! Papi jangan mau ya sama dia,” rengek anak kecil itu sembari memeluk kedua kaki ayahnya.
Alex menahan keseimbangan. Dia kini tengah membawa semangkuk sop dan lauk. Jika dia jatuh, maka makanan lezat itu akan menjadi mubazir. Dini yang melihat tingkah sang bocah itu pun harus menahan kekesalannya.
“Mbak Dini cuma bercanda kok, Xen,” ujar Alex mencoba menenangkan putrinya.
“Saya serius kok, Pak. Ya udah. Yang penting Bapak tahu aja sama perasaan saya. Dah, Pak. Dah, Xena!” serunya sembari berlalu pergi.
Kini Dini tengah menyapu rumahnya. Gadis itu selalu mengintip sang tetangga baru. Baru setengah jalan dia menyapu, sudah berhenti karena melihat sang pujaan hati tengah mengeluarkan mobilnya dari garasi.
Alex pun segera kembali ke dalam rumah untuk mengambil selang, ember, dan peralatan lainnya untuk mencuci mobil. Dini yang melihatnya cepat-cepat menyelesaikan menyapu lantai. Pagi itu bisa menjadi kesempatan baginya.
“Bocah! Kalau nyapu yang bener dong!” Sang ibu sudah kesal karena tingkah anak gadisnya.
Dini hanya meringis. Karena tak ingin sang ibu berteriak yang mengakibatkan dirinya malu, Dini segera mengulangi menyapu pada bagian terakhir. Minarti menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat tingkah sang anak yang tak pernah benar dalam melaksanakan pekerjaan rumah.
“Udah, Bu,” ujar Dini yang baru saja kembali.
“Ya udah. Sekarang ... Eh mau kemana kamu?” tanya Narti karena sang anak langsung melengos meninggalkannya.
“Mau cuci motor, Bu,” jawab Dini dari ruangan lain.
“Ya udah deh.”
Gadis itu segera mengeluarkan motornya. Dengan sengaja dia akan mencuci motor matic berwarna merah tersebut di halaman samping. Setelahnya dia kembali memasuki rumah untuk mengambil ember dan alat untuk menggosok motornya.
Alex yang melihat sang tetangga ikut mencuci kendaraan, hanya diam mengabaikan. Setelah mendengarkan pengakuan Dini, Alex memang hanya menganggapnya sebagai sebuah lelucon dan tak terlalu memikirkannya.
“Nyuci mobil, Pak?” sapa Dini basa-basi.
Alex tetap mencoba menjadi tetangga baik yang profesional. “Iya.”
‘Sudah tahu nanya,’ batin pria itu.
“Wah. Samaan dong. Saya juga mau nyuci motor saya ini,” balas Dini dengan wajah sumringah. Gadis itu pun bukan mulai membersihkan motornya, tetapi malah memilih mendekati Alex.
‘Ngapain dia ke sini?’ batin pria tampan itu.
“Saya bantuin, Pak?” tawar Dini sembari menyilakkan rambut panjangnya yang terurai ke belakang telinga.
Alex mendongak. Pria itu menautkan kedua alisnya. Baru kali ini ada seorang gadis muda yang berani menawarinya sesuatu sampai seperti itu.
“Tidak perlu. Kamu cuci saja motor kamu sendiri. Nanti kamu dimarahi ibu kamu lagi kalau kamu bantuin aku,” balas Alex sembari menatap tajam dengan senyuman yang dia paksakan. Memberikan isyarat agar Dini segera menjauh dari halaman rumahnya.
“Beneran? Saya ikhlas loh Pak mau bantuin,” bujuk gadis itu lagi dengan suara yang dibuat seimut mungkin.
Alex bergidik ngeri. Bagaimana ada seorang gadis muda yang kelakuannya seperti itu. Sialnya gadis yang Alex nilai tidak jelas ini merupakan tetangga sebelah rumahnya. Pria itu menganggap Dini gadis yang aneh karena dia sok akrab dengannya dan sang ibu meski mereka baru saja bertemu beberapa hari yang lalu.
“Beneran. Nggak usah kubilang. Sekarang kamu balik ke sana dan cuci motor kamu. Biarkan aku mencuci mobilku. Jelas?” Alex sudah tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa terganggu dengan tawaran Dini.
Gadis cantik itu menaikkan kedua alisnya. “Oke ....” jawabnya dengan nada yang terdengar kecewa.
“Ya udah. Bapak cuci mobil, saya cuci mata─”
Alex menautkan kedua alisnya.
“Maksud saya, saya cuci motor. Motor, Pak. Motor,” sambung Dini meralat ucapannya.
Gadis itu segera kembali ke tempatnya. Dia pun mengikat rambut panjangnya terlebih dahulu. Menggelungnya dengan rapi. Alex sejenak memperhatikan gadis itu saat mengikat rambut tanpa sepengetahuannya. Jika Dini tahu, pastilah gadis itu akan semakin senang menggodanya dan kembali ke halaman rumahnya itu.
Dini memang cantik. Bahkan tanpa riasan apa pun wajahnya tampak bersinar dan memesona siapa saja. Namun sayang, bagi Alex tingkahnya itu sungguh aneh untuk gadis berparas cantik dan manis sepertinya.
‘Tunggu. Manis? Amit-amit. Manisan Xena,’ batin Alex yang meralat pikirannya sendiri.
Kini keduanya pun mulai sibuk mencuci kendaraan mereka masing-masing.
“Pak Alex!” panggil Dini setelah beberapa lama.
“Apa?”
“Bapak sebenarnya bekerja di mana, sih?” tanya gadis itu sembari menatap dengan wajah penuh keingin tahuan.
“Kenapa kamu tanya-tanya hal seperti itu?” Alex balik memberikan pertanyaan. Pria itu sudah lelah berpura-pura ramah pada tetangga absurdnya itu.
“Ya pengen tahu aja. Bapak model, ya? Atau CEO perusahaan? Atau jangan-jangan artis yang lagi menyamar?” cerocos Dini tanpa menggunakan filter pada ucapannya.
“Tidak semuanya. Aku nggak akan kasih tahu kamu,” jawab Alex ketus.
“Kalau umur? Umur?” tanya Dini lagi.
“No comment.”
“Yah. Pelit,” sungut Dini sembari mengerucutkan bibirnya.
Alex tak memberikan respon apa pun pada kekesalan sang tetangga. Pria itu memilih melanjutkan kegiatannya mencuci mobil. Setelah selesai, Alex segera menuju ke keran air yang berada di dekat tempat itu. Pria itu ingin segera menyelesaikan mencuci mobilnya masuk ke dalam rumahnya lagi dan menghindari Dini.
Karena terlalu terburu-buru, Alex lupa belum mematikan keran tersebut. Pria itu malah langsung menarik selang dan mengakibatkan air menyemprot membasahi kaos oblongnya.
“Astaghfirullah!” pekik Alex spontan.
Dini pun kaget mendengar pekikan tersebut. Gadis itu segera menghentikan aktivitasnya dan menghampiri Alex. “Ada apa, Pak?” tanya gadis itu khawatir.
Alex segera mematikan keran yang terus mengalir. “Nggak papa.”
Dini mengamati apa yang terjadi pada sang duda tampan itu. Rambut dan wajah Alex basah. Bahkan kaos oblongnya yang berwarna putih pun ikut basah sehingga menampakkan bentuk tubuh pria itu yang begitu sempurna. Dini dapat melihat dengan jelas otot-otot dada yang menonjol di balik kaos.
Gadis itu berterima kasih pada keran di halaman rumah Alex karena telah memberikannya kesempatan untuk cuci mata. Penampilan basah Alex sungguh menggoda. Membuat gadis muda itu berdiri mematung karena terpesona. Bahkan ia mulai gelisah. Ingin rasanya dia mengelap wajah dan rambut Alex dengan lap yang ia bawa. Namun, bisa jatuh namanya jika dia mengelap sang duda tampan nan meresahkan itu dengan lap bekas mengelap motor.
“PAPI! Kenapa Papi sama Mbak Dini lagi?” Xena menjerit dari ambang pintu rumahnya.
***
Hari itu Dini mempersiapkan untuk kuliahnya. Dia akan mulai kuliah. Setelah ospek dirinya hanya rebahan saja di rumah. Namun, kegiatan rebahannya itu mulai berganti dengan menggoda sang duda tampan tetannga di sebelah rumahnya. Apa lagi dia harus berdebat tak penting dengan si bocil centil yang merupakan anak kesayangan sang duda.“Bu. Aku berangkat dulu, ya,” ujar gadis itu.“Ya. Hati-hati. Sekolah yang pinter.”“Sekarang sudah kuliah, Bu.”“Oh iya. Ya udah. Kuliah yang pinter,” ralat sang ibu.Dini pun mencium punggung tangan wanita itu dan kemudian berali mencium punggung tangan ayahnya.“Pak. Dini berangkat dulu, ya.”“Ya. Hati-hati.”“Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumussalam.”Dini keluar bersama helm berwarna merah muda. Gadis itu pun melajukan motornya yang sudah selesai dipanasi. Saat melewati depan rum
Setelah pertemuan tak terduga antara sang duda meresahkan dan Dini, gadis itu pun kembali menemui kawannya. Wajahnya menjadi lebih ceria dari pada sebelum dia pergi bertemu dosen pembimbing akademiknya.“Kamu kenapa senyum-senyum gitu? Dapat uang jajan tambahan buat beli cilok dari Pak Dosen?” tanya Sinta heran.Dini masih tersenyum-senyum sendiri. “Hehe. Enggak. Cuma ada yang buat aku seneng banget hari ini,” ujarnya.“Seneng kenapa makanya? Gak jelas,” cibir gadis berkerudung salem.“Sini aku ceritain,” bisik Dini. Gadis itu pun segera menghenyakkan diri di sebelah Sinta.“Barusan aku ketemu sama cowok idamanku,” sambung Dini kemudian.Seolah tak percaya, Sinta menatap wajah sahabatnya itu untuk meminta penjelasan. Bukankah Dini menemui dosen pembimbing akademik? Bukan pergi ke fakultas lain untuk mencari cowok?“Kamu nggak jadi ke kantor?” tanya Sinta.&
Dini kembali kuliah di kampusnya. Gadis itu sangat bersemangat karena hendak bertemu dengan tetangga baru sebelah rumahnya yang meresahkan di kampus sebagai dosen. Penampilan Alex memang sangat berwibawa saat mengenakan kemeja dan celana panjang. Dini sangat suka dengan sosok dewasa yang seperti itu.Gadis itu pun memperbaiki penampilannya. Kali ini Dini mengenakan dress biru muda sepanjang betis. Tak lupa gadis itu menyisir rambutnya yang panjang sebahu lalu mengenakan jepit rambut. Ia dengan sengaja tak mengikat rambutnya kali ini.Polesan bedak halus menutupi wajah cantiknya. Tak lupa lip tint merah muda dia tambahkan pada bibirnya yang ranum dan tipis. Penampilan Dini begitu sempurna hanya dengan dua benda itu. Segera setelahnya, ia langsung berangkat ke kampus.Saat melewati rumah Alex, ia sudah tak melihat mobil milik pria itu. Menandakan bahwa sang duda meresahkan sudah berangkat lebih dahulu.Kini Dini sudah berada di gedung faku
“Duh. Tumben anak Ibu cantik banget,” puji Minarti pada putrinya.Dini mengerucutkan bibirnya. “Biasanya Dini juga cantik, Bu,” sungutnya.“Eh. Gimana menurut Ibu sama lipmate yang baru Dini beli?” tanya gadis itu kemudian sembari tersenyum manis.Minarti mengamati warna lipmate yang sudah menempel sempurna pada bibir ranum putrinya. Wanita itu mengangguk-angguk. “Cakep kok. Nanti Ibu minta, ya?” ujarnya.“Boleh-boleh.”“Ibu nggak usah ikutan pakai,” celetuk suami Narti, Budi.“Kok nggak usah, Pak?”Budi menghentikan aktivitas sarapannya. Sedangkan Dini baru saja mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya. Budi menatap wajah istrinya.“Ibu udah cantik walau pun nggak pakai lipstik begituan,” ujar pria paruh baya itu. Dini tersedak karena mendengarkan gombalan sang ayah. Namun nampaknya kedua orang tua Dini tidak peduli.
Kini Dini mendapatkan julukan baru dari sang duda ganteng. Gadis itu tak merasa keberatan saat dirinya dipanggil cewek ganjen oleh sang dosen. Karena baginya panggilan dari Alex merupakan panggilan sayang untuknya.Pagi itu pun Dini kembali mengganggu sang dosen yang hendak berangkat kerja dari kamarnya. “Selamat pagi, Pak Alex,” sapanya sembari tersenyum manis dengan rambut yang masih basah.Alex mendongak ke atas untuk melihat penampakan dari tetangganya itu. Wajah pria itu datar saat menatap wajah ceria Dini. Tanpa memberikan jawaban, Alex langsung membopong putri kecilnya ke dalam mobil. Saat itu juga, Xena menjulurkan lidahnya untuk meledek Dini.“Selamat pagi, Xena yang cantik dan manis!” seru Dini lagi. Kali ini anak kecil seusia taman kanak-kanak yang menjadi sasarannya.Xena kembali mendongak pada sang tetangga. Wajahnya bersemu malu-malu. Dini pun tersenyum karena tahu apa yang membuat gadis kecil itu senang.Matah
Pagi itu hari Sabtu. Dini dan Alex libur dengan kegiatan perkuliahan mereka. Namun, kedua orang tua Dini tetap masuk kerja sesuai dengan peraturan di daerah mereka dan instansi mereka.Gadis itu pun mendapat mandat dari sang ibu untuk mengepel lantai seperti biasanya. Dengan rasa malas Dini melaksanakan tugasnya. Gadis itu mengambil peralatan pelnya dan segera mengepel dari teras.Saat dia sudah sampai ke ruang tengah dan pintu sampingnya terbuka, Dini melihat Alex yang tengah memotong rumput. Gadis itu langsung bersemangat ingin menggoda sang duda ganteng meresahkan itu lagi. Apa lagi sekarang Alex mengenakan kaos berwarna putih polos yang digulung kedua lengannya dan celana training. Dini dapat dengan jelas melihat otot-otot lengan sang tetangga.“Pagi, Pak Alex. Lagi motong rumput, nih?” tanya Dini basa-basi sembari keluar membawa ember dan pel. Gadis itu hendak mengepel teras di samping rumah sambil bercengkerama dengan sang duda.“U
Dini kembali mendesah saat tangan besar Alex memijit kaki kanannya. Pria itu pun segera melepaskan kaki Dini dan beranjak dari duduknya. Tak biasanya pria dingin itu merasa gugup. Pasalnya ini kali pertamanya menyentuh seorang perempuan setelah sekian lama selain anak dan ibunya.“Nanti harus tetap minta diurut sama tukang pijit biar nggak parah,” ujar pria itu. “Sudah ya. Saya mau pulang.”“Makasih, Pak.” Dini membalas dengan tersenyum manis. Gadis itu benar-benar senang saat sang dosen idolanya memijit kakinya yang cidera.“Ya udah. Saya pamit,” ucap Alex sembari berbalik.“Aw, aw, aw!” seru Dini yang mampu menghentikan langkah sang duda tampan itu.Alex menoleh dan kembali menghampiri Dini. Pria itu merasa cemas. “Ada apa?”Gadis itu pun menatap pria tampan di hadapannya sembari menaikkan kaki kanannya yang sebenarnya sudah tak terlalu sakit. “Ini ... masih saki
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaruh," sapa Alex kepada para mahasiswanya.Salam itu pun dijawab secara serentak. Namun, hanya Dini lah yang tampak paling semangat. Dini sangat senang karena akhirnya dia akan menyaksikan bagaimana sang dosen idaman mengajar. Meski mendapatkan gelar sebagai dosen killer, akan tetapi hal itu tak meruntuhkan niat Dini untuk mendapatkan hati sang dosen.Seratus menit berlalu. Meski Dini selalu mengganggu dan menggoda Alex, gadis itu tetap mau memperhatikan penjelasan sang dosen hingga akhir jam kuliah di pagi itu."Oke. Any question?" tanya pria itu tanpa senyuman. Wajahnya hanya menampakkan ketegasan yang dingin.Para mahasiswa tidak ada yang berani mengangkat tangan. Bagi mereka, lebih baik bertanya ke dukun dari pada harus menanyakan materi yang tak mereka pahami pada sang dosen. Dini hanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat teman-temannya.Alex menghela napasnya pelan. "Baiklah kala