Share

5. Ciye Dicuekin

Setelah pertemuan tak terduga antara sang duda meresahkan dan Dini, gadis itu pun kembali menemui kawannya. Wajahnya menjadi lebih ceria dari pada sebelum dia pergi bertemu dosen pembimbing akademiknya.

“Kamu kenapa senyum-senyum gitu? Dapat uang jajan tambahan buat beli cilok dari Pak Dosen?” tanya Sinta heran.

Dini masih tersenyum-senyum sendiri. “Hehe. Enggak. Cuma ada yang buat aku seneng banget hari ini,” ujarnya.

“Seneng kenapa makanya? Gak jelas,” cibir gadis berkerudung salem.

“Sini aku ceritain,” bisik Dini. Gadis itu pun segera menghenyakkan diri di sebelah Sinta.

“Barusan aku ketemu sama cowok idamanku,” sambung Dini kemudian.

Seolah tak percaya, Sinta menatap wajah sahabatnya itu untuk meminta penjelasan. Bukankah Dini menemui dosen pembimbing akademik? Bukan pergi ke fakultas lain untuk mencari cowok?

“Kamu nggak jadi ke kantor?” tanya Sinta.

“Ya jadi. Ini aja aku baru keluar dari sana.”

“Tapi kok ketemu cowok?”

Senyuman Dini semakin lebar. “Dosen pembimbingku ini cowok yang pernah aku ceritain ke kamu,” ujarnya.

“Hah?” Sinta tak dapat menahan keterkejutannya. Akibat suaranya, beberapa mahasiswa yang lewat menatap aneh ke arah mereka berdua.

“Ih. Nggak usah teriak kali, Sin,” sungut Dini. Sinta segera menutup mulutnya.

“Eh. Seriusan kamu?”

“Dua rius. Jadi cowok yang tinggal di sebelah rumahku itu kerja di sini. Sebagai dosen lagi. Hahhh ... Emang yang namanya jodoh nggak akan kemana,” ucap Dini dengan kedua mata berinar-binar.

Sinta menghela napasnya. Gadis itu tak percaya jika sahabatnya menyukai pria yang usianya jauh lebih tua di atas mereka.

“Dini. Dengerin,” ucap Sinta menatap lurus pada sahabatnya. Dini pun membalasnya.

“Kamu boleh suka sama cowok manapun. Asalkan dia baik.” Dini mengangguk mendengar kalimat tersebut.

“Tapi bukan sama dosenmu juga, Din.”

“Loh. Kenapa?”

“Kok malah tanya kenapa? Dia itu dosen, sedangkan kamu mahasiswanya. Kalau sampai kalian menjalin hubungan, bukannya nanti bakal jadi masalah?” papar Sinta mengingatkan.

Dini mengerucutkan bibirnya. “Tapi kan aku udah suka sama Pak Alex sebelum aku tahu kalau dia itu dosen di sini,” cicitnya.

“Dan parahnya lagi dia dosen pembimbing akademikmu,” timpal Sinta.

Suasana tiba-tiba sunyi sejenak.

“Tapi bukankah ini suatu pertanda kalau aku sama Pak Alex berjodoh? Dengan begini kan kita jadi bisa semakin mengenal? Ya. Bener.” Dini tiba-tiba kembali bersemangat.

“Ya Allah. Dikasih nasihat malah jadi gini, sih?” Sinta menggaruk kepalanya pelan karena tak habis pikir dengan sahabatnya itu.

“Tenang saja, Sinta. Aku akan berjuang untuk dapetin Pak Alex tanpa membuat masalah. Yang penting aku harus dapetin hati Pak Alex dulu,” ujar Dini sembari menggenggam kedua bahu Sinta.

“Kok kaya kebalik, ya?” tanya Sinta sembari menatap kesal ke wajah Dini yang penuh semangat.

Saat mereka berdua tengah sibuk mengobrol, Alex berjalan melewati mereka. Spontan saja Dini dan Sinta langsung menatap ke arah pria yang sedang menjadi bahan perbincangan mereka.

“Siang, Pak Alex,” sapa Dini sembari berdiri.

Sinta hanya diam di tempat. Gadis itu menatap tak percaya dengan sosok pria di depannya. Alex tak memedulikan Dini dan langsung berjalan meninggalkan dua gadis itu menuju lift.

“Dini!” panggil Sinta sembari menarik lengan temannya. Dini pun kembali duduk di samping Sinta.

“Hm?”

“Itu cowok yang kamu sukai?” tanya Sinta dan dibalas anggukan penuh keyakinan oleh Dini.

“Astaghfirullah, Dini. Dia itu dosen killer di fakultas kita. Bisa-bisanya kamu jatuh cinta sama dia?” ungkap Sinta.

“Eh? Dosen killer? Nggak mungkin. Dia manis dan ganteng gitu.” Dini tak mengindahkan ucapan Sinta.

“Ya Allah, Din. Aku nggak bercanda, ya. Aku pernah lihat beliau soalnya. Dan kakak tingkat banyak yang bicarain tentang beliau. Bahkan ya, kalau skripsi ada kakak tingkat yang harus revisi seabrek gara-gara Pak Dosen ini.”

Dini mengalihkan pandangannya dari Sinta. “Bodo, ah. Mau Pak Alex galak kek, killer kek, yang penting Pak Alex ganteng. Dan tubuhnya itu loh ... sixpack, berotot, gagah,” pujinya dengan bangga.

“Ya Allah, Dini. Kamu kerasukan apa, sih? Suka sama dosen sendiri aja udah masalah, ini malah suka sama dosen killer. Aneh kamu.”

“Biarin,” ucap Dini sembari menjulurkan lidahnya.

Hingga sore pun tiba. Dini sudah kembali ke rumahnya. Gadis itu pun bersiul-siul senang saat melewati ruangan menuju ke kamarnya. Hal ini membuatnya dimarahi oleh sang ibu. Namun, Dini hanya membalasnya dengan cengiran lebar.

Selesai membersihkan diri, Dini menata buku panduan akademik yang ia dapat dan menatapi nama sang dosen pembimbing.

“Alex Dixon Normansyah. Namanya keren kaya orangnya. Mana mungkin orang sekeren dan seganteng Pak Alex ini dosen killer. Ngadi-ngadi tuh si Sinta,” gumam Dini dengan senyuman lebar.

Buku tersebut kemudian dia letakkan pada meja belajarnya. Menata dengan buku-bukunya yang lain. Kemudian Dini segera mengenakan kaos oblong dan celana sepanjang lututnya. Gadis itu lalu membuka jendela kamarnya di lantai dua.

Mobil hitam Alex sudah terlihat hendak memasuki halaman rumah pria itu. Dini segera beranjak dari duduknya dan berlari turun ke lantai satu. Gadis itu pun keluar melalui pintu samping dan berdiri di sana.

Mobil Alex berhenti tepat di hadapan Dini. Kemudian pria itu turun dengan wajah masam. Ia malas meladeni tetangga sebelah rumahnya yang terus-menerus mengganggunya. Terlebih lagi kini Dini menjadi salah satu mahasiswinya. Hal itu membuat Alex semakin kesal.

‘Ngapain dia cengar-cengir di situ?’ batin Alex saat kembali menutup pintu mobilnya.

Dini pun berjalan mendekati Alex. “Selamat datang, Pak Alex,” sapa gadis itu dengan ramah dan manis.

Alex berpura-pura tak melihat keberadaannya. Pria itu memilih mengabaikan Dini dan segera berjalan memasuki rumahnya dari pintu depan. Dini hanya tersenyum kaku karena diabaikan oleh sang duda meresahkan.

“Hahaha. Ciye dicuekin Papi!” seru seorang gadis kecil dari jendela kamarnya di lantai dua.

Dini mendongak dan menatap kesal gadis kecil itu. Sedangkan Xena tertawa puas akan kesialan tetangga perebut es krimnya itu.

“Aku nggak dicuekin, ya. Tadi Papimu cuma saking terpesonanya sama aku,” balas Dini dengan sombongnya.

“Nggak boleh. Papi nggak boleh telpesona sama Mbak Nyebelin!” jerit Xena yang kemudian menghilang dari jendela. Tampaknya gadis kecil itu tengah berlari menemui ayahnya.

“Ya ampun. Gini amat ya suka sama orang ....” cicit Dini.

Dini pun berjalan kembali memasuki rumah, kembali ke dalam kamarnya. Kamar itu sebenarnya bersebelahan dengan kamar sang pria idaman. Akan tetapi Alex selalu menutup gorden kamarnya saat pria itu mengetahui keberadaan Dini.

Samar-samar gadis itu dapat mendengar rengekan gadis kecil yang tinggal di sebelah rumahnya. Mungkin dia harus menaklukkan bocil itu juga selain menaklukkan hati sang duda. Kenapa juga dia malah bermusuhan dengan Xena yang bisa menjadi kunci suksesnya hubungan dia dan Alex.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status