Share

6. Dosen Killer

Dini kembali kuliah di kampusnya. Gadis itu sangat bersemangat karena hendak bertemu dengan tetangga baru sebelah rumahnya yang meresahkan di kampus sebagai dosen. Penampilan Alex memang sangat berwibawa saat mengenakan kemeja dan celana panjang. Dini sangat suka dengan sosok dewasa yang seperti itu.

Gadis itu pun memperbaiki penampilannya. Kali ini Dini mengenakan dress biru muda sepanjang betis. Tak lupa gadis itu menyisir rambutnya yang panjang sebahu lalu mengenakan jepit rambut. Ia dengan sengaja tak mengikat rambutnya kali ini.

Polesan bedak halus menutupi wajah cantiknya. Tak lupa lip tint merah muda dia tambahkan pada bibirnya yang ranum dan tipis. Penampilan Dini begitu sempurna hanya dengan dua benda itu. Segera setelahnya, ia langsung berangkat ke kampus.

Saat melewati rumah Alex, ia sudah tak melihat mobil milik pria itu. Menandakan bahwa sang duda meresahkan sudah berangkat lebih dahulu.

Kini Dini sudah berada di gedung fakultasnya. Ia kembali bertemu dengan Sinta yang masih terus memberikan nasihat mengenai hubungan Dini dan sang dosen yang mustahil.

“Pokoknya kamu harus sadar diri. Apa lagi usia kalian itu jauh berbeda, Din,” ujar Sinta saat mereka berdua berjalan berdampingan.

Dini tak mengindahkan nasihat dari sahabatnya. Gadis itu memilih mengerucutkan bibirnya karena malas. Kemudian, mereka melihat orang yang dibicarakan tengah menunggu di depan lift. Kedua mata Dini langsung melebar karena saking senangnya.

“Sin, Sin. Pak Alex, Sin!” seru Dini sembari menampar-nampar pundak sahabatnya tanpa menatap Sinta.

“Iya aku juga lihat,” sungut Sinta sembari menepis tamparan dari Dini yang menyakitkan.

“Ya udah ayo kita barengan sama Pak Alex!” ajaknya dengan semangat.

Dini menarik lengan Sinta. Namun, sahabatnya itu memilih menepisnya. Dini pun menoleh dengan tatapan penuh tanya. “Kenapa?”

“Ogah. Aku nggak mau barengan sama Pak Alex. Kan udah kubilang dia itu dosen killer. Tuh lihat! Bahkan para kakak tingkat pun menyingkir,” ucap Sinta sembari menunjuk ke beberapa mahasiswa lainnya yang hendak menggunakan lift.

Dini mendengus. Saat itu juga pintu lift terbuka. “Ya udah. Aku aja yang bareng,” ucapnya.

Dengan segera gadis itu berlari meninggalkan Sinta yang menatap tak percaya denga tindakannya. Dini kini sudah mengilang di balik pintu lift yang tertutup.

“Ya Allah. Tuh anak ya ....” gumam Sinta sembari menepuk dahinya.

Dini berlari tepat waktu. Pintu lift langung tertutup saat dia sudah berhasil masuk. Alex sangat terkejut mendapati salah satu mahasiswinya berada dalam satu lift yang sama. Pasalnya selama dia mengajar, tak ada satu orang mahasiswa yang mau bersama dia naik lift.

“Pagi, Pak Alex,” sapa Dini dengan senyuman cerahnya yang khas.

“Hm,” balas Alex dingin.

Dini seolah tak peduli dengan balasan dingin dari dosen pembimbingnyan itu. Gadis itu pun segera berdiri menghadap pintu lift. Dengan sengaja ia berdiri tepat di sebelah Alex. Padahal masih ada ruang yang cukup luas. Akan tetapi Dini memilih memepetkan dosen tampan itu pada salah satu sisi lift.

Alex kesal dengan tingkah Dini. Bahkan pria itu tak peduli dengan penampilan cantik salah satu mahasiswinya. Di dalam ruangan sempit itu, Alex dapat mencium aroma wangi manis yang menguar dari gadis yang berdiri tepat di sampingnya. Untuk beberapa detik mereka pun saling diam.

“Pak Alex ngajar apa sih?” tanya Dini penasaran. Tak henti-hentinya gadis itu tersenyum.

Alex malas meladeni tetangga sekaligus mahasiswinya yang absurd itu.

“Kalau aku di fakultas Pendidikan Bahasa Inggris, tentunya mengajar dengan yang ada hubungannya sama Bahasa Inggris,” balasnya ketus.

“Ya iya lah. Masa iya ngajar otomotif. Kan nggak nyambung,” kelakar Dini namun hanya berakhir dengan kerenyahan.

Dini semakin menggeser tubuhnya mendekati Alex. Pria itu begitu terganggu dengan tindakannya. Dengan segera Alex pindah ke sisi yang lain. Mengapa pria itu harus bertemu mahasiswi semacam ini?

“Kamu nggak usah mepet-mepet kenapa, sih? Nggak sopan! Di situ kan masih ada ruang!” hardik Alex mulai kesal.

Dini terkekeh. “Hehe. Kan biar bisa lebih dekat sama Pak Alex.”

“Nggak penting!”

“Ih. Kok gitu sih, Pak. Mbok ya jangan galak-galak. Nanti gantengnya luntur loh,” ucap Dini dengan beraninya.

Wajah Alex sudah merah padam menahan amarah. Namun, pria itu segera menghela napasnya supaya tenang.

‘Sabar, Alex. Ini masih pagi ....’ ucapnya dalam hati.

“Emmm. Sini deh, Pak. Tasnya saya bawain,” tawar Dini sembari menyodorkan kedua tangannya yang bebas.

Alex menautkan kedua alisnya. “Nggak butuh!” hardiknya.

Dini pun mengerucutkan bibirnya. “Padahal saya niatnya baik mau bantuin Bapak.”

“Modus!”

“Nggak modus doang sih, Pak. Tapi saya tulus mau bantuin Bapak,” ucap Dini.

Gadis itu membuat ekspresi wajah merajuk dengan keimutan yang dibuat-buat.

“Sudahlah. Ini di kampus. Kamu jangan macam-macam!” Alex memberi peringatan dengan kesal.

“Nggak macam-macam, Bapak Alex yang ganteng. Oh iya, Pak Alex nggak sadar ada yang beda dari saya?” tanya Dini kemudian.

“Nggak peduli.”

“Ih. Padahal saya juga niat dandan cuma buat Pak Alex,” sungut Dini sembari mengibaskan rambut hitamnya.

Alex hanya memutar kedua bola matanya malas. “Untuk apa kau melakukan itu? Aku kan ngga nyuruh.”

“Untuk dapetin hati Pak Alex,” jawab Dini dengan raut wajah serius.

Sebelum Alex sempat menghardik mahasiswinya, pintu lift sudah terbuka. Pria itu pun langsung keluar meninggalkan Dini. Beberapa mahasiswa yang masih berdiri di depan kelas menatap kaget pada kemunculan sang dosen killer dan seorang mahasiswi yang memasang wajah kesal.

“Pak Alex,” panggil Dini. Alex pun menoleh tanpa menjawab panggilannya.

Wajah Dini kembali ceria. Gadis itu pun tersenyum manis dan membuat para mahasiswa laki-laki terpesona pada senyumannya yang cantik.

“Selamat mengajar,” sambungnya sembari melambaikan tangan.

Alex mendengus pelan dan langsung mengabaikan gadis itu. Para mahasiswa yang berada di lantai yang sama dan baru saja menyaksikan kejadian mustahil barusan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.

“Gila tuh cewek. Kenapa bisa seberani itu nyapa Pak Alex,” bisik seorang mahasiswi pada temannya.

“Mungkin belum tahu gimana Pak Alex yang sebenarnya,” balas mahasiswi yang lainnya.

“Tapi dia cantik banget. Sayang banget kalau harus sakit hati gegara si Dosen Killer.”

“Dini!” Sebuah panggilan membuat gadis cantik itu menoleh. Sinta tengah mengatur napasnya yang terengah-engah. Gadis berjilbab hitam itu baru saja menaiki tangga.

“Sinta.”

“Ya Allah, Dini. Kamu baik-baik saja, kan? Nggak dimarahin sama Pak Alex?” tanya Sinta dengan tatapan khawatir.

“Ngapain aku dimarahi sama Pak Alex? Yang ada Pak Alex senang karena bisa barengan sama aku,” balas Dini dengan rasa percaya diri tingkat dewanya.

“Hahhh. Nyesel aku nyusul lewat tangga. Udah capek-capek malah kamunya begini,” sungut Sinta kesal.

“Salah sendiri tadi diajak barengan sama Pak Alex nggak mau. Padahal tadi di dalem aku bisa nyium aroma parfum Pak Alex dengan puas. Tapi makasih, ya. Aku jadi bisa berduaan sama Pak Alex,” balas Dini yang menambah kekesalan di hati Sinta sehingg gadis itu mencubit lengan sahabatnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status