"Bang Radit! Trus dia ngapain ke restoran?"
"Nah, itu dia, Dil. Mungkin kau akan terkejut, Dil. Aku juga syok lihatnya. Tau gak siapa yang dia temui?""Maksudmu gimana, Nit?"Tidak berselang lama, Nita mengirim beberapa gambar yang diambilnya ke ponsel milik Dila. Dugaannya beberapa hari terakhir semakin membuatnya yakin.Ternyata, Radit memiliki wanita selingkuhan. Wajah wanita di dalam foto tersebut masih sangat muda dan tidak terlalu tua.Jelas sekali di gambar tersebut mereka terlihat sangat mesra. Radit beberapa kali mengelus tangan wanita di depannya dan mencubit dagu sambil tersenyum.Mata Dila menatap tajam ke gambar kemudian memerah karena sakit. Namun, perasaan jijik mulai membentuk dari sudut bibirnya.Lelaki itu sangat tidak malu mempertontonkan perlakuannya di depan orang banyak. Dila kemudian menutup video yang belum selesai ditontonnya. Nita merekam juga selain mengambil gambar kedua insan yang sangat intim dan mesra itu."Dil, kamu baik-baik saja 'kan?" Nita merasa tak nyaman karena Dila belum bersuara semenjak mengirim gambar tadi. "Dila ....""Iya, Nit. Aku baik-baik saja.""Tenang saja, aku akan beritahu lagi jika aku menemukan informasi yang lain tentang Radit. Mereka berdua sudah pergi, Dil.""Makasih, Nit. Kalau tidak ada kau, mungkin aku akan hidup dalam kebohongan Bang Radit.""Sebagai teman, aku harus membantu sebisa yang kulakukan, Dil. Oke, kalau gitu aku lanjut dulu, ya."Nita menutup panggilan kemudian pergi melalui jalur lain agar tidak terlihat oleh Radit. Ia harus berhati-hati agar tidak diketahui, sedang mengintai lelaki itu.Radit sudah berpisah dengan wanita di sampingnya. Ia seakan berat melepas genggaman tangan wanita itu."Aku akan semakin merindukanmu, Ser!" Lelaki bercambang itu masih menggenggam tangan wanita di depannya."Ntar malam kita masih akan ketemu, Bang," ucap wanita di depannya dengan memanyunkan bibirnya. "Kemarin kau sudah minta jatah. Tiap hari harus jatah lagi! Jalan-jalan ke mana, kek. Jangan di kosan mulu.""Okay, ntar WA aja tempat yang kau mau. Asal kamu senang. Kau sangat menggairahkan!" cubitan manis itu kembali ia lakukan ke wanita di depannya."Okay, bye!"Nita memasuki taksi setelah mengambil gambar mereka saat berpelukan dan saling menautkan bibir untuk perpisahan. Tak lupa, Nita mengirim gambar tersebut ke temannya.Dila yang sedang duduk di kursi meraih kembali benda pipih miliknya dan membuka pesan masuk ke WA. Ia penasaran apa yang dikirim oleh temannya itu.Hatinya kembali memanas saat gambar itu dilihatnya. Sangat menjijikkan!"Baik, sudah cukup, Bang. Saatnya, aku harus membuat keputusan dengan caraku," gumamnya dengan hati memanas.Dia harus bersiap dengan segala kemungkinan yang buruk terjadi. Wanita dengan bulu mata lentik itu harus mencari tahu siapa wanita yang bersama Radit.Dari sikap keduanya, mereka bukan hanya sekedar teman, tetapi lebih dari itu. Apalagi pelukan dan ciuman itu.***Setelah beberapa jam di ruang pijat dan SPA, Dila kembali ke kedai. Perasaannya kembali segar setelah melakukan treatment tadi. Hampir sekitar tiga tahun, ia tidak pernah memanjakan dirinya.Untuk mengobati rasa kangennya, ia pun pergi ke tempat tersebut."Selamat siang, Dila!""Se-lamat siang dokter Diana." Dila menoleh, juga terkejut mendengar suara tersebut. Pasalnya, sudah lama dia tidak bertemu."Di mana aja sih selama ini? Baru ketemu lagi.""Iya, dok. Maklum mama baru. Super ribet! Baru ketemu lagi nih. Udah kangen banget sama SPA milikmu." Dila mendekati pemilik SPA tersebut dan saling cipika-cipiki."Sama pemiliknya, tidak?""Sekalian sama pemiliknya juga." Dila melempar senyum."Kamu kelihatan kurus sekarang. Apa suamimu gak manjain kamu?" Tatapan dokter Diana kembali serius ke Dila.Pertanyaan dokter Diana membuat Dila membisu sejenak. Ia masih bingung bagaimana harus menjawabnya. Ia tidak tahu apakah dokter serius atau sedang bercanda. Namun, pertanyaan itu sedikit menyentil hatinya."Gak perlu jawab, kok kalau kau keberatan. Tapi, biasanya bila istri terlihat kurus dan tidak terawat, berarti suaminya pelit atau mungkin kurang peka," bisik dokter ke wanita di dekatnya dengan senyum."Bu dokter bisa aja.""Ya, sepanjang yang aku tahu sih, gitu. Tapi, semoga kalian baik-baik saja, Dil."Dila tidak mampu berbicara banyak karena apa yang diucapkan oleh dokter Diana sangat tepat sasaran dan benar. Ia tidak mampu berkilah."Benar 'kan kau baik-baik saja?""Iya, dok. Minta doanya saja. Semoga tidak ada masalah yang sangat besar.""Iya, aku doakan yang terbaik untuk kalian."Mereka berjalan hingga ke depan pintu keluar. Mereka bercakap-cakap sehingga tanpa sadar telah sampai di pintu."Sampai jumpa lagi, dok.""Okay, sampai jumpa. Salamku sama putri kecilmu."Dila berbalik dan masuk ke taksi yang telah lama menunggunya di depan gedung. Rasa kangennya untuk memanjakan diri telah terobati.Tiga tahun bersama Radit, ia lebih banyak menyibukkan diri mengurus kebutuhan suaminya dan juga keluarga lelaki itu. Ia sampai lupa dengan merawat dirinya. Fokusnya telah terbagi. Apalagi dengan hadirnya buah hati di antara mereka.Hari semakin sore. Dila selalu mengecek keadaan bayi dan putrinya lewat ponselnya. Baby sitter yang disewanya sangat dapat diandalkan.Ia pun memutuskan pulang ke rumah mertuanya. Sebelumnya, dia sudah mengecek sebuah rumah minimalis modern. Ia berencana untuk menempati rumah tersebut agar terhindar dari keluarga toxic. Ia sudah siap dengan segala kemungkinan yang buruk.Mobil yang mereka tumpangi ialah pemberian kedua orang tuanya. Ibunya menyarankan untuk memakai mobil tua milik bapaknya. Walaupun mobil tua, setidaknya mobil tersebut masih bisa dikendarai dan digunakan."Pekerjaan apa sih yang membolehkan membawa anak dan juga baby sitter segala?" tanya Sela dengan sedikit heran."Ada dong. Kan milik sepupu." Dila menjawab santai dan berlalu. Ia tidak ingin meladeni terlalu banyak pertanyaan iparnya itu."Apa jangan-jangan jadi pengemis," sambung Sela dengan sedikit mencibir.Tiba-tiba mata Sela fokus ke tas yang dipegang oleh Dila. Ia tidak menyadari keberadaan tas tersebut sejak tadi."Loh, itu tas milikmu?""Iya. Emangnya kenapa?" Dila baru sadar, Sela akan terkejut dengan tas yang dipegangnya.Sela masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mereknya saja sangat mudah dikenal dan tentunya harga tas tersebut lumayan mahal. Ia tentu tidak tahu bahwa Dila membelinya di salah satu tokoh milik seseorang yang dikenalnya."Di mana kau mendapatkannya? Bu, coba ke sini!" Kebetulan ibunya keluar dari kamar. "Lihat tas yang dipegang oleh Dila. Apa dia menghabiskan uang Bang Radit hanya untuk membeli tas itu?""Apa? Tapi, harganya bisa sekitar dua kali lipat gaji Radit, Sel. Di mana kau mendapatkannya, Dil? Jangan bilang kau memeras uang suamimu. Dasar pemboros!""Hei, kamu baby sitter. Siapa namamu?""Asti.""Ya, Asti. Kamu kan mengikuti Dila. Emang dia kerja di mana?""Di sebuah tempat yang bagus, Mba.""Hei, aku serius bertanya. Semua tempat kerja itu pasti bagus. Aku nanya di mana?" Sela menjadi marah karena jawaban Asti seperti mempermainkannya.Dila tersenyum puas. Ia tidak menyangka Asti akan menjawab seperti tadi. Baby sitter-nya tersebut sangat cepat mengerti maksudnya. Beberapa hari yang lalu Dila memberitahunya untuk tidak menyebut tempatnya bekerja."Asti benar, kok. Lagian untuk apa kau kepo dengan pekerjaan orang," sambung Dila."Nah, itu Bang Radit sudah pulang.""Ada apa ini? Serius amat!""Lihat tuh, Bang. Istrimu itu emang boros. Ternyata, duit yang kau berikan selama ini hanya digunakan untuk beli tas semacam itu." Sela tidak mau menunggu lama. Ia langsung mengeluarkan kata-kata tajamnya yang langsung to the target.Lelaki itu masih mengernyitkan dahi. Pikirannya masih berkelana. Selama ini dia tidak pernah memberi istrinya jatah bulanan dua juta pas atau pun lebih, kadang kurang sedikit."Oh, mengenai tas ini!" Dila langsung menyahut. "Ini tas dari jerih payahku. Kebetulan aku mendapatkan bonus dari tempat kerja. Ya, lumayan untuk membeli tas yang bisa diisi banyak keperluanku. Lagian duit Bang Radit gak bakal mampu membelinya, kok. Jadi, kalian tidak perlu khawatir. Jatah bulanan saja tidak bisa untuk menutupi keperluan kedua bayiku.""Maksudmu apa? Kamu menganggap Abang tidak mampu membiayai kalian?" Radit tersinggung kalau direndahkan."Ya, kenyataannya seperti itu." Dila berlalu.Lelaki itu naik pitam. Namun, Radit merasa, melihat Dila yang berbeda. Dila semakin rapi dan modis. Wajahnya juga terlihat bersih dan tidak kusam seperti sebelumnya.Dila memasuki kamar di mana Asti dan kedua anaknya sudah lama menunggu di dalam. Asti sangat mengerti, sehingga membawa mereka agar tidak mendengar pertengkaran orang dewasa. Dila sudah tidak peduli dengan penilaian keluarga suaminya padanya. Keberadaannya saja dianggap sesuatu yang tidak berguna. Ia merasa seolah orang asing di rumah keluarga suaminya sendiri. Ipar yang julid, mertua yang menusuknya dari belakang, dan suami yang tidak tahu diri dan bertanggung jawab. Ia merasa muak dengan semua yang penuh kepura-puraan. Diam terus akan semakin ditindas. Ia sudah tidak tahan dengan semuanya. Pilihannya dia harus menentukan sendiri."Dila, kamu kenapa semakin berubah seperti ini? Abang seperti tidak mengenalmu lagi." Radit memasuki kamar. Dia belum puas berbicara dengan Dila sehingga mengikutinya ke kamar. "Maaf, Non. Saya izin keluar!" Asti merasa tidak nyaman ikut campur dengan masalah majikannya. Ia pun memutuskan keluar dengan membawa Syifa dan baby Nisya ke kamar kosong yang
Dila sudah berdiri tepat di tengah pintu sambil melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapannya sangat tajam."Bang .... Siapa yang Abang ajak bicara? Jadi, seperti ini yang kau lakukan di belakangku? Abang punya hubungan dengan seseorang "kan? Jujur ...." Suara Dila sudah meninggi, kemudian terjeda. Seketika, lelaki itu membalikkan badan dan menoleh ke Dila. "Ssst ...." Ia memberi isyarat dengan menempelkan telunjuknya ke bibirnya. "Jadi, gitu Wan caranya merayu agar hati istrimu luluh kembali." Radit seolah masih serius berbicara di dalam sambungan telepon. "Sudah dulu, Wan. Kita sambung lagi besok." Ponsel yang menempel di telinga sudah diturunkan.Dila mengernyitkan dahi. Dia sangat tidak mengerti."Tadi, teman sedang curhat. Dia minta saran bagaimana meluluhkan hati pasangannya. Mereka sedang tidak akur. Jadi, Abang hanya bantu sebisanya." Radit memberi penjelasan."Teman? Abang tidak berbohong 'kan? Aku sudah mendengar semua percakapanmu, Bang. Jangan berani menipuku." Dila m
Dila masih menatap foto tersebut. Pikirannya kembali membayangkan wajah wanita yang dibawa oleh Radit, kemudian membandingkannya. Ia sangat yakin mereka orang yang sama, hanya berbeda dari penampilan saja. Deru di dadanya memompa dan tidak menentu. "Ma, Papa dengan siapa tadi?" Dila menoleh pada putrinya sambil mengusap rambutnya. "Dengan ART yang akan membantu bersih-bersih di rumah nenek.""Kok, Mama sedih?""Tidak, Sayang." Dila buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak ingin putrinya melihat kalau ibunya bersedih. Ia memikirkan nasib kedua putrinya di kemudian hari tanpa sosok ayah di samping mereka. Ia mulai memikirkan matang-matang tentang keputusannya. Keputusannya untuk berpisah nanti akan mengorbankan nasib kedua putrinya. Hal itu yang mulai mengganggunya belakangan ini.Radit semakin nekat. Dia mencoba untuk membohongi istri dan keluarganya. Namun ternyata, dia salah. Istrinya sangat mudah mengenal siasatnya. Mungkin juga karena lelaki itu tidak bisa men
Dorongan pintu sangat keras menghentak dinding. Cukup mengejutkan orang di dalam. Matanya sangat tajam seakan menembus setiap inci benda yang dipandangnya. Ia tidak menyangka lelaki itu sangat nekat membawa selingkuhannya di rumah. Deru jantungnya memompa makin tidak menentu. Kedua insan di dalam ruangan tersebut membeku. Seakan berubah menjadi batu. Lelaki bercambang itu kalang kabut. Ia tidak sempat menutup dirinya, begitu juga wanita yang berbaring itu. "Jadi, kalian yang berzina di rumah ini? Bang, kamu berzina dengan wanita pelacur ini?" teriak Dila, hingga suaranya terdengar di luar rumah.Dila berhenti di situ saja. Ia terus mencecar Radit dengan berbagai pertanyaan. Tentang pembicaraan lelaki itu di telepon saban hari dengan seorang wanita, dan suara yang menjawab di telepon. Ia baru ingat bahwa suara yang menjawab panggilannya di ponsel sangat mirip.Radit mulai mencari pakaiannya yang entah berserakan ke mana. Nafsu telah menguasai mereka, sehingga tidak sadar telah melem
Warga belum puas sehingga memutuskan tetap berkerumun. Mereka tidak pulang melainkan menunggu pihak yang berwajib untuk membawa kedua pasangan tersebut. Bu Santi masih syok. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Mendengar kenyataan putranya berzina di rumahnya membuat hatinya perih. Putra yang dibanggakannya telah menodai kepercayaan dan kebanggaannya. "Nak Dila tunggu sebentar, ya. Pihak kepolisian sedang membuat informasi dan kesaksian Nak Dila." Pak RT meminta Dila agar tidak pergi. Dila hanya mengangguk. Ia tidak bisa menahan rasa sakitnya yang sangat dalam, karena dikhianati oleh lelaki yang telah menikahinya tiga tahun terakhir. Ternyata menyaksikan sendiri, terasa lebih sakit daripada mendengar dari kesaksian orang. Ia masih sangat terpukul. Beberapa warga masih mengira bahwa Radit membawa wanita itu untuk berhubungan di rumah tersebut. Namun, Bu Santi menjelaskan bahwa wanita yang bersama Radit, seorang ART yang akan bekerja di rumahnya. Ia yang meminta putranya mencarikan se
Enam pasang mata itu masih menatapnya tajam saat meninggalkan rumah. Ucapan Dila tadi membuat mereka meradang. Marah dan juga kesal sudah menyatu.Pisah memang pilihan yang berat. Namun untuk kondisinya saat ini merupakan pilihan yang tepat. Mempertahankan bahtera rumah tangga dengan Radit lambat laun akan rubuh juga fondasi yang dibangun. Lelaki itu yang merubuhkannya sendiri. Radit telah menodai perjanjian di atas altar nikah yang pernah diucapkannya. Hati Dila sakit melihat putrinya, yang terus-menerus memanggil ayahnya untuk mengikuti mereka. Dila mencoba menenangkan putrinya. Ia mencoba ikhlas menerima kenyataan pahit tentang nasib kedua putrinya. Ia sadar kedua gadis kecilnya masih membutuhkan sosok ayah di samping mereka. Anak kecil itu belum mengerti dengan apa yang terjadi. Ia hanya ingin ayahnya menyahut ajakannya. Gadis kecil berusia tiga tahun itu menghampiri, kemudian mencoba menarik tangan ayahnya, tetapi digagalkan oleh ibunya.Dia ingin bertanya kenapa. Ia tidak men
Ternyata pernikahan siri antara Radit dan Serli bukan sebelum kejadian tertangkap basah beberapa hari yang lalu itu, tetapi sebaliknya. Kebohongan yang dilakukan Radit bisa ditahu oleh warga sekitar, berkat kekuatan jejak digital yang ditelusuri warganet. Radit semakin tidak nyaman saat bekerja apalagi melintas di depan ruang kerja teman kantor. Pernikahan sirinya sudah menjadi buah bibir di kantor, tidak bisa disembunyikan lagi. ***"Aku muak kerja lagi!" Lelaki bercambang itu melempar tasnya begitu saja. "Kenapa, Dit?" "Muak, Bu dengan teman-teman di kantor. Apa tidak ada pembahasan lain selain menggosipkan tentangku?""Orang-orang memang seperti itu. Udah biarin aja!""Awalnya aku cuek, tetapi lama-kelamaan jadi jengkel juga," sungut Radit. "Dan ternyata mereka sudah tahu kalau ....""Kalau kenapa?" tanya ibunya penasaran. Radit tidak melanjutkan penjelasannya. Ia khawatir ibunya tahu kalau dia belum nikah siri dengan Serli. Ia pun memilih menutup mulut."Kalau a-ku nikah siri
"SERLI ... cepat buatkan kami makan! Abang sudah lapar." Radit sudah tidak bisa menahan diri. "Abang tunggu ya, di dapur!" Lelaki itu segera pergi dan tidak menunggu jawaban wanita itu. Ia tahu Serli akan memberikan alasan lagi. Jadi, dia memutuskan pergi dan menunggu di ruang makan saja. Wanita yang sedang berbaring itu membisu karena keterkejutannya. Bentakan keras suara lelaki tadi membuatnya sakit hati. Selama setahun memiliki hubungan dengan lelaki itu, dia tidak pernah diperlakukan seperti tadi. Lelaki itu selalu bersikap baik, romantis dan memanjakannya. Namun yang baru saja ia dengar telah mengubah pandangannya tentang lelaki itu. Hampir setengah jam, Serli belum keluar dari kamar. Radit mulai gelisah dan juga meradang. Wanita yang ditunggu belum juga menampakkan wajahnya atau pun beraktivitas di dapur. Radit pergi ke luar untuk memarkirkan kendaraannya yang sembarang saja disimpan saat tiba di rumah. Kesal dan jengkel di kantor belum hilang, kini muncul kekesalan baru te