"Tidak Bu, saya tidak diberi apa-apa sama bapak, hanya diancam akan di pecat Bu," jelas Siska membela diri, sementara air matanya terus mengalir deras.
"Jadi kamu lebih takut dipecat oleh suami saya dari pada kak Angga?""Saya minta maaf Bu, beri saya kesempatan. Saya berjanji akan selalu memberi laporan, tolong Bu, saya sangat butuh pekerjaan ini.""Minta pak Irwan kesini dan bawa semua laporan keuangan," pintah Anya dengan tegas. Siska langsung bergegas menuruti.Tak lama kemudian, seorang pria setengah baya masuk kedalam ruangan dengan beberapa map ditanganinya."Silahkan duduk, Pak Irwan."Pak Irwan pun duduk setelah dipersilahkan."Ada apa Bu, apa ada masalah?" tanya Pak Irwan tak mengerti."Saya ingin melihat data keuangan.""Ini Bu." Pak Irwan menyodorkan map kepada Anya.Walaupun Anya tidak terlalu mengerti masalah perusahaan, tetapi ia juga tidak terlalu bodoh, setelah meneliti beberapa saat Anya bisa melihat kecurangan itu. Beberapa transferan masuk ke rekening milik suaminya dengan jumlah yang tidak sedikit.'Brengsek! Jadi uang dari perusahaan ini yang dia gunakan untuk membahagiakan gundiknya.'Amarah Anya tak dapat lagi terpendam, orang yang sangat ia percayai telah menusuknya dari belakang."Tentu saja Kak Angga tidak mengetahui hal ini, karena dia sudah sangat sibuk dengan cabang barunya. Ini tidak bisa dibiarkan, aku akan balas kalian." grutu Anya dalam hatinya. Sorot matanya penuh kekecewaan."Saya lihat disana ada transferan ke rekening suami saya, bisa di jelaskan.""Iya Bu, pak Irwan yang meminta. Karena dia bilang semua sudah diberikan izin oleh pak Angga maupun Bu Anya."Anya menghela napas panjang, "Mulai sekarang jangan transfer uang ke rekening dia walaupun dia bilang atas perintah saya maupun kak Angga.""Baik, Bu."Anya menatap satu persatu wajah tegang dua orang yang ada di dalam ruangan itu. Anya sadar kalau ia juga salah disini, tidak seharusnya ia melampiaskan kemarahannya kepada orang lain."Dengar pak Irwan, saya tidak perna memberikan izin kepada suami saya untuk mentransfer uang perusahaan ke rekening pribadi kecuali gaji dan jika itu seandainya terjadi aku ataupun kak Angga tentu kami akan memberi tahu anda."Wajah pak Irwan terlihat pias"Awalnya saya juga menolak Bu, hanya saja pak Heru mengatakan kalau semua kebutuhan rumah tangga ibu berada dalam jaminan perusahaan ini. Maka saya memberikannya Bu.""Sebenarnya tidak perna saya menggunakan uang perusahaan untuk kebutuhan keluarga kami. Tapi semuanya juga sudah terjadi, lain kali bapak jangan lagi melakukan hal ini kecuali saya sendiri yang memintanya.""Baik, saya mengerti Bu.""Dan kamu Siska, " kini beralih pada Siska yang tengah merutuki kebodohan "beri semua laporan apapun itu tentang suami saya. Kali ini saya beri kesempatan untukmu, saya tahu kamu terpaksa melakukannya karena dibawah tekanan suami saya."Siska bernapas lega mendengar penuturan Anya."Terimakasih, saya janji tidak akan merusak kepercayaan ibu lagi." Siska benar-benar menyesali perbuatannya."Kalian boleh keluar sekarang."Anya menyandarkan kepalanya, memikirkan kini semuanya tidak bisa lagi di anggap santai.'Aku harus bergerak cepat, kalau tidak perusahaan ini bisa bangkrut gara-gara menyenangkan ular itu.'***Keesokan harinya Anya sudah janji sama Luna, mereka hari ini akan makan, shopping, terus ke salon. Untuk menenangkan pikiran Anya yang sudah sangat kacau oleh masalah kemarin. Selain itu Luna sudah sangat rindu masa-masa mereka dulu."Anya, sebenarnya aku dapat info baru tentang Heru." Luna mencoba membuka percakapan."Apa?" tanya Anya penasaran melihat wajah Luna yang tampak serius."Tapi kamu yang sabar ya, janji kamu harus kuat.""Apaan sih Lun." Anya tak sabar."Wanita itu hamil Anya, dan mereka akan menikah minggu depan."Uhuk! Jus yang hampir saja melewati kerongkongan Anya dengan terpaksa harus keluar lagi.'Bagaimana mungkin wanita itu bisa hamil? Sudah jelas kalau mas Heru mandul. Pasti ada yang disembunyikan oleh wanita itu.'"Anya, aku tahu ini berat. Kamu yang sabar ya." Luna memeluk Anya, ia tahu sahabatnya pasti akan sangat terluka."Eh, Luna. Aku hanya kaget aja, kamu kira apaan?" tanya Anya yang merasa heran dengan sikap Luna."Ya, aku tahu wanita mana yang tidak merasa kecewa, sakit hati kalau suaminya menghamili wanita lain, aku tahu itu Anya walaupun aku belum menikah."Anya hanya tersenyum mendengar penuturan Luna."Loh, kok kamu senyum-senyum gitu, aneh? Jangan bilang kamu jadi gila karena berita ini Anya." Luna menutup mulutnya yang menganga dengan sengaja."Idih, amit-amit.""Lah, terus kenapa?""Gini ya Lun, kan kemarin aku sudah bilang kalau aku dan mas Heru periksa ke dokter dan hasilnya terbukti kalau mas Heru mandul."A"Lah, itu cewek hamil bagaimana ceritanya?""Yups! Berarti ...." Anya mengembangkan senyumnya, Luna yang mengerti maksud Anya pun ikut tersenyum.Setelah selesai makan-makan, mereka pun beranjak dari sana dan akan melanjutkan shopping.***Sementara dilain tempat, sepasang kekasih sedang memasuki sebuah toko dan disana mereka disambut hangat oleh pelayan toko.Karena terlalu fokus melihat pemandangan indah di hadapannya, tanpa sadar posisi mereka terpisah. Silvia fokus pada berlian yang ditawarkan oleh pelayan toko sedangkan Heru iseng melihat yang lain.Sampai ada seseorang yang memeluk Heru dari belakang."Berliannya sudah kamu dapatkan, Sayang?" tanyanya tanpa menoleh."Suamiku so sweet banget mau belikan aku berlian."Mendengar suara itu jantung Heru berdegup kencang.'Nyatakah ini? Atau halusinasi?''Mengapa suaranya berbeda?'"Suamiku so sweet banget mau belikan aku berlian."'Nyatakah ini? Atau halusinasi?''Mengapa suaranya berbeda?'Tatapan mata Heru bertemu dengan mata Silvia yang juga menatapnya dari kejauhan membuatnya sadar jika itu bukan halusinasi.Heru memutuskan pandangannya, ia perlahan memutar tubuhnya dan terlihat jelas wajah istrinya yang tengah sumringah.Beberapa pelayan toko yang tadi melihat kemesraannya bersama Silvia mengernyit heran."K—kok, kamu disini Sayang.""Iya, Mas." Anya mengembangkan senyumnya. Ia tahu Heru pasti sangat kaget dengan kehadirannya yang tak terduga.'Untung saja aku sudah menyiapkan orang untuk menggantikan Luna memantau gerak-gerik pengkhianat ini, kalau tidak wanita ular itu akan berbangga hati.'"Aku tadi nggak sengaja melihat mobil mas terparkir didepan, jadi aku langsung masuk aja. Ternyata Mas mau kasih surprise buat aku? Maaf ya Mas kejutannya gagal gara-gara akunya udah tahu duluan kek gini." Ucapan Anya benar. Rencana Heru untuk membelikan Silvia berli
Setelah seharian penuh menghabiskan waktu di luar. Kini ia telah baru selesai mandi dan bergantian giliran Heru yang masuk ke kamar mandi.Anya merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Ia memikirkan waktu yang tepat untuk membongkar semuanya, bukan mengulur waktu hanya saja belum tiba saatnya. Ia ingin melepas Heru dengan membiarkan Heru kembali seperti dirinya yang dahulu. Seorang yang bukan siapa-siapa tanpa keluarga Anya.Getaran ponsel Anya membuyarkan lamunannya."Siska." Alisnya terangkat sebelah melihat nama yang tertara di layar ponselnya."Hallo, ada apa, Sis?" tanya Anya langsung."Hallo Bu, ibu sedang butuh assiten rumah tangga ya?""Assisten rumah tangga? Nggak, emang kenapa?""Tadi saya dengar dari karyawan, pak Heru sedang mencarikan assisten rumah tangga.""Baiklah, terimakasih infonya dan terus hubungi saya ya jika ada informasi lain.""Baik Bu.""Sejak kapan mas Heru ingin memperkerjakan orang dirumah? Bukankah mas Heru selalu beralasan kalau itu sebuah pemborosan. At
Sepuluh menit kemudian Anya pun menyusul karena Heru belum juga keluar."Mas, katanya buru-buru kok lama?" "Dompet Mas nggak ada Sayang." Heru terus mencarinya."Jatuh di mobil kali Mas," Anya juga ikut mencari."Nggak mungkin Sayang.""Tapi iya juga ya, kemarin kan kita belanja dompetnya masih ada. Ya sudah, nanti akan aku carikan Mas, kamu pergi aja nanti telat loh."'Anya nggak mungkin mengambil dompet itu, kalau iya sikap Anya nggak mungkin seperti ini. Duh, gawat kalau Anya sampai menemukan dompet itu.' batin Heru."Mungkin benar katamu, jatuh di mobil. Nggak usah dicari ya, pasti jatuh di mobil."Anya mengerutkan keningnya"Sayang, dompet mas nggak mungkin hilang, pasti jatuh di mobil. Mas pergi dulu, nggak usah dicari pasti ada kok." Heru mengelus lembut pipi istrinya, tak lupa juga ia mencabut kunci lemarinya lalu bergegas pergi.Anya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah suaminya yang terbilang konyol."Masih saja kamu tidak mau mengaku Mas, aku sudah tahu semuanya.
Heru tahu Silvia pasti akan marah besar bikin Silvia meleleh.Urusan dompet yang tidak ditemukan juga sudah ia selesaikan dengan Anya.Sesampainya di rumah Silvia, Heni alias Luna membuka pintu. Sedangkan Silvia tidak kelihatan batang hidungnya."Silvia kemana?" tanya Heru datar."Ibu belum keluar kamar sedari tadi, Pak.""Jadi Silvia belum sarapan sudah jam segini?""Belum Pak, tadi sudah saya bujuk tapi tetap saja Nyonya nggak mau keluar.""Kamu itu manggilnya Ibu atau Nyonya? Aneh, kadang Nyonya kadang Ibu kemarin Non.""Maaf Pak, saya lupa. Ibu nyuruh panggilnya Nyonya, saya belum terbiasa."Mendengar penjelasan pembantunya membuat kepala Heru menjadi pusing. Ia pun bergegas meninggalkan Heni dan menuju kamar Silvia.Beberapa kali Heru mengetuk pintu kamarnya, Silvia tidak mau membuka dan malah mengusirnya."Sayang, aku sudah bawakan berlian yang kamu inginkan." Heru yang tadinya mau kasih surprise untuk Silvia, terpaksa ia katakan untuk membujuk Silvia.Tak perlu menunggu waktu la
"Aku tidak bercanda, Silvia. Makanya aku juga sangat bingung. Ini masalah perusahaan yang akan menjadi masa depan kita. Kalau maa tidak pergi semuanya akan gagal.""Apa tidak bisa diwakilkan? Apa gunanya kamu punya bawahan?" Silvia meninggikan suaranya."Nggak bisa Silvia, aku harus turun tangan sendiri.""Aku tahu ini pasti kerjaan istrimu! Tidaj mungkin waktunya yang sangat bersamaan seperti ini.""Tidak usah menyalahkan Anya, dia tidak tahu apa-apa.""Tapi Mas! Coba kamu berpikir pakai logika. Mana mungkin pekerjaan penting mendadak selalu hadir saat kita sedang bersama, aku sangat yakin semua ini pasti ada hubungannya dengan wanita itu.""Stop Silva! Kamu juga harus mengerti.""Apa Mas? Terus, belain dia, kamu lupakan bagaimana perasaanku. Kamu akan meninggalkan aku sendiri, menanggung malu. Bagaimana cara aku menjelaskan pada orang-orang besok. Nggak lucu Mas.""Bukan begitu Silvia, aku juga tidak mungkin tega. Tapi mau bagaimana lagi? Okey, aku lanjutkan pernikahan kita besok, ta
*Berhubung suami sedang keluar kota, Anya memutuskan untuk tidur di rumah ibunya.30 menit kemudian Anya pun tiba dirumah Ibunya, setelah membayar taksi, Anya melangkah memasuki rumah dimana dulu ia di besarkan."Aunty ...!" Gadis kecil berusia tiga tahun itu menghambur ke pelukannya. Anya pun kaget sekaligus bahagia langsung memeluknya erat, melepaskan kerinduannya pada keponakannya itu.Sudah sangat lama mereka tidak bertemu, karena selama ini Laila ikut ke kampung merawat neneknya, ibu dari Rianty istri Angga."Sayang, kapan kalian pulang? Kenapa tidak memberi tahu Aunty?" Tanya Anya terus menghujani Laila dengan ciuman."Kemalin.""Terus kenapa nggak ngasih kabar ke Aunty?" "Nggak! Soalnya Laila mau kasih kejutan untuk Aunty, tapi Aunty nya sudah sini.""Oh, kalau begitu Aunty pulang sekarang ya." Anya berpura-pura memutarkan badannya. Seketika dicegah oleh sang pemilik tangan mungil itu."Jangan Aunty, kan disini Aunty juga telkejut.""Yups! Kamu benar, Aunty sangat terkejut se
Sesampainya Angga dan Heru di luar kota, tepatnya di Bandung. Mereka tidak langsung ke perusahaan melainkan ke apartemen Angga. Bukan untuk istirahat melainkan untuk bergulat dengan berkas-berkas penting yang akan mereka bawa.Heru begitu galaunya karena tidak berkesempatan untuk memberi kabar kepada Silvia jika ia sudah sampai. Entah mengapa hatinya begitu buta tidak memikirkan Anya, istri yang beberapa tahun ini menemaninya dengan setia.Ia tetap mencoba mencuri-curi waktu agar bisa mengirimkan pesan, namun ia tidak mempunyai nyali dikarenakan kakak iparnya selalu berada disampingnya. Angga hanya tersenyum getir melihat kegelisahan Heru, meski dia sibuk dengan tumpukan kertas didepannya. Tapi, ekor matanya selalu menangkap kegelisahan Heru.Dia tahu Heru galau bukan karena tidak memberi kabar kepada adiknya melainkan pada wanita lain."Fokus Heru, ada ratusan kertas yang harus diperiksa, kenapa dari tadi ponselmu yang kau perhatikan." Suara Angga mampu membuat jantung Heru bergetar
"Apa maksudmu?" tanya Bude lagi kali ini dengan kening mengerut."Lah tadi saya berak dikatakan jorok."Mata Bude mendelik tajam, ingin sekali rasanya dia meremas mulai Heni."Pembantumu kurang ajar sekali, Silvia.""Sudahlah Bude, Heni. Masalah kecil aja diributkan. Heni bikinin minum untuk bude." "Kenapa masih berdiri di situ, nggak dengar keponakanku ngomong apa? Sana bikinin minum," titah Bude dengan sombong."Bude nggak sabar melihat kamu menikah besok, bersanding dengan lelaki kaya." Mendengar celoteh Bude, yang bangga Silvia menikah dengan orang kaya, membuat Heni menahan tawanya agar tidak lepas.Dengan penuh rasa malas Heni melangkah ke dapur untuk membuatkan minuman sesuai perintah.Diruang tamu Bude masih terus mengagumi rumah dan isi perabotan keponakannya itu."Memang nasibmu begitu beruntung Silvia, belum menikah saja sudah diberikan rumah yang super gede ini. Apalagi kalau sudah menikah hartanya bisa kamu kuasai." Hasut Bude."Iya dong Bude, pokoknya Bude tenang saja