Selamat membaca❤️
°°“Kebahagiaan dalam suatu hubungan ada dan dimulai saat sepasang kekasih menikah, duduk bersama di pelaminan dengan senyum yang merekah — terpancar dan menghiasi wajah keduanya. Ya, memang itu yang seharusnya terjadi, bukan tangisan, karena sesungguhnya pernikahan itu bisa memberikan sebuah kebahagiaan dan kehidupan yang baru, bukan derita yang baru.”Saat itu waktu sudah menunjukan tepat pukul 9 pagi, ada seorang gadis cantik yang sudah siap dengan pakaian yang sebelumnya memang belum pernah ia gunakan, jawi jangkep namanya. Gadis cantik itu sedang duduk di salah satu kursi yang berhadapan langsung dengan sebuah cermin, menampilkan betapa anggun dan cantik dirinya dengan make-up yang tidak terlalu tebal dan nampak natural namun tetap bisa membuat siapa saja yang melihatnya merasa pangling atau bahkan terpesona dengan auranya.Ya, gadis cantik yang sudah dimaksud adalah Dahayu, Dahayu Ishvara lebih tepatnya, seorang gadis berumur 24 tahun yang kini sedang merasa takut sekaligus senang. Karena, bagaimana tidak? Tepat di hari itu dirinya akan melangsungkan pernikahan dengan seorang lelaki yang baru saja ia kenal, lelaki yang kebetulan orang tuanya adalah teman dari Ibunya sendiri, dan lelaki itu bernama Arkatama Maheswara.Sejujurnya, saat itu Dahayu belum benar-benar membuka hati dan hidupnya untuk Arka karena masih memiliki rasa trauma — pernah dikhianati oleh seorang pria yang sangat ia cinta, namun bukankah hidup akan terus berjalan? Toh, Arka sendiri berasal dari keluarga yang baik dan kaya raya.Mungkin beberapa dari kalian yang membacanya akan merasa kesal dengan keputusan Dahayu, benar? Karena, bukankah dengan cara yang seperti itu Dahayu justru hanya akan menyakiti hati Arka? Yang mana ia hanya menggunakan Arka sebagai bahan pelampiasan.Namun, tentu saja bukan itu yang Dahayu inginkan dan atau harapkan, ada satu dari banyaknya hal lain yang sudah ia pertimbangkan dan fikirkan dengan sebaik mungkin, sebelum pada akhirnya ia berani untuk menerima lamaran dari seorang lelaki yang baru saja ia kenal itu.“Ya Allah, apakah pernikahan ini akan berjalan dengan baik dan lancar? Apa yang sebenarnya sudah Engkau persiapkan untukku? Kebahagiaan, kah? Atau mungkin kesulitan dan kesedihan?”Dahayu terus saja beradu dengan isi fikirannya sendiri sembari menatap dirinya dengan nanar lewat pantulan cermin yang berada tepat di depannya — masih belum menyangka jika hari itu akan tiba, hari yang tidak pernah ia bayangkan atau bahkan fikirkan sebelumnya.“Ah, tidak, aku tahu kalau Allah maha baik. Allah tidak akan mungkin membuat hamba-hambanya merasa kesulitan. Iya, kan?”Tak terasa, tiba-tiba saja air mata yang sudah menggenang sejak tadi di pelupuk mata Dahayu mulai terjun dengan bebas dan membasahi pipi mulusnya yang sudah dipoles dengan make-up, pun berhasil membuat perias yang sedang merias wajahnya merasa kebingungan.“Mba, ada apa? Kenapa Mba Dahayu menangis?” Dengan keadaan panik, perias itu langsung mengambil beberapa lembar tisu dan mengelap air mata Dahayu dengan perlahan, berharap agar air mata itu tidak merusak hasil karyanya, “Ada apa, Mba Dahayu? Apa yang sedang Mba Dahayu fikirkan?” tanyanya dengan begitu lembutDahayu yang sadar akan hal itu pun juga langsung mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap air matanya, tak lupa pula untuk melempar senyumnya agar perias itu tak merasa khawatir dengan keadaannya, "Tidak apa-apa, Mba. Saya hanya sedang terharu, saya masih belum menyangka kalau sebentar lagi saya akan menjadi seorang istri.”Perias itu pun menghela nafas leganya sembari tersenyum setelah mendapati jawaban dari Dahayu, “Saya turut senang mendengarnya, Mba. Pernikahan adalah suatu hal yang begitu sakral, berharap jika hanya akan dilakukan satu kali saja seumur hidup, dan tentunya bersama dengan orang yang kita sayang dan cinta.”Dahayu sendiri hanya bisa merespon ucapan perias itu dengan senyuman dan anggukan kepala saja, sebelum pada akhirnya ada salah satu anggota wedding organizer yang datang untuk memberi tahu jika acara akan segera dimulai, pun mempersilakan mempelai wanita untuk menuju ke tempat pembacaan ijab kabul.“Assalamualaikum, permisi, maaf mengganggu. Apakah persiapan dari mempelai wanita sudah siap semua? Karena semua persiapan dari mempelai pria sudah siap dan kebetulan waktu dari acara ini juga akan segera dimulai.”“Waalaikumsalam, Mba. Iya, sudah, semua persiapan dari mempelai wanita sudah siap.”“Baik kalau begitu mari kita keluar untuk menuju ke aula, tempat dimana proses pembacaan ijab kabul itu akan dilakukan.”Beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu pun langsung saling bertatap mata — terutama Dahayu dan Inka, yang mana anak dan Ibu itu juga langsung saling berpegangan tangan satu sama lain dengan maksud untuk saling menguatkan dan menenangkan, berharap jika acara itu akan berjalan dengan baik dan lancar.“Ibu, bagaimana ini? Dahayu takut.”Wanita paruh baya yang dipanggil dengan sebutan Ibu oleh Dahayu itu pun langsung tersenyum, “Kamu yang tenang ya, Nak, ada Ibu di sini yang akan selalu menemani kamu. Kamu juga harus banyak berdoa dan meminta kepada Allah agar semuanya bisa berjalan dengan baik dan lancar, ya?”Dahayu yang mendapati nasihat itu dari Sang Ibu pun hanya meresponnya dengan anggukan kepala, yang bahkan lagi-lagi ia juga tetap mencoba untuk tersenyum dengan maksud untuk menyalurkan aura positif agar semua yang diinginkan di hari itu bisa tercapai dan berjalan dengan sebaik mungkin.“Sudah siap ya, Bu Dahayu?” Salah satu anggota wedding organizer itu kembali bertanya untuk memastikan“Iya, sudah, Mba. Saya sudah siap,” jawab Dahayu dengan sangat lugas dan jelas"Baik, Bu. Kalau begitu mari ikut saya, karena mempelai pria dan beberapa saksi yang hadir juga sudah siap di aula."Dahayu menganggukan kepalanya, lalu anggota wedding organizer itu langsung membantu Dahayu untuk berjalan menuju ke aula — tempat dimana proses pembacaan ijab kabul itu akan dilakukan, tentunya juga dengan Inka yang berada tepat di sebelahnya.Jika salah satu dari kalian ada yang bertanya, apakah Dahayu hanya tinggal bersama dengan Inka saja? Maka jawabannya adalah iya, karena Dahayu sendiri merupakan anak semata wayang dari sepasang suami istri yang menikah sekitaran 26 tahun yang lalu. Lalu jika ada yang bertanya lagi, ada dimana Bapak Dahayu? Maka jawabannya adalah di tempat lain yang lebih nyaman dan damai, yang mana cinta pertama Dahayu itu sudah pergi meninggalkannya sejak ia baru saja menginjak usia 5 tahun.“Seandainya saja Bapak masih ada di sini, pasti Bapak bisa menyaksikan anak semata wayangnya menikah, walaupun bukan dengan lelaki yang benar-benar dicintainya.”Satu dari beberapa hal lain yang perlu kalian ketahui juga, acara pernikahan Arka dan Dahayu saat itu sebenarnya lebih didominasi oleh keluarga Arka, dalam artian semua hal yang berhubungan dengan acara pernikahan itu lebih banyak diurus oleh mereka, mengingat jika nyatanya saat itu Dahayu dan Inka merupakan keluarga yang dapat dikatakan tidak mampu, sangat jauh berbeda dengan keadaan keluarga Arka.“Bismillah…”Dengan langkah kaki yang terasa begitu berat, Dahayu terus saja merapalkan doa di dalam hatinya sembari terus berjalan untuk menuju ke tempat aula pernikahannya. Dan saat dirinya sudah mulai memasuki area aula itu, ia bisa melihat sudah ada banyak sekali para tamu undangan yang hadir, bahkan ia juga bisa melihat Sang calon suami yang sedang berdiri dari kejauhan sembari menatapnya — melihatnya dengan senyum yang begitu tulus, senyum bahagia saat melihat seorang wanita cantik yang tak lama lagi akan menjadi istrinya.“Kamu benar-benar cantik, Dahayu. Sungguh, aku berani bersumpah untuk hal itu.”Lelaki itu membisikan dua kalimat yang begitu indah tepat di dekat rungu Dahayu saat Sang puan sudah berada tepat di sebelahnya, membuat yang mendengar pujian itu merasa malu, bahkan hatinya terasa bergetar karena tak kuasa untuk menahan rasa bahagia, entah rasa bahagia seperti apa yang sudah dimaksud olehnya.--- bersambung.Selamat membaca❤️ °° “Alhamdulillah, kini kedua mempelai sama-sama sudah hadir di tengah-tengah kita. Jadi bagaimana, Mas Arka dan Mba Dahayu? Begitu juga dengan para saksi yang sudah hadir di dalam acara ini, apakah acara sudah bisa untuk dimulai?” Seorang lelaki yang saat itu sedang menggunakan setelan jas lengkap dengan sepatu pantofel berwarna hitam pun mencoba untuk memulai acara ketika Arka dan Dahayu sudah sama-sama siap pada posisi mereka, dan tentunya pertanyaan itu sendiri juga langsung dijawab dengan sangat baik, yang mana mereka semua sama-sama langsung menganggukan kepala dan mengucap kata siap secara bersamaan. Dan tanpa mau untuk membuang-buang waktu lagi, acara itu pun dimulai, diawali dengan sesi sambutan dari keluarga calon mempelai pria dan wanita, pun disambung dengan inti acara yang sangat ditunggu, yaitu sesi pengucapan ijab kabul.“Bagaimana? Sudah siap untuk pengucapan ijab kabul ya, Mas Arka? Tenang saja, tidak perlu takut seperti itu karena inshaAllah semu
Selamat membaca❤️ °° "Lebih baik kamu pergi, Mas! Pergi dan jangan pernah kamu hadapkan kembali wajahmu di depanku karena hubungan kita sudah berakhir. Semua hal yang terjadi antara aku dan kamu sudah selesai, kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi! Mengerti?"Dahayu mengucapkan kalimat panjang itu dengan suara yang bergetar karena dirinya benar-benar sudah tak mampu untuk menahan rasa malu, terlebih lagi saat itu ia juga sedang mencoba untuk memberanikan diri dalam mengambil keputusan — demi kebahagiaannya dan Sang suami."Tidak bisa, Dahayu. Aku tidak bisa melakukannya!" protes Bima, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukan satu foto ke arah Dahayu, "Lihat ini, apa kamu lupa dengan pernikahan kita? Yang bahkan kita belum pernah bercerai. Jadi, bagaimana bisa kamu menikah lagi seperti ini?"Semua orang di sana yang mendengar ucapan Bima pun langsung membelalakan mata karena merasa tak menyangka dengan apa yang sudah diucapkan oleh lelaki yang sama sekali tidak mereka k
Selamat membaca❤️ °° "Ada banyak sekali memori indah yang bisa aku ingat dan kenang dari Bapak, sosok pahlawan yang begitu berarti di dalam hidupku dan juga Ibu."Dahayu selalu saja tersenyum tiap kali dirinya ingat dengan kenangan yang begitu indah bersama dengan Sang Bapak, walau nyatanya cinta pertamanya itu sudah harus pergi lebih dulu, bahkan saat usianya masih 5 tahun.Sementara itu dari kejauhan, ada seorang wanita paruh baya yang sedang memperhatikan Sang putri — memantau apa yang sedang dilakukan oleh anak semata wayangnya di halaman depan rumah, sebelum pada akhirnya ia memutuskan untuk mendekat."Selamat pagi, Nak. Kamu sedang memikirkan hal apa sih? Indah sekali ya sepertinya? Sampai senyum-senyum begitu.""Eh, Ibu." Tentu Dahayu terkejut, namun tak lama dari itu ia kembali tersenyum karena merasa senang sudah bisa melihat senyum indah di pagi hari — senyuman milik Sang Ibu tercinta, "Dahayu sedang memikirkan Bapak, Bu. Eh, tidak, lebih tepatnya Dahayu sedang memikirkan k
Selamat membaca❤️ °° "Bu Inka, sepertinya ada yang terpesona juga dengan kecantikan Dahayu selain saya. Bu Inka sadar tidak?"Dan Inka sendiri yang menyadari hal itu pun tentu mengerti, yang mana ia langsung mengarahkan pandangannya pada Arka dan Dahayu secara bergantian, "Iya, saya rasa juga seperti itu. Habisnya dari tadi hanya diam saja ya?"“Ma.” “Bu.”Arka dan Dahayu, keduanya sama-sama memanggil orang tua mereka secara bersamaan, pun berhasil membuat Inka dan Liana yang mendengarnya langsung tertawa — merasa ada kehangatan yang menyelimuti obrolan di pagi itu, walau nyatanya tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja ada seorang lelaki yang datang dan langsung memukul Arka dengan menggunakan balok, pun menarik Dahayu dengan kasar."Hey, siapa kamu?" Liana bertanya sembari membantu Arka yang terjatuh akibat pukulan itu, "Apa salah anak saya? Kenapa tiba-tiba kamu memukulnya?"“Astagfirullah, Mas Bima?!” “Iya, ini aku, Dahayu. Aku adalah Bima, kekasih kamu!” Ya, lelaki itu ada
Selamat membaca❤️ °° "Ternyata kamu tidak sebaik itu ya, Dahayu. Perkiraan saya selama ini ternyata salah, kamu adalah wanita paling jahat yang pernah saya kenal. Saya tidak sudi memiliki menantu seperti kamu!"Suasana saat itu benar-benar semakin memanas dan tak bisa untuk dikendalikan lagi. Baik Liana maupun Sang suami, keduanya benar-benar sudah merasa kesal dan kecewa dengan Dahayu — merasa jikalau harga diri mereka sudah dijatuhkan, sudah dibohongi, bahkan dibuat malu di depan banyak orang."Bu, Pak, saya tahu bagaimana perasaan kalian saat ini karena saya sendiri juga merasakan hal itu. Terkejut? Tentu, saya benar-benar terkejut dengan pernyataan yang sudah dikatakan oleh pria itu. Tetapi sebagai seorang Ibu, saya ini sangat paham betul dengan kepribadian Dahayu. Anak saya tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu, terlebih lagi dengan lelaki yang sudah menyakitinya," jelas Inka — mencoba untuk memberi pengertian"Mana mungkin ada penjahat yang mau mengakui kesalahannya?" s
Selamat membaca❤️ °° “Aku sangat khawatir dengan keadaan beliau, jadi tolong izinkan aku untuk ikut ya, Mas? Aku mohon.” Dahayu kembali mencoba untuk mengambil kepercayaan Arka, sementara Arka sendiri yang mendapati permintaan itu hanya bisa terdiam — merasa bingung, sampai pada akhirnya terdengar suara Liana dan berhasil untuk memecah keheningan antara keduanya."Arkatama, cepat! Untuk apa kamu masih melayani wanita pembohong itu? Untuk saat ini yang terpenting adalah Papa kamu, bukan dia!" protes Liana"I-iya, Ma." Mau tak mau Arka menuruti ucapan Sang Mama, lalu dengan cepat ia langsung bergegas untuk masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Dahayu begitu sajaLantas, bagaimana dengan Dahayu?Ya, wanita itu sendiri hanya bisa diam mematung — memperhatikan mobil mahal yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi, pun tak lama dari itu ada Inka yang datang menghampiri, membawa dan memeluknya ke dalam dekapan demi untuk saling menguatkan satu sama lain atas kejadian yang baru saja mereka
Selamat membaca❤️ °° "Bu, ini semua bisa terjadi karena Dahayu ya? Kepergian Pak Yudhis itu bisa terjadi karena Dahayu? Dahayu yang sudah membuat Pak Yudhis meninggal? Begitu ya, Bu?"Suasana duka benar-benar sudah berhasil menyelimuti hati Dahayu dan Inka dengan sangat baik, suara isak tangis dari keduanya pun juga mulai terdengar — memungkinkan para tetangga atau siapa saja yang sedang lewat di depan rumah mereka pasti akan merasa bingung dan terheran-heran."Tidak, Nak. Kepergian Pak Yudhis bukan sepenuhnya karena kesalahan kita, ini semua adalah takdir Allah. Memang sudah seperti ini jalannya, ketetapannya memang sudah seperti itu."Dengan perlahan Inka mencoba untuk memberikan pengertian pada Sang anak, namun lagi-lagi Dahayu kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, Bu, bukan seperti itu. Semua masalah ini bermula karena Dahayu, jadi Pak Yudhis pergi meninggalkan Mas Arka dan Bu Liana untuk selamanya ya karena Dahayu," tutur Dahayu, "Berarti memang benar ya dengan apa yang sudah
Selamat membaca❤️ °°"Pergi kalian dari hadapan saya dan anak saya! Kami sudah terlalu malas untuk berurusan dengan para pengkhianat seperti kalian. Manusia sok suci!""Astagfirullah, Bu Liana! Apa maksudnya? Kenapa Ibu menampar anak saya? Keterlaluan!"Ibu mana yang tak marah saat mendapati Sang anak disakiti oleh orang lain? Bahkan tepat di depan matanya, dan hal itulah yang kini sedang dirasakan oleh Inka.Pasalnya, ia sendiri sama sekali tak pernah menyakiti putri semata wayangnya itu, bahkan untuk memiliki niat saja rasanya tak mungkin. Tetapi, bagaimana dengan orang asing itu? Yang mana ia justru dapat dengan mudahnya meninggalkan bekas luka yang begitu besar. Tak hanya di fisik, tetapi juga di hati."Kamu yang nyatanya jahat, Bu Liana!" sambung Inka, masih mencoba untuk meluapkan rasa kesal di hatinya, "Bisa-bisanya kamu mengotori pipi anak saya dengan cara seperti itu, yang bahkan saya sendiri saja tidak pernah melakukannya!""Loh, bukankah kejahatan memang harus dibalas denga