Selamat membaca❤️ °° “Sekarang aku harus apa? Aku merasa seperti tidak memiliki arah dan tujuan. Aku hilang tanpa tahu ingin pergi kemana.” Hampa, itu yang sekiranya sedang dirasakan oleh Arkatama Maheswara. Baginya, semua telah menghilang — semuanya tak lagi sama, tak ada lagi rasa kasih sayang dan cinta tulus yang menyelimuti hatinya. Melindungi dirinya dari kejamnya kenyataan di dunia.Rumahnya itu kini sudah tiada, tempat ternyaman untuknya pulang dan mengadu itu kini sudah pergi meninggalkannya. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat sunyi sepi, bahkan ia merasa jikalau dirinya sudah tak lagi berguna untuk siapa pun — termasuk dirinya sendiri.Rasa bersalah yang ada pun sudah berhasil menghantuinya. Namun, ia bisa apa selain pasrah? Semuanya sudah terjadi. Ingin marah? Tentu saja, ingin sekali. Namun dengan siapa?“Kamu marahi saja dirimu sendiri, Arkatama! Apa kamu tak sadar kalau kamu itu bodoh? Bodoh karena sudah melepas wanita yang begitu sempurna seperti Dahayu. Kamu bod
Selamat membaca❤️ °° 8 Tahun kemudian… “Sayang, kamu dan Jeenara sudah berangkat belum? Sekali lagi aku minta maaf ya karena tidak bisa jemput kalian, ada meeting mendadak sampai jam 12 siang dengan team. Tapi kalian tenang saja ya, aku akan langsung pergi menyusul ke sana setelah meetingnya selesai. Plaza Indonesia, kan?”(Jeenara, dibaca ; Jinara). “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Aku dan Jeenara sudah siap, kami hanya tinggal menunggu taksi onlinenya datang, sepertinya sebentar lagi. Oh, iya, Mas. Anakmu ini bawel sekali, katanya sudah tidak sabar untuk bermain di tempat bermain. Sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Papa juga katanya.” “Aduh, manisnya anak Papa. Ya sudah, kalau begitu sampai bertemu nanti ya. Kabari aku terus, Ma.” “Oke, Papa sayang. Sampai bertemu nanti ya! Jeenara and Mama loves you.” “Papa loves you two too, sayang-sayangnya Papa. Hati-hati di jalan ya, see you.” Sambungan telepon keduanya pun berakhir, dan kebetulan pula taksi online yang ditunggu sudah datan
Selamat membaca❤️ °° “Aku dan Jeenara pamit ya, Mas. Terima kasih karena sudah mengantar kami. Oh, iya. Tolong titipkan salamku pada Bu Liana ya, sampaikan juga permintaan maafku padanya—” “Mama sudah tidak ada, Yu. Mama sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu karena jatuh di kamar mandi, dia terpeleset. Dokter berkata kalau Mama mengalami serangan jantung.”Lagi, Dahayu kembali dikejutkan dengan pernyataan Arka, ia benar-benar tak menyangka jikalau ternyata wanita paruh baya yang selalu membencinya itu kini sudah tiada.“Innalillahi, ya Allah. Turut berduka cita ya, Mas. Maaf, a-aku tidak tahu tentang hal itu,” ucap Dahayu“Tidak perlu minta maaf, tidak apa-apa, karena itu memang bukan hal penting yang harus kamu ketahui. Iya, kan?” balas Arka sembari menundukan kepalanya, “Hm... Oh, iya. Ta-tapi ada satu hal penting yang harus kamu ketahui. Tepat sehari sebelum Mama pergi, dia berkata padaku kalau katanya dia rindu kamu, ingin bertemu dan juga minta maaf. Ingin sekali rasanya dia
Selamat membaca❤️ °° “Kebahagiaan dalam suatu hubungan ada dan dimulai saat sepasang kekasih menikah, duduk bersama di pelaminan dengan senyum yang merekah — terpancar dan menghiasi wajah keduanya. Ya, memang itu yang seharusnya terjadi, bukan tangisan, karena sesungguhnya pernikahan itu bisa memberikan sebuah kebahagiaan dan kehidupan yang baru, bukan derita yang baru.” Saat itu waktu sudah menunjukan tepat pukul 9 pagi, ada seorang gadis cantik yang sudah siap dengan pakaian yang sebelumnya memang belum pernah ia gunakan, jawi jangkep namanya. Gadis cantik itu sedang duduk di salah satu kursi yang berhadapan langsung dengan sebuah cermin, menampilkan betapa anggun dan cantik dirinya dengan make-up yang tidak terlalu tebal dan nampak natural namun tetap bisa membuat siapa saja yang melihatnya merasa pangling atau bahkan terpesona dengan auranya. Ya, gadis cantik yang sudah dimaksud adalah Dahayu, Dahayu Ishvara lebih tepatnya, seorang gadis berumur 24 tahun yang kini sedang merasa
Selamat membaca❤️ °° “Alhamdulillah, kini kedua mempelai sama-sama sudah hadir di tengah-tengah kita. Jadi bagaimana, Mas Arka dan Mba Dahayu? Begitu juga dengan para saksi yang sudah hadir di dalam acara ini, apakah acara sudah bisa untuk dimulai?” Seorang lelaki yang saat itu sedang menggunakan setelan jas lengkap dengan sepatu pantofel berwarna hitam pun mencoba untuk memulai acara ketika Arka dan Dahayu sudah sama-sama siap pada posisi mereka, dan tentunya pertanyaan itu sendiri juga langsung dijawab dengan sangat baik, yang mana mereka semua sama-sama langsung menganggukan kepala dan mengucap kata siap secara bersamaan. Dan tanpa mau untuk membuang-buang waktu lagi, acara itu pun dimulai, diawali dengan sesi sambutan dari keluarga calon mempelai pria dan wanita, pun disambung dengan inti acara yang sangat ditunggu, yaitu sesi pengucapan ijab kabul.“Bagaimana? Sudah siap untuk pengucapan ijab kabul ya, Mas Arka? Tenang saja, tidak perlu takut seperti itu karena inshaAllah semu
Selamat membaca❤️ °° "Lebih baik kamu pergi, Mas! Pergi dan jangan pernah kamu hadapkan kembali wajahmu di depanku karena hubungan kita sudah berakhir. Semua hal yang terjadi antara aku dan kamu sudah selesai, kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi! Mengerti?"Dahayu mengucapkan kalimat panjang itu dengan suara yang bergetar karena dirinya benar-benar sudah tak mampu untuk menahan rasa malu, terlebih lagi saat itu ia juga sedang mencoba untuk memberanikan diri dalam mengambil keputusan — demi kebahagiaannya dan Sang suami."Tidak bisa, Dahayu. Aku tidak bisa melakukannya!" protes Bima, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukan satu foto ke arah Dahayu, "Lihat ini, apa kamu lupa dengan pernikahan kita? Yang bahkan kita belum pernah bercerai. Jadi, bagaimana bisa kamu menikah lagi seperti ini?"Semua orang di sana yang mendengar ucapan Bima pun langsung membelalakan mata karena merasa tak menyangka dengan apa yang sudah diucapkan oleh lelaki yang sama sekali tidak mereka k
Selamat membaca❤️ °° "Ada banyak sekali memori indah yang bisa aku ingat dan kenang dari Bapak, sosok pahlawan yang begitu berarti di dalam hidupku dan juga Ibu."Dahayu selalu saja tersenyum tiap kali dirinya ingat dengan kenangan yang begitu indah bersama dengan Sang Bapak, walau nyatanya cinta pertamanya itu sudah harus pergi lebih dulu, bahkan saat usianya masih 5 tahun.Sementara itu dari kejauhan, ada seorang wanita paruh baya yang sedang memperhatikan Sang putri — memantau apa yang sedang dilakukan oleh anak semata wayangnya di halaman depan rumah, sebelum pada akhirnya ia memutuskan untuk mendekat."Selamat pagi, Nak. Kamu sedang memikirkan hal apa sih? Indah sekali ya sepertinya? Sampai senyum-senyum begitu.""Eh, Ibu." Tentu Dahayu terkejut, namun tak lama dari itu ia kembali tersenyum karena merasa senang sudah bisa melihat senyum indah di pagi hari — senyuman milik Sang Ibu tercinta, "Dahayu sedang memikirkan Bapak, Bu. Eh, tidak, lebih tepatnya Dahayu sedang memikirkan k
Selamat membaca❤️ °° "Bu Inka, sepertinya ada yang terpesona juga dengan kecantikan Dahayu selain saya. Bu Inka sadar tidak?"Dan Inka sendiri yang menyadari hal itu pun tentu mengerti, yang mana ia langsung mengarahkan pandangannya pada Arka dan Dahayu secara bergantian, "Iya, saya rasa juga seperti itu. Habisnya dari tadi hanya diam saja ya?"“Ma.” “Bu.”Arka dan Dahayu, keduanya sama-sama memanggil orang tua mereka secara bersamaan, pun berhasil membuat Inka dan Liana yang mendengarnya langsung tertawa — merasa ada kehangatan yang menyelimuti obrolan di pagi itu, walau nyatanya tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja ada seorang lelaki yang datang dan langsung memukul Arka dengan menggunakan balok, pun menarik Dahayu dengan kasar."Hey, siapa kamu?" Liana bertanya sembari membantu Arka yang terjatuh akibat pukulan itu, "Apa salah anak saya? Kenapa tiba-tiba kamu memukulnya?"“Astagfirullah, Mas Bima?!” “Iya, ini aku, Dahayu. Aku adalah Bima, kekasih kamu!” Ya, lelaki itu ada