Share

Keputusan Arka

Selamat membaca❤️

°°

"Ternyata kamu tidak sebaik itu ya, Dahayu. Perkiraan saya selama ini ternyata salah, kamu adalah wanita paling jahat yang pernah saya kenal. Saya tidak sudi memiliki menantu seperti kamu!"

Suasana saat itu benar-benar semakin memanas dan tak bisa untuk dikendalikan lagi. Baik Liana maupun Sang suami, keduanya benar-benar sudah merasa kesal dan kecewa dengan Dahayu — merasa jikalau harga diri mereka sudah dijatuhkan, sudah dibohongi, bahkan dibuat malu di depan banyak orang.

"Bu, Pak, saya tahu bagaimana perasaan kalian saat ini karena saya sendiri juga merasakan hal itu. Terkejut? Tentu, saya benar-benar terkejut dengan pernyataan yang sudah dikatakan oleh pria itu. Tetapi sebagai seorang Ibu, saya ini sangat paham betul dengan kepribadian Dahayu. Anak saya tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu, terlebih lagi dengan lelaki yang sudah menyakitinya," jelas Inka — mencoba untuk memberi pengertian

"Mana mungkin ada penjahat yang mau mengakui kesalahannya?" saut Liana sembari melipat kedua tangannya di dada, "Sudahlah, saya tidak mau memperpanjang masalah ini lagi. Sudah cukup bagi saya dan keluarga saya untuk dipermalukan di depan banyak orang seperti ini!" lanjutnya

“Bu Liana, tolong percayakan semuanya pada Dahayu, ya? Itu semua tidak—”

“Maafkan aku, Dahayu.”

Benteng pertahanan Arka nyatanya tak sekuat itu untuk menahan bulir demi bulir air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya. Ya, Arka menangis, pria itu benar-benar merasa tak menyangka jikalau hidupnya akan menerima kejadian sepahit itu.

“Maaf? Maaf untuk apa maksud kamu, Mas?” tanya Dahayu sembari meraih kedua tangan Arka

"Maaf untuk segalanya, karena sepertinya apa yang sudah Mama dan Papa katakan adalah benar. Aku harus menalak kamu saat ini juga," jawab Arka, lalu ia melepaskan tangan Dahayu dari tangannya, "Awalnya aku sudah menaruh rasa kepercayaan yang begitu besar, aku yakin kalau kamu tidak akan mungkin melakukan hal itu. Tetapi, bagaimana dengan foto dan kejadian di hari itu? Keduanya benar-benar berhasil untuk membuat rasa percayaku runtuh dan hancur begitu saja," lanjutnya

Sungguh, hati Dahayu terasa sangat sakit saat mendengar itu, dirinya benar-benar tak menyangka jikalau Arka akan melontarkan kalimat yang cukup menyakitkan baginya — kalimat yang sama sekali tidak ia harapkan.

“Kalian sudah dengar sendiri, kan? Itulah keputusan yang sudah Arka ambil,” ucap Liana, “Oh, iya, ada satu hal lagi. Tolong kalian kembalikan mahar yang sudah kami berikan, kalau dalam kurun waktu selama satu bulan kalian tidak bisa mengembalikannya, maka tak segan kami akan melaporkan kalian ke kantor polisi atas dasar penipuan. Camkan itu!”

Sakit, benar-benar terasa sangat sakit. Apakah mungkin kebahagiaan Dahayu akan berhenti sampai di situ? Apakah hari bahagianya itu akan menghilang dan diganti dengan hari yang begitu menyedihkan?

“Ya Allah, ingin Engkau ubah seperti apa lagi alur cerita di dalam kehidupanku ini?”

Sementara itu di sisi lain seorang lelaki bernama lengkap Bimantara Auriga, terdapat adanya satu rasa yang sangat menggebu-gebu — rasa bangga, merasa hebat karena dirinya sudah berhasil untuk mencapai tujuannya, yaitu menghancurkan hari pernikahan Dahayu, walau ia sendiri juga harus menanggung rasa malu yang begitu besar.

“Papa, Arka, ayo kita pergi dari sini! Mama tidak mau berada di dalam satu ruangan yang sama lebih lama lagi bersama dengan para pembohong!”

“Iya, Ma. Ayo kita pergi!”

Dengan cepat Liana langsung menarik tangan Sang suami dan anaknya — ingin segera pergi dan kembali pulang ke rumah, tanpa meninggalkan belas kasihan sedikitpun pada Dahayu dan Inka.

"Ya Allah, ujian apa lagi ini? Kenapa sangat berat?" gumam Inka sembari menjatuhkan tubuhnya karena benar-benar sudah merasa lemas

Dan Dahayu yang melihat itu pun langsung bergegas untuk menghampiri Sang Ibu, "Astagfirullah, Bu. Ibu tidak apa-apa, kan?" tanyanya dengan panik

"Seharusnya kamu sudah tahu apa jawaban yang akan Ibu berikan tanpa harus bertanya," saut Inka seakan-akan tak peduli dengan kekhawatiran Dahayu, "Dahayu, tega sekali kamu. Kamu sudah mempermalukan Ibu," lanjutnya

“Jadi Ibu lebih percaya ucapan Mas Bima? Ibu lebih percaya dengan ucapan lelaki gila itu dibanding aku? Anak Ibu sendiri.”

Dengan lemas Inka pun menggelengkan kepalanya, "Sudah, Ibu sudah tidak sanggup untuk berfikir lagi. Lebih baik kamu kejar suami dan mertua kamu, jelaskan semuanya kembali sampai mereka percaya."

Dahayu yang mendapati perintah itu pun dengan cepat langsung menurutinya. Namun sebelum ia pergi untuk mengejar Arka dan kedua orang tuanya, ia terlebih dahulu melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bima — ingin memberikan sebuah hadiah yang tak kalah mengejutkan.

“Dasar lelaki jahat!”

Satu tamparan berhasil Dahayu daratkan kembali pada pipi mantan kekasihnya itu, namun lelaki itu hanya terdiam dan sama sekali tidak membalas perlakuan yang sudah Dahayu berikan, pun hal itu sendiri membuat Dahayu yang melihatnya langsung memutuskan untuk kembali melangkahkan kakinya.

“Welcome home, Dahayu."

Bima kembali menampilkan senyum kemenangan sembari menatap Dahayu yang semakin menjauh, lalu setelah itu ia melempar pandangnya ke arah Inka yang sedang duduk tak berdaya.

“Jangan pernah kamu bermain-main dengan saya, Inka Athalia. Atau kamu akan tahu apa akibatnya!"

***

Sementara itu di tempat lain...

"Ma, apakah kehidupanku dan Dahayu benar-benar harus berakhir sampai di sini?"

Satu kalimat singkat itu berhasil Arka lontarkan pada Sang Mama, pun berhasil pula membuat yang mendengarnya merasa sangat kesal, "Plin-plan! Coba katakan satu kali lagi, Arka! Bodoh sekali kamu. Memangnya kamu mau menjadi seorang suami bagi wanita yang nyatanya juga sudah memiliki suami? Coba kamu fikirkan baik-baik, ingin diletakan dimana wajah Mama dan Papa? Kami malu, Arka, malu!”

"Ma, tetapi sepertinya apa yang sudah Dahayu dan Bu Inka katakan tadi benar. Dahayu tidak akan mungkin melakukan hal bodoh seperti itu," balas Arka yang masih saja belum mau untuk menerima kenyataan yang ada, "Sepertinya lelaki bernama Bima itu sudah menjebak Dahayu, dan Arka sangat yakin kalau foto pernikahan itu juga hanya editan."

“Mama tidak peduli, Arka. Mama dan Papa tetap tidak akan pernah mau untuk merestui hubungan kalian!” ungkap Liana dengan tegas, “Sudah, ayo naik ke mobil. Mama ingin cepat-cepat sampai di rumah,” lanjutnya

“Ma, bukannya Arka ingin membela Dahayu, tetapi—”

"Silakan saja kalau kamu memaksa, tetapi Mama akan memberikan dua pilihan. Kamu ingin memilih Mama dan Papa dengan cara menalak Dahayu, atau kamu tetap bersikeras untuk memilih Dahayu dengan resiko kehilangan Mama dan Papa. Silakan kamu pilih!"

Akrka kembali terdiam, pilihan yang sulit, batinnya. Pria itu sama sekali tak bisa untuk memilih karena sangat tidak mungkin juga jika ia harus kehilangan Mama dan Papanya — dua orang yang sudah menjaga dan merawatnya sejak kecil, dua orang yang sangat berjasa di dalam hidupnya.

"Tentukan pilihan kamu sekarang, Arkatama. Fikirkan hal itu sebaik dan sematang mungkin karena—”

“Sesak, dada Papa terasa sangat sakit dan sesak. Tolong…”

Ucapan Liana terhenti karena tiba-tiba saja Sang suami mengeluh sembari memegang dadanya, sakit dan sesak katanya. Arka dan Liana yang melihat dan mendengar itu pun tentu merasa panik, terlebih lagi saat lelaki paruh baya itu menjatuhkan dirinya karena sudah tak sanggup untuk menahan rasa sakit.

“Astagfirullah, Pak Yudhis? Ada apa ini, Mas, Bu? Apa yang sudah terjadi dengan Pak Yudhis?”

Dahayu datang di waktu yang tepat, yang mana nyatanya ia masih mendapati keberadaan Arka dan kedua orang tuanya di halaman parkir, walau dengan kondisi yang tidak diharapkan.

"Untuk apa kamu datang ke sini? Pergi sana! Kami tidak membutuhkan kamu,” pinta Liana sembari mendorong Dahayu hingga terjatuh, “Arka, bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” lanjutnya pada Sang anak

"Kita harus bawa Papa ke rumah sakit sekarang juga, Ma. Arka takut kalau kondisi Papa akan semakin parah,” jawab Arka

“Baik kalau begitu, ayo kita pergi ke rumah sakit. Papa yang kuat ya,” ucap Liana

Lelaki paruh baya itu hanya bisa menganggukan kepalanya tanpa mengucap sepatah kata apa pun, sampai pada akhirnya ia memejamkan keduanya matanya dan tak sadarkan diri, membuat beberapa orang lain yang melihatnya langsung bergegas untuk memasukannya ke dalam mobil agar bisa dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin.

“Mas Arka, apa aku boleh ikut untuk mengantar Pak Yudhis ke rumah sakit?”

--- bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status