Share

Awas Kamu Safir!

Safir terus terngiang perkataan dokter tadi. Ia melirik ke arah sang suami yang masih fokus menyetir. Namun, kembali ke arah lain saat menyadari Kei menoleh ke arahnya.

 

“Kenapa?” tanya Kei.

 

Safir menggeleng. Ia tidak ingin membahas apapun dengan suaminya. Tiba-tiba ia merasa malu. Jangan sampai, anaknya meminta hal aneh-aneh dan membuat dirinya mati kutu di depan Kei.

 

“Ya Allah, ngiler aku ngeliat rujak.” Safir menggigit bibirnya begitu melewati deretan penjual di pingir jalan. Dan yang menjadi fokus perhatiannya adalah penjual rujak.

“Kenapa berhenti?” tanya Safir begitu Kei menghentikan laju kendaraannya.

“Kamu pengen rujak?”

 

“Hah? sejak kapan? Nggak.” Safir berkilah, ia membuang wajah ke samping. 

 

“Kamu mau ngajarin anakmu pinter bohong huh?” pertanyaan tajam dan pedas itu mengusik Safir, ia menoleh dengan cepat ke arah Kei. 

 

“Ibu mana yang tega ngajarin anaknya yang nggak baik?” sentaknya dengan suara naik satu oktaf. Kei mengerti, sang istri mendadak emosi.

 

“Aku cuma tanya tadi. Ya sudah, kalau kamu mau, beli aja rujaknya.”

Safir tetap menggeleng, ia sudah kelewat gengsi karena tadi sudah menolak. Kalau mengiyakan, sama saja menjilat ludah sendiri. Dan semakin membuat Kei mudah mengejeknya.

 

Kei yang kesal akhirnya keluar dari mobil dan dengan berlari-lari kecil, ia mendekati penjual rujak. Ia memesan dua porsi sekaligus. Setahunya, wanita hamil biasanya tidak puas jika hanya sedikit. Ia mendapat pengetahuan itu dari Sam yang terkadang bisa mengeluh karena proses ngidam istrinya yang aneh-aneh.

 

“Nerima ini nggak bakal menurunkan harga dirimu,” ucap Kei dingin seraya menyerahkan satu buah plastik berisi dua porsi rujak. 

“Kalau masih ngeh dengan harga diri, kenapa juga mau ngelayanin dia,” sindir Kei yang kelewat geram karena Safir begitu jual mahal dan tetap kekeh dengan pendiriannya.

Safir jelas tersindir, hatinya sakit mendengarnya. Tapi, ia berusaha untuk tidak terlihat lemah lagi di hadapan Kei.

 

“Kamu pasti ngeliat aku nggak lebih dari seonggok sampah ‘kan Mas?” tanya Safir dengan nada dingin. Matanya menatap lurus ke depan.

“Kalau kamu anggapnya gitu, ya berarti begitu.”

“Kamu kejam.”

 

“Kamu yang nebak-nebak duluan.”

 

“Ck, aku memang wanita hina. Nggak pantas di muliakan. Bahkan, hijab yang aku kenakan jauh sekali dari akhlak aku.”

 

Kei menghela nafas pelan, ternyata ia harus memiliki stok sabar untuk menghadapi emosional istri hamil yang mudah berubah. “Nggak ada hubungan hijab dengan akhlak. Hijab itu kewajiban kamu, akhlak lain lagi. Akhlak bisa nyusul nanti, karena perubahan itu nggak harus langsung sempurna ‘kan?”

Safir menoleh, mendapati tatapan mata Kei yang teduh. Dalam hati, ia menjadi bertanya-tanya, pria macam apa yang sebenarnya ia nikahi? Apakah diam-diam Kei adalah seorang ustadz? Tapi dari penampilannya lebih mirip seorang mafia. Jangan dikira, Kei itu wajahnya imut-imut seperti oppa korea. Walau keturunan Jepang, terlihat dari marga yang tertera di belakang namanya, tapi wajah pria itu begitu sangar. Matanya sipit, rahangnya tegas, garis wajahnya bercorak Eropa. Bulu-bulu jambang yang menghiasinya, membuatnya terlihat seperti pria-pria Turki yang maskulin dan keren.

 

Mata Safir beralih ke kresek yang terletak di atas Dashboard mobil. Sepertinya jika tidak ia rapatkan bibirnya, cairan saliva sudah menetes-netes dari ujung sana.

 

“E-em, ini bukan aku yang pengen. Tapi dia,” tunjuk Safir ke arah perutnya dengan tangan kanan. Tangan kirinya meriah kresek, lalu membukanya. Sekian detik, matanya berbinar. Kei hanya menggeleng melihat itu,

“Nak, kamu pasti nggak sabar ‘kan? Bentar ya,” ocehnya sendiri tanpa mempedulikan Kei yang meliriknya sambil menjalankan mobil.

Setelah kenyang dan sesuai perkiraan Kei, Safir menghabiskan semua rujaknya dan langsung tertidur pulas setelahnya. 

“Safir, bangun.” Kei menggoncang pelan lengan istrinya. Safir mengerjap pelan, ia melihat ke sekeliling, ternyata mobil sudah berada di halaman yang begitu luas tepat di depan rumah Kei.

 

“Maaf aku ketiduran,” ucap Safir sambil membetulkan kerudungnya. Lalu keluar dari dalam mobil. Ia tak melihat Kei melambaikan tangan atau apapun, laki-laki itu melenggang begitu saja.

 

Baru saja langkahnya sampai di ambang pintu yang besar itu. Seseorang sudah berkacak pinggang di sana. “Dari mana?” tanyanya. Emira pelakunya.

 

“Aku lebih tua dari kamu Em, sopan sedikit!” sindir Safir dan berjalan melalui Emira. Namun, bahunya tertarik, karena tangan gadis yang lebih muda umurnya dari Safir itu mencekalnya.

 

“Heh, ditanya malah nyelonong masuk. Dasar lonte!” 

 

“Ulangi?” Safir pura-pura tidak mendengar.

 

“Semakin berani ya kamu?!”

 

“Ngapain takut sama kamu. Siapa emang kamu huh? Benalu di hidup Kei ‘kan? Oh, tau nggak, kamu bakal di tendang dari rumah ini loh kalau berani macam-macam sama aku,” ancam Safir, sambil melepaskan cekalan tangan Emira. 

Lagi-lagi, ia hampir tersungkur karena kaki jenjang Emira menghalangi langkahnya. “Jangan pernah berharap, kamu bisa kuasain Mas Kei, ingat itu!” ancam Emira yang sebenarnya tidak berlaku bagi Safir. 

 

Ia melenggang pergi, malas berdebat dengan wanita gila harta itu. Tak lama, ia mendengar deru mesin mobil. Saat, sudah dikamar, Safir mengintip siapa yang datang. Ternyata seorang laki-laki. Dari interaksi mereka, ia sudah bisa menyimpulkan bahwa pria asing itu adalah pacar Emira. Tapi tunggu, itu bukannya Edward?

 

Edward, satu kampung dengan Safir dan laki-laki itu pula yang mengenalkannya dengan pria bernama Elan Yamamoto. Bagaimana bisa, Edward ternyata pacar Emira? Jika mengingat hidupnya ke belakang, ia merasa semuanya ulah Edward sehingga ia bisa terjatuh pada lubang kelam hari itu.

“Hallo Fika, siang ini bisa kah kita ketemu?”

 

“Bisa, tumben Fir.”

 

“Aku pengen ngobrol aja."

 

“Oke, ketemuan di café biasa ya?”

 

“Sip.”

 

Safir mengamati sekeliling, ia sebenarnya masih was-was jika tiba-tiba bertemu Elan. Siapa yang tahu, jika laki-laki itu sudah balik dari Skotlandia? Bagaimana Safir akan bersikap di depan pria bejat itu? di lubuk hatinya, ia mendendam pada Elan, tapi itu tidak mungkin. Siapa dia? Siapa Elan? Tapi yang ia khawatirkan Elan akan kembali melecehkannya.

“Safir,” panggil seseorang seraya menepuk bahu Safir pelan.

“Fika, wa’alaikumussalam.”

“Hehe, lupa. Assalamualaikum.” Fika cengengesan, ia sudah kebiasaan lupa salam. “Sekarang dah jadi IRT, jadi nggak sibuk lagi ya?”

“Ya begitulah. Tetep aja, aku nanti pengen kerja, biar nggak suntuk. Eh, kamu emang nggak kerja ya Fik?”

“Hari ini aku ambil off. Jadi, santai aja di apartemen.”

“Oh. Pesan minum dulu Fik.”

Wanita dengan syle rambut blonde warna merah itu manggut-manggut. Lalu memanggil seorang waiters dan menyampaikan pesanannnya.

“Fik, Edward itu bukannya lagi deket sama kamu?” tanya Safir yang sebenarnya sudah sangat penasaran dengan hubungan antara Fika dan Edward.

 

“Iya deket. Temen aja tapi.”

 

“Oh, dia punya pacar ya?”

 

“Kok tahu? Darimana?”

 

“Aku liat dia, sama keponakan suamiku.”

 

“Emira namanya.” Fika menjawab malas.

 

“Kamu kenal Emira juga?” tanya Safir.

 

“Ya kenal lah. Siapa yang nggak tau keponakan dirut Yamamoto Grup itu.”

 

“Seterkenal itu?”

 

“Dia juga putri kampus, banyak laki-laki yang tergila-gila. Eh, jatuhnya malah sama Edward, laki-laki dari kampung.” Fika tertawa, namun seketika berhenti saat melihat Safir terdiam. “Eh bukan ngejek kamu loh ya. Kalian ‘kan dari kampung yang sama ya?”

 

“Ya, tapi aku nggak terlalu kenal juga sama Edward. Dia kakak kelasku waktu SMA.”

 

“Kamu nggak merasa curiga dengan Edward yang tiba-tiba mendekati keponakan dari dirut Yamamoto?"

 

“Kenapa curiga?”

 

“Bukannya aneh, saat memacari keponakan dirut Yamamoto Grup? Apa nggak ada sangkut pautnya sama perusahaan? Bisa jadi Edward memanfaatkan Emira? Kamu 'kan udah aku ceritakan gimana Edward."

 

“Apanya yang aneh? Ya nggak ada hubungannya lah Fir, Kamu tuh lulusan SMA doang, ngerti apa sih soal perusahaan.” Fika berkata nyeblak, membuat Safir tersindir. Memang betul, dirinya siapa? Hanya seorang lulusan SMA yang sama sekali tidak paham dengan perusahaan. Tapi, ia mendengar pembicaraan Kei mengenai Alexander grup dan Yamamoto Grup yang tidak bersahabat. Ah, tidak seharusnya ia mencari tahu sejauh itu. Untuk apa? balas dendam kepada Edward? Atau berusaha menjatuhkan Alexander Grup karena kepemilikan paksa atas tanah sekian hektar milik neneknya yang ada di kampung?

 

Seorang waiters menyajikan pesanan di meja. Safir terdiam menikmati minumannya. Fika memang lebih berpengetahuan dari dirinya, sehingga gadis itu akan sangat mudah mengelak jika ia merasa aneh dengan hubungan Edward dan Emira.

 

“Gimana kandunganmu?” tanya Fika yang menyeruput Thai Tea miliknya. Matanya memicing ke arah perut Safir yang masih rata.

“Alhamdulillah sehat.”

 

“Kamu senang ‘kan dinikahi oleh dirut Yamamoto grup?” tanya Fika, matanya menelisik.

 

“Entah.”

 

“Aku penasaran, alasan dia nikahin kamu apa? masa cuma gara-gara anak itu? laki-laki normal mana yang mau menikahi wanita hamil yang jelas-jelas bukan dia pelaku yang menghamilinya.”

 

Safir kembali merasa sesak. Bahkan, temannya sendiri pun menganggapnya sehina itu. Apa tadi, laki-laki normal mana yang mau menikah dengan wanita hamil? Oh serendah itu kah dirinya sehingga tak pantas untuk dinikahi? 

 

“Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu dan Mas Kei?” 

 

Pertanyaan mendadak dari Safir membuat Fika tersedak. Ia memijat tenggorokannya yang nyeri. “Bukannya suamimu itu emang nggak ramah sama orang? Wajarlah pertemuan kita pas di acara pernikahanmu itu nggak baik-baik aja.”

 

“Aneh aja, kalian ‘kan baru ketemu, kok udah saling menyindir. Terus, Mas Kei juga ngelarang aku ketemu kamu.”

“Dia ngelarang kamu ketemu aku?” beo Fika dengan mata memicing. Safir terlalu jujur padanya, sehingga ia bisa mengetahui fakta baru. Ternyata Kei diam-diam berusaha menjauhkannya dari Safir. 

 

“Iya, aku nggak tau penyebabnya.” Safir menghela nafas. “Kita juga temenan baru dua tahun terakhir, aku nggak tau ada apa dengan masa lalu kalian berdua.”

 

Fika meneguk lagi minumannya, lantas tertawa renyah entah apa yang membuatnya merasa lucu. “Nggak usah capek-capek nyari tau Fir. Intinya, suamimu ya memang gitu.”

“Kamu ‘kan dari Alexander grup, apa mungkin kalian?”

 

“Udah Fir, kamu itu nggak bakal ngerti persoalan perusahaan. Mungkin, perusahaan tempatku bekerja dan perusahaan suamimu memang bermusuhan, tapi ingat, di luar, kita tidak seperti itu. Pekerjaan ya pekerjaan, nggak usah di bawah ranah pribadi, begitu pula sebaliknya.”

 

Safir menghela nafas, pertemuannya dengan Fika pun tidak membuat perasaannya terpuaskan. Rasa penasaran itu masih ada. Semua kejadian seolah-olah mulai saling terhubung sejak kedatangan Elan ke kampungnya, dengan diperkenalkan oleh Edward yang ternyata partner Fika, temannya. Lalu, kejadian di hari pernikahannya dengan Kei, saat Kei menyindir Fika dengan dingin dan pedas.

 

“Ternyata ada jongosnya Alex di sini.” Saat itu, Kei dan Safir tengah berdiri menyambut tamu undangan. Dan Fika dengan senyuman memeluk Safir, namun harus melepaskan pelukannya saat terdengar suara baritone itu.

 

Fika tertawa pelan. “Selamat kepada dirut Yamamoto Grup atas pernikahan anda,” ucapnya, lalu menyeringai. “Dirumah sendiri terusik, untuk apa bertahan?”

 

Safir hanya saling memandang kedua orang itu bergantian. Ia bingung, mengapa Fika begitu berani kepada suaminya bahkan terkesan menantang. Tapi, ia menepis semua hal yang bermunculan di kepalanya saat Fika sekali lagi, menyalami tangannya lalu berpamitan pergi tanpa melihat lagi kepada Kei.

 

“Sebenarnya apa hubungan Fika dan Mas Kei? Edward, kenapa dia bisa berpacaran dengan Emira? Dan Elan, laki-laki itu, kenapa berada di pihak Alexander grup, bukannya seharusnya Yamamoto grup?” batin Safir bingung. 

 

Seperti malam sebelumnya, suasana terasa lebih mencekam. Hanya denting sendok yang beradu. Bi Suti menghidangkan segelas jamu kunyit asam dan menyodorkannya pada Safir.

“Non, diminum dulu jamunya.”

 

“Iya tuh, biar dedekmu kuat,” timpal Emira dengan jutek.

 

Safir menyeringai, Bi Suti entah terlalu polos, tidak tahu menahu atau memang di paksa menyuguhkan minuman jahannam di depannya ini. Ayolah, Safir tengah hamil muda, lalu disuruh meminum jamu itu? apa tidak berbahaya bagi janinnya? Jelas bahaya.

 

Prang!

 

“Safir!” bentak Sonia saat melihat wanita yang ia anggap hina itu melempar gelas. 

“Kalian mau meracuniku huh?” tanya Safir dengan mata memerah.

 

“Jangan nuduh sembarangan. Meracuni apa huh, jelas-jelas jamu itu Bi Suti yang buat, khusus untuk kamu!” jelas Sonia dengan mata berkilat.

 

“Tuh ‘kan dugaannku bener. Aku tadi nggak nyebut jamu. Aku cuma tanya ‘kalian mau meracuniku huh?’ dan aku udah tau jawabannya sekarang.”

 

Emira melotot, sedangkan Sonia kehabisan kata. Nania yang sedari tadi menyimak, diam-diam menahan tawa. Rencana jahat Ibu dan saudaranya secara langsung terbongkar karena mulut Ibunya sendiri yang tidak teliti dalam bicara.

 

Kei yang melihat kejadian itu hanya menatap datar. Safir bersitatap dengan suaminya sebentar, sebelum ia mendengar Sonia berteriak.

 

“Kei, lihatlah kelakuan istrimu, dia sudah mubazir, membuang-buang minuman,” adunya.

 

“Apa yang kamu lakukan Safir?” tanya Kei dan berjalan menghampiri istrinya dan mengabaikan curhatan Tantenya.

“Aku melempar gelas berisi jamu kunyit asam, itu nggak baik buat kesehatan janinku,” balas Safir sambil menunduk. Ia tidak kuat menatap mata Kei yang tajam.

 

“Bi Suti, lain kali, jangan sajikan minuman itu lagi ya. Nggak baik buat istri saya,” jelas Kei sambil menatap Bi Suti yang menunduk dengan wajah sesal. Dari ekspresi takut-takut yang ditujukan Bi Suti, jelas Kei dapat membaca bahwa pembantunya tengah di gertak, mungkin oleh Tantenya. Apakah Tantenya berusaha untuk membuat agar kandungan Safir keguguran? 

 

Tangan Sonia mengepal di bawah, tampak hidungnya kembang kempis menahan gejolak di dada. Lihat, pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya wanita rendahan itu?! Bahkan Kei, yang biasanya lembut, bisa sangat dingin padanya.

 

 

"Awas kamu Safir, nggak akan aku biarkan hidup kamu tenang di sini!"

 

 

Pokoknya harus berlangganan yaa. Cek juga ceritaku dengan judul yanh lain bye..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status