Rendra hanya menyunggingkan senyumnya saat ibu Alin menuduhnya sebagai pelaku penculikan putra Alin. Dia terlihat santai saja dengan tuduhan yang terlontar dari mulut ibu Alin. Sedangkan Alin hanya diam saja tanpa menanggapi lelaki itu. "Atas dasar apa Anda menuduh saya dalang dibalik penculikan cucu Anda Tante? Lihatlah, Alin saja tidak banyak bicara. Kenapa Anda malah terlihat sensi sekali Tante?" tanya Rendra dengan santai."Karena Lindra adalah cucuku!" jawab ibu Alin dengan penuh emosi."Lin, kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa kamu tidak merasa kehilangan bayimu? Atau kamu malah senang jika bayimu tidak ditemukan?" tanya Rendra pada Alin."Sebenarnya Anda ini siapa? Saya perhatikan sejak tadi Anda selalu membicarakan hal yang berbau provokasi," jawab Alin dengan tenang."Lin, aku Rendra, Lin. Orang yang pernah ada di hatimu. Tidak mungkin kamu lupa denganku, kan?" "Apa maksudnya kalau kamu pernah ada di hatiku? Dan sebenarnya, apa tujuanmu datang ke sini? Aku sungguh tidak me
Setelah menempuh perjalanan laut selama lima hari, akhirnya akhirnya mereka sampai di kota A di pulau seberang. Mereka sengaja membawa bayi itu jauh dari pulau asalnya agar tidak mudah terlacak. Mereka langsung membawa bayi itu ke panti asuhan setempat. Mereka disambut baik oleh pemilik panti."Mari silakan masuk Bapak, Ibu."Setelah mereka dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman, pemilik panti langsung bertanya maksud dan tujuan keduanya datang."Kalau boleh saya tahu, ada tujuan apakah Bapak dan Ibu datang ke sini?" "Kami ingin menitipkan bayi ini di sini, Bu," jawab Wina.Pemilik panti tersebut heran dengan sikap pasangan di depannya ini. Tega-teganya mereka hendak menitipkan bayi mungil tak berdosa itu di panti asuhan."Maaf Bapak, Ibu, tapi kenapa? Bukankah itu darah daging kalian? Apa kalian benar-benar tega meninggalkan mereka di sini?" tanya wanita setengah baya tersebut. "Bayi ini bukan anak kami, Bu. Kami menemukannya secara tidak sengaja di depan rumah kami. Jadi kami me
Tanpa pikir panjang, Devan langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Alin. Dia masuk ke salah satu bilik tersebut. Akan tetapi, bilik tersebut ternyata dijaga oleh beberapa preman. Devan memancing preman tersebut untuk menjauh dari depan pintu dan berkelahi di luar.Tidak sulit mengalahkan para preman itu karena Devan sangat jago ilmu bela diri. Dalam sekejap, para preman itu langsung tumbang tak sadarkan diri. "Apa hanya segitu saja kemampuan kalian? Cih payah sekali kalian ini. Badan saja besar, tapi kemampuan nol. Ayo bangun dan serang saya. Hitung-hitung pemanasan," ejek Devan.Saat salah satu preman hendak bangun dan kembali menyerang, dalam satu pukulan saja preman tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak. Devan segera masuk ke dalam setelah memastikan seluruh preman bayaran itu tumbang. Di depan pintu, dia mengendap-endap masuk dan mendengarkan percakapan dua orang yang sedang berada di ruangan tempat Alin di sekap."Ren, menurutmu, apakah Tuan Devan akan benar-benar datan
Tak berselang lama, polisi dan Reno datang meringkus Rendra dan juga sepupunya. Mereka juga mengamankan preman-preman itu ke kantor polisi. Sedangkan Devan dan Alin segera pergi dari tempat itu.Sepanjang perjalanan, Devan tak tahan dengan rasa ingin tahunya. Dia segera bertanya pada sang istri mengenai keadaan sang istri saat ini."Sayang, sejak kapan ingatanmu kembali?" tanya Devan."Sejak saat putra kita menghilang, Mas. Tapi saat itu aku memutuskan untuk diam dulu sambil mengamati keadaan. Aku bergerak dalam diam dan aku sengaja mengecoh orang-orang agar mereka mengira aku masih hilang ingatan," jawab Alin."Untuk apa?" tanya Devan."Untuk mengetahui siapa saja yang hendak memanfaatkan keadaanku untuk mencari keuntungan." "Apapun itu, aku bahagia karena kamu sudah mengingat semuanya Sayang. Aku bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan putra kita sekarang," jawab Devan dengan lega.Alin tersenyum tenang, "Mas jangan khawatir. Aku sudah tahu di mana keberadaan putra kita."Devan m
"Kami dengar keluargamu bangkrut, Alin?"Mendengar pertanyaan itu, semua orang sontak terdiam. Saat ini, Alin memang sedang berkumpul bersama keluarga besar sang kekasih–sesuatu yang biasa dilakukan beberapa bulan sekali. Namun, Alin tidak menyangka berita bangkrutnya perusahaan orang tuanya akan cepat menyebar. Yang lebih membuatnya terkejut adalah, ibu kekasihnyalah yang memberinya pertanyaan itu di saat seluruh keluarga besar mereka sedang berkumpul. "Benar, Tante. Ada yang menggelapkan uang perusahaan hingga kami kesulitan modal. Para investor juga menarik saham mereka setelah mengetahui ada masalah besar di perusahaan kami hingga akhirnya perusahaan gulung tikar," jawab Alin akhirnya–tanpa ada yang ditutup-tutupi. Hanya saja, jawaban Alin membuat wajah wanita di hadapannya seketika mengeras. Sebagai sosialita baru di kota, ibu dari Rendra itu tidak mungkin akan terus merestui hubungan anaknya jika calon besannya saja bangkrut. "Hah. Ternyata berita itu benar, ya,” helanya be
Alin tak tahu apa yang terjadi. Ia baru saja tersadar dari pingsan. Namun, ia begitu bingung dengan ruangan asing tempatnya berada saat ini. "Aku di mana? Bukannya tadi aku sedang di jalan ya?" gumamnya sambil memegang kepalanya yang masih pening. “Tunggu … kepalaku diperban?” Belum sempat memproses semuanya, tiba-tiba Alin mendengar suara bariton yang membuatnya terkejut. "Bagaimana keadaanmu saat ini? Bagian mana yang masih sakit? Kalau kau mau cepat mati harusnya kau masuk jurang saja, jangan menabrakkan diri ke mobilku!" Alin yang masih merasakan sedikit pusing mendongak menatap lelaki yang baru saja datang ke kamar yang ditempatinya itu. "Maaf, tapi Anda ini siapa? Lalu kenapa Anda menolong saya?" "Bodoh! Kamu tertabrak mobilku. Kalau kau mati, maka aku juga akan ikut terseret. Lagian kamu ini sangat tidak tahu caranya berterima kasih, ya," sindir lelaki itu. "Baiklah Tuan yang terhormat, terima kasih sudah berbaik hati menolong saya dari maut walau sebenarnya saya berhar
Pria itu sebenarnya sudah menduga jika Alin akan menolak bekerja sama dengannya. Tapi, Devan tidak punya pilihan lain karena ia tak punya punya banyak waktu. Jadi, dia akan mengeluarkan kartu as-nya untuk membujuk Alin agar menyetujui tawarannya. "Tenang saja, saya akan menjamin jika kamu akan diuntungkan dengan adanya pernikahan kontrak ini. Apa kamu tidak ingin membalas dendam dan menghancurkan mereka yang sudah menginjak harga dirimu karena keluargamu bangkrut? Apa kamu tidak ingin membuktikan pada keluarga mantanmu kalau kamu bisa bangkit dan mengalahkan mereka?" Alin memicingkan matanya, dia menduga Devan menyimpan rahasia yang Alin belum ketahui. "Dari mana Anda tahu tentang permasalahan hubungan saya dengan kekasih saya? Sepertinya Anda sudah mengulik tentang kisah percintaan saya ya rupanya? Apakah Anda memang sudah mencari tahu terlebih dahulu?" tanya Alin memastikan. "Bisa dibilang begitu, aku sudah tahu semuanya!" jawab Devan. "Katakan padaku, apa yang kau ketahui?" ta
"Haa? Maksudnya? Bisa tolong ulangi kalimat Anda tadi?" tanya Alin memastikan."Oh tidak ada, sudahlah cepat duduk sekarang!" ucap Devan kembali ke mode menyebalkan. Alin mencebik sambil duduk."Ada perlu apa saya dipanggil ke sini? Dan kapan saya bisa pulang?""Silahkan kamu baca," ucap Devan sambil menyerahkan lembaran pada Alin."Surat apa ini?" tanya Alin sambil mulai membaca poin-poin yang sudah tercantum."Kamu bisa membaca kan? Atau perlu aku bacakan?"Alin memutar bola matanya. Dia mulai membaca setiap baris tulisan pada surat perjanjian yang dibuat Devan."Surat perjanjian kontrak nikah?"Mata Alin membulat sempurna kala semua perjanjian yang sudah tercantum merugikannya."Hei, mana bisa seperti ini? Surat kontrak ini tidak sah, aku tidak setuju. Semua isinya sangat memberatkanku!" ujar Alin protes."Bagian mana yang memberatkanmu? Bukankah di dalam kontrak itu aku sudah memberikan kemudahan padamu? Bahkan jika kamu memintaku untuk menghancurkan keluarga Baskoro pun akan aku