Share

Bab 4

Lubuk hati Linda senang sekali, dengan munafiknya dia berkata, “Demi Kak Husein, aku memaafkanmu.”

Sita meluruskan punggungnya, menatap ke arah Husein, “Apakah aku boleh pergi?”

Sita juga tidak ingin tinggal di sini lebih lama lagi.

Sita membereskan Perjanjian Perceraian di lantai dan diberikan kepada Husein. Sikap dia kali ini sangat tegas.

Husein melirik Perjanjian Perceraian, tanpa sadar alisnya berkerut, kali ini semudah itu dia menandatanganinya. Dulu Sita mencari nenek sebagai tameng. Awalnya dia sudah memikirkan bagaimana membujuk nenek, tapi sekarang tidak perlu.

Lubuk hati Husein sedikit tidak nyaman tanpa alasan ketika melihat koper di lantai. Sita sudah berkemas?

Husein mengangkat kepala, “Sudah ketemu tempat tinggal?”

“Belum.”

Setelah Sita tersadar menjawab, dia melihat Husein dengan terkejut, apakah dia baru saja peduli kepada dirinya?

Husein buru-buru mengalihkan pandangan, “Ambilkan dan kompreskan es batu ke Linda. Kaki dia keseleo karenamu, bagaimana bisa kamu pergi begitu saja?”

Oh, jadi karena Linda.

Untuk sesaat, Sita mengira Husein peduli padanya. Tiga tahun menikah, dirinya tidak sebanding dengan sehelai rambut cinta pertama Husein.

Sita keluar dari kamar dengan langkah yang berat. Orang ketiga tidur di kamar mereka, bahkan dia akan mengkompres kaki orang ketiga itu dengan es batu.

Sita, apakah dirimu murahan?

Saat turun dari tangga, Sita memijak tangga yang salah, dia langsung mengulurkan tangan dan meraih pot bunga terdekat. Sita terguling bersama dengan pot tersebut.

Pada saat itu, ada seseorang yang menarik tangannya.

Sita menatap Husein dengan tatapan kosong, ternyata Husein yang menyelamatkan dirinya.

Husein menarik Sita sekuat tenaga, kepalanya membentur dada Husein, sisi wajahnya menempel di jantung Husein. Dia mendengarkan detak jantung Husein berdegup cepat.

Sita gugup dan mundur, mencoba menjaga jarak antara mereka berdua.

Alhasil, tubuhnya menjadi ringan dan ia digendong menuruni tangga, wajahnya menempel erat di dadanya, seketika Husein terlihat maskulin.

Husein menurunkan Sita, wajah Sita mulai memanas.

Meski sudah menikah selama tiga tahun, keduanya belum pernah melakukan kontak fisik, kecuali kecelakaan bulan lalu.

Suara dingin Husein terdengar dari atas kepalanya, “Ingatlah untuk menggunakan otakmu saat berjalan, agar tidak terjatuh seperti orang bodoh.”

Sita tersenyum tipis, suasana hatinya mulai tenang. Dia melihat pot bunga jatuh dari atas tangga, dan tanah liat berserakan di tanah, “Akan segera kubersihkan.”

“Panggil saja pelayan, apakah kamu tidak ada pekerjaan lain?”

Alis Husein makin berkerut, dia sudah mempekerjakan banyak pelayan jadi tidak perlu bersusah payah lagi.

Sita kemudian teringat apa yang harus dia lakukan di bawah – mengambilkan es batu untuk Linda.

Mata Sita menertawakan dirinya sendiri, Dia mendongak dan melihat kemeja Husein terkena tanah liat. Demi menyelamatkan Sita, Husein harus terpercik tanah.

Husein memiliki fobia terhadap sesuatu yang kotor, dapat dipastikan jika dia tidak akan mentolerir beberapa hal itu.

Sita awalnya ingin memperingatkannya dengan keras, tapi Husein sudah terlanjur naik dan mengarah ke kamar tidur utama. Apakah dia sebegitu mengkhawatirkan Linda? Bahkan dia tidak peduli pada tanah liat yang menempel di tubuhnya.

Sita menghela napas, dia membawa es batu ke lantai atas. Setelah membuka pintu dan masuk, dia tidak melihat Husein. Dimana yang lain?

Linda bersandar di sandaran kasur, bibir merahnya tersenyum tipis, “Taruh saja es batunya disitu. Mungkinkah kamu benar-benar ingin melayaniku? Atau kamu masih ingin melihatku bercinta dengan Kak Husein? Aku sudah tiga tahun tidak bertemu dengannya.

Perkataan Linda seperti menyiratkan sesuatu!

Pada saat ini, Sita mendengar suara air mengalir dari kamar mandi, Husein sedang mandi di kamar mandi.

Rona merah di wajah Sita seketika memudar.

Tidak lama setelah Sita dan Husein bercerai, Husein tidak sabar untuk berhubungan badan dengan Linda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status