Share

Bab 9

Saat ini, bibi meraih pundak Sita, “Jangan khawatir, saudara-saudaramu yang lain akan segera datang. Belum terlambat untuk bertemu kembali dengan mereka, ke tempat yang disebut rumah yaitu keluarga.”

Doni melirik dengan penuh rasa terima kasih pada bibi di depannya. Jika bukan karena wanita yang selama ini mengasuh adiknya dengan sepenuh hati, hidup Sita akan menjadi lebih buruk. Doni berkata dengan sopan, “Kamarnya sudah dipesan, mari kita ke restoran terlebih dahulu untuk makan malam.”

Sita berjalan bersama bibinya. Di depan, ada kakak laki-lakinya yang baru saja dia temui. Dia menyadari jika Doni sedikit bicara, dan agak sulit bergaul.

Tapi tampaknya Doni cukup kaya.

Sita turun dari lantai atas hotel bintang lima yang lingkungannya sangat mewah. Dia belum pernah ke tempat seperti itu sebelumnya.

Doni sangat patah hati hingga terasa sesak saat memikirkan adiknya akan kembali tinggal di rumah tua itu.

Sita memandang Doni, “Kamu kenapa?”

“Tidak apa-apa, hanya kelilipan. Sita, apakah kamu akan mempertimbangkan untuk pindah ke tempat tinggal lain?”

Doni telah menyiapkan banyak rumah. Ketika adiknya kembali, dia harus memilih rumah terbaik untuk adik perempuannya!

Sita menggelengkan kepalanya, “Tidak perlu, menurutku rumah sebelumnya sudah cukup bagus. Aku dibesarkan di sana. Tidak peduli seberapa besar rumah itu, aku nggak mau pindah dan juga nggak peduli!”

Kata-kata Doni tercekat di tenggorokan, hingga akhirnya dia menelan kembali kata-katanya.

Doni sedari awal sudah kehilangan adik perempuannya, selama bertahun-tahun dia tidak memenuhi tanggung jawabnya. Maka dari itu, Sita menolak untuk tinggal di rumah yang dia sediakan.

Doni berbicara dengan lembut, “Oke, silakan.”

Jika Sita bisa tinggal dimana pun, Doni juga bisa. Bahkan dia telah memutuskan untuk menemani Sita melewati suka dan duka.

Bagaimana jika membeli semua bangunan itu?

Lalu mengosongkan semua lantai dan pelayan bisa tinggal agar kapan pun dan dimana pun bisa melayani Sita.

Ide itu sempurna.

Sekelompok orang datang ke lobi. Doni melirik ponselnya dan berkata, “Sita, kakak iparmu meneleponku. Kamu duduk dulu aja.”

Doni berjalan ke samping, dan terdengar suara ceria dari seorang wanita, “Suamiku, aku membawa tumpukan sertifikat rumah, serta koleksi perhiasamku selama bertahun-tahun, tas edisi terbatas dan mobil kesayangan adikmu. Semuanya sudah aku atur, tergantung apa yang adikmu suka.”

Doni menghela nafas panjang, “Kita tunda dulu untuk hadiah pertemuan ini.”

“Kenapa?”

“Sita tidak mudah dibujuk. Kamu tidak akan bisa membujuknya dengan uang.”

“Doni, aku sudah bilang untuk menungguku datang, tapi kamu bersikeras untuk menjemputnya lebih awal. Kamu bisa bilang apa untuk membujuknya? Kalian telah kehilangan Sita selama bertahun-tahun. Selama itu kehidupannya pasti tidak berjalan dengan baik, jadi aku yakin Sita memiliki dendam di hatinya. Kamu bukan orang yang bisa menjelaskan dengan baik. Jadi kamu pergi atau tidak pun, sama aja!”

Doni menepuk jidatnya, “Sekarang aku harus gimana?”

Doni terlalu cemas, kebetulan dia sedang dinas di sini, jadi dia datang secepatnya.

“Mau gimana lagi? Kamu udah mengacaukan semuanya. Sekarang lihat gimana hasil dari tindakanmu.”

“Hasil apa?”

“Aku juga gak tahu, kamu sendiri yang mau pergi. Kalau begitu, jangan beritahu adikmu. Dia telah menderita selama lebih dari sepuluh tahun, sedangkan kalian, menikmati kehidupan.”

Doni tidak sepenuhnya mengerti. Hal ini membuatnya gila sekarang.

Menghadapi saudara perempuannya yang terasingkan, Doni amat menyayangi Sita.

——

Di sini, Sita membawa bibinya ke restoran terdekat.

Bibi merendahkan suaranya, “Keluarga kakakmu tampaknya sangat kaya, sehingga kamu sudah tidak perlu menderita lagi.”

“Bi, keluarga orang kaya tidak sesederhana itu. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku ditinggalkan sejak awal, mungkinkah bebas dari kehidupan yang penuh penyiksaan?”

“Bah! Jangan bicara omong kosong. Dulu ada seorang peramal yang mengatakan bahwa kamu itu orang kaya dan berkecukupan”

Sita memegang tangan bibi, “Doni meminta helikopter untuk datang menjemputku. Jadi apakah dia tahu tentang aku dan Husein?”

“Entahlah, aku bilang kalau kamu bekerja paruh waktu di rumah itu. Aku paham kalau kamu tidak ingin orang lain tau tentang kamu yang menikah dengan Husein, jadi aku tidak berkata pada siapa pun.”

Sita menghela nafas lega, baguslah kalau seperti itu.

Tiba-tiba, orang tua angkat Sita datang dan memarahinya, “Sita, kamu anak kecil yang tidak tahu berterima kasih. Awalnya kamu adalah seorang yatim piatu yang tidak diinginkan siapa pun, tetapi keluarga kami dengan baik hati mengadopsimu. Ketika sekarang kamu telah menemukan keluargamu yang kaya, apakah kamu ingin melupakan kami? Keluarga Hartanto yang tertua, apakah Anda ingin menyingkirkan kami? Wahai keluarga Hartanto yang dermawan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status