Sebelum perzinaan mereka sukses terulang lagi, pasti akan segera kucegah. Bayangkan ... saat mereka sudah diburu nafsu, eh tiba-tiba kami menggagalkannya, hahaha rasain nanti, Mas, kamu akan merana.
Apa yg akan kulakukan sekarang?
[Mbak, bersiap! Aku ke situ. Kita kuliti dua sejoli yang nggak takut dosa itu]
Kukirim pesan untuk Mbak Septi, kami akan melancarkan rencana.
Sambil berjalan menuju kamar Mbak Septi, kutelepon mama mertua. Kuminta Mama dan Papanya Mas Andi datang ke rumah saat ini juga.
[Assalamu'alaikum, Ma]
[Wa'alaikumussalam, iya, Hanum ... ada apa sudah malam nelepon, mama sampai kaget ini.]
[Hanum minta maaf, Ma. Tapi ini penting sekali. Tolong Mama sama Papa datang ke rumah sekarang juga. Sesuatu terjadi pada Mas Andi.]
[Andi kenapa? Katakan, jangan buat Mama khawatir!]
[Nanti Hanum jelaskan kalau sudah di sini. Tolong ya, Ma]
[Iya, Num]
Telepon kuakhiri dengan sedikit kalimat yang menenangkan mama. Maafkan Hanum ya mama dan papa mertua, tapi menantumu ini membutuhkan kehadiran kalian, ini kenyataan pahit yang harus kita temui bersama.
Kediaman mertuaku tak jauh dari rumahku, hanya melewati satu perempatan lampu merah saja sekitar sepuluh menit jarak tempuhnya dari sana.
[Bu, cepatlah, keburu mereka mulai bersenang-senang]
Pesan dari Mbak Septi masuk saat aku sudah di depan kamarnya. Segera kubalas pesannya.
Kami berdua pun sudah di depan pintu kamar Mimin sekarang. Mbak Septi memberikan kunci serep kamar Mimin padaku.
Aku menarik napas panjang, berdoa dalam hati meminta diberi kekuatan hati untuk bisa menyaksikan kenyataan seburuk apa pun yang sedang terjadi di dalam kamar Mimin nanti.Gemetar tanganku memutar kunci. Begitu kuputar gagang pintu, Mbak Septi yang langsung menerobos masuk. Sepertinya dia lebih geram dariku, itu karena dia pernah merasakan sakitnya dihianati suami.
Mataku memanas, pandanganku berembun. Terhenyak saat mendapati suamiku yang kuanggap setia itu sunguh-sungguh terbukti hendak naik ranjang wanita lain.
Mimin yang terbaring manja, kaget segera meraih selimut untuk membungkus tubuhnya. Pakaiannya berserakan di sisi tempat tidur. Sementara Mas Andi masih memakai pakaian dalam berdiri di samping tempat tidur bersiap hendak memulai aksi nistanya.
"Papi!"
Mereka berdua begitu terkejut, Mimin semakin merapatkan selimut ke tubuhnya. Satu tangannya berusaha menggapai pakaiannya. Mbak Septi cepat beraksi, diambilnya pakaian Mimin dan melemparnya ke luar kamar.
Kuambil pakaian Mas Andi yang ditaruh di meja kecil samping lemari pakaian. Kulemparkan celana pendek ke mukanya sedangkan kaosnya masih tetap kupegang.
"Pakai celanamu, Pi! Cepat sebelum mama sama papa sampai sini." Aku terpaksa memberinya celana untuk menutup auratnya, kasihan Mbak Septi harus melihat aurat yang bukan mahromnya.
"Mama sama papa ke sini? A--akkuu ..."
"Apa yang mau kamu katakan, Pi. Tak kusangka kamu bukan pria saleh seperti yang kukira selama ini. Teganya kamu menduakan aku, tak menghargai ikatan pernikahan kita."
Kutunjukkan jari telunjukku ke muka pias Mas Andi. Lalu kualihkan jari telunjukku kepada Mimin dengan berkata lantang.
"Dan kamu perempuan tak terhormat pengganggu rumah tanggaku! Apakah tidak kamu ketahui beratnya dosa berzina? Apa kamu sudah tak laku lagi sampai harus merebut pria beristri!"
"Kamu tu ngomong apa, Bu! Mas Andi yang mendatangiku. Dia lebih mencintai aku. Kamu lah yang pelakor, Bu! Merebut Mas Andi saat sudah berjanji mau menikah denganku dulu."
Mimin berteriak lebih keras dari suaraku, memang perempuan tak berakhlak.
Apa katanya tadi? Aku lah pelakornya? Bagaimana bisa! Kutajamkan mataku pada Mas Andi."Maafkan aku, Mi. Aku khilaf, sungguh. Tapi aku mencintaimu. Kamu mau memaafkanku 'kan Mi?" Mas Andi mendekat, berusaha meraih tanganku, matanya berkaca-kaca.
"Jangan sentuh aku! Meminta maaf tidak akan bisa merubah yang sudah terjadi, Pi! Katakan dengan jelas, siapa perempuan nista itu sebenarnya!" Kutepis dengan keras tangan Mas Andi.
"Kamu tidak mendengarku tadi, Bu Hanum? Aku wanita yang lebih dicintai Mas Andi darimu. Terima saja suratan takdirmu, jangan menyalahkanku atau Mas Andi. Kami saling mencintai jauh sebelum kamu mengenal Mas Andi."
Hatiku mendidih mendengar perkataan Mimin, bisa-bisanya dia merasa dirinya benar. Bahkan menganggap yang terjadi sebagai suratan takdirku.
"Kurang ajar sekali kamu, Min! Tak pantas kamu dibandingkan dengan Bu Hanum. Tak ada meski seujung kuku pun kamu lebih baik dari Bu Hanum."
Mbak Septi berkata penuh amarah, dia mendekati Mimin dan menjambak rambutnya. Mimin meronta lalu kepalanya masuk ke dalam selimut, menjauh dari jangkauan Mbak Septi.
Ponselku berbunyi, ada telepon dari Mama mertua. Kujawab pertanyaan Mama yang bertanya keberadaanku karena rumah sepi.
[Langsung ke kamar karyawan katering saja, Ma, kami disini.]
Mas Andi bergegas berjalan hendak keluar dari kamar. Segera kuhalangi langkahnya. Dia pengecut sekali, tak berani menghadapi akibat dari perbuatannya.
"Berani kamu melangkah lagi, kamu akan mendekam di penjara, Mas!"
Tak sudi lagi kupanggil dia dengan panggilan kesayangan 'papi'. Mas Andi menautkan alisnya, dia tampak tertegun mendengar ucapanku.
"Aku bisa jelaskan semuanya, seharusnya tak perlu kamu libatkan orang tuaku," pekik Mas Andi.
"Harus, Mas! Mereka patut tahu tingkah tak bermoral putranya, mereka pasti tak menyangka kamu sanggup melanggar ajaran agama hanya demi menuruti nafsu setanmu."
"Tapi, bukan aku saja yang salah. Kamu juga, Hanum! Berapa hari ini kamu mengabaikanku. Sementara .... Ah, a--akku tak tahu kenapa hasratku terasa berlebihan tak seperti biasanya."
Deg! Iya, aku memang salah karena terlalu sibuk dengan kegiatan di sekolah, tapi Mas Andi tak ada menyatakan keberatan sedikitpun tentang hal itu. Jadi kukira semua baik-baik saja.
Dilema seorang istri yang bekerja memang seperti itu, tapi saat suami ridho istri bekerja seharusnya bisa membimbing dan membicarakan dengan baik saat tak sependapat lagi dengan kesibukan istri.
Selama ini meski sibuk di sekolah, Mas Andi memahami saat aku lelah. Lalu kenapa sekarang menuntut perhatian lebih? Oh iya, itu karena Mimin sudah menaruh obat kuat di minuman Mas Andi. Mbak Septi sudah periksa kamar Mimin dan menemukan obat itu di laci meja.
"Hanum, apa yang terjadi, Nak? Pakaian siapa itu yang berserakan di depan kamar?"
Suara mama mengejutkan kami semua. Mas Andi tampak kebingungan. Mimin apalagi, wajahnya semakin pias dia hanya mengenakan selimut untuk menutupi badannya. Andai aku tega mudah saja kutarik selimut yang menutup tubuh tak berharganya itu.
Aku segera menghambur memeluk Mama, hubungan kami sangatlah dekat. Tak jarang mama lebih membelaku jika aku ada pertengkaran kecil dengan Mas Andi selama ini. Tak bisa kubayangkan kemarahan yang akan diterima Mas Andi setelah Mama mengetahui kelakuan tak terpujinya.
"Ceritakan ada apa! Mama bingung, Hanum.'' Mama mengurai pelukannya, menatapku dengan penuh tanya.
5Harus tegar, aku tak boleh sampai menitikkan sebutir pun air mata. Ujian ini harus berhasil kulewati, setelahnya pasti akan ada kebaikan jika kuhadapi dengan sabar dan kuat.Aku sedikit takut jika mama akan terguncang saat mengetahui kenyataan yang terjadi di kamar Mimin, kugenggam erat tangan beliau."Ma, Mas Andi tega menghianati Hanum. Mama lihat perempuan tanpa busana itu? Dia dan Mas Andi telah berzina."Mama langsung lemas, tubuh beliau hampir luruh ke lantai jika tak cepat kutopang. Kuraih satu-satunya kursi di kamar itu, lalu membantu mama duduk supaya lebih tenang."Mama lihat Hanum bisa tegar 'kan? kita tak boleh kalah dari perempuan itu. Yang kuat ya, Ma," bisikku lirih di telinga Mama, mama mengangguk pelan."Keterlaluan kamu, Andi! Papa malu sekali dengan kelakuanmu!" Papa mencengkeram bahu suami br*ngsekku itu.Mas Andi terdiam, dia menunduk tak berani melawan kilatan amarah di mata papa."Tatap Papa, Andi!
"Ayo arak sekarang saja, nggak usah nunggu lama lagi.'' riuh suara beberapa warga bersahutan."Mohon maaf Pak Sapto, Bapak 'kan masih satu kampung dengan kami meski beda RW dan RT, tentu Bapak paham jika saya sebagai ketua RT punya tanggung jawab menjaga kenyamanan warga di sini.'' Pak RT berkata dengan santun kepada papa."Jadi ... Saya mengharap kelapangan hati Bapak, dengan sangat menyesal terpaksa harus menyaksikan putranya diarak ke balai RT. Tujuannya bukan untuk mempermalukan Pak Sapto, tapi sebagai hukuman sosial bagi Pak Andi dan jadi pelajaran berharga bagi warga yang lain."Kulihat papa merangkul pundak mama, papa mengangguk lemah, menyerahkan keputusan kepada Pak RT. Papa pasrah Mas Andi akan diapa-apakan warga. Aku ikut merangkul pundak mama, kami bertiga saling berengkuhan, sangat memilukan.“Sekarang kamu sadar apa yang telah kamu lakukan sangat melukai kami, Andi?” tanya Papa.“Iya, Pa. Sadar, Pa. Maafkan And
Sudah kuduga pasti kabar berita kasus rumah tanggaku cepat tersebar luas. Begitu ponsel kunyalakan, banyak sekali notifikasi berurutan masuk di layar. Ya Allah, ujianku datang lagi, aku harus tegar menghadapi dunia maya yang justru lebih ngeri dari dunia nyata.[Semoga Bu Hanum sabar, ikhlas dan kuat.]Kubaca chat terbaru di group WA guru di sekolah.[Bu Hanum, kami bersamamu, terus semangat.] Pesan dari Bu Ratna di group WA RT.[Tawakal ya Bu Hanum, Allah akan memberi hikmah yang terbaik, insyaallah.] Pesan dari Bu Salma teman di group WA pengajian.[Nggak nyangka ya, kelihatannya harmonis ternyata tergoda wanita lain, salut buat Bu Hanum yang sangat tegar.] Bu Mike menanggapi foto sidang tadi, yang diposting di grup WA PKK kelurahan.Tak sempat lagi kubaca satu per satu pesan lain yang berisi dukungan dan komentar dari banyak orang. Mataku serasa sudah berkunang-kunang menatap layar ponsel. Entah ungkapan mereka itu tulus atau ti
Sudah kuduga pasti kabar berita kasus rumah tanggaku cepat tersebar luas. Begitu ponsel kunyalakan, banyak sekali notifikasi berurutan masuk di layar. Ya Allah, ujianku datang lagi, aku harus tegar menghadapi dunia maya yang justru lebih ngeri dari dunia nyata.[Semoga Bu Hanum sabar, ikhlas dan kuat.]Kubaca chat terbaru di group WA guru di sekolah.[Bu Hanum, kami bersamamu, terus semangat.] Pesan dari Bu Ratna di group WA RT.[Tawakal ya Bu Hanum, Allah akan memberi hikmah yang terbaik, insyaallah.] Pesan dari Bu Salma teman di group WA pengajian.[Nggak nyangka ya, kelihatannya harmonis ternyata tergoda wanita lain, salut buat Bu Hanum yang sangat tegar.] Bu Mike menanggapi foto sidang tadi, yang diposting di grup WA PKK kelurahan.Tak sempat lagi kubaca satu per satu pesan lain yang berisi dukungan dan komentar dari banyak orang. Mataku serasa sudah berkunang-kunang menatap layar ponsel. Entah ungkapan mereka itu tulus a
Mama sama Papa sebaiknya istirahat saja di kamar, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah. Sepertinya ada yang mencoba menganggu kita, Hanum minta doanya ya."Mama merengkuhku, bergantian menatapku dan Mas Andi, "Kalian sedang diuji, Mama doakan diberikan jalan yang terbaik, dimudahkan segala urusan yang harus kalian lewati, terserah kalian untuk meneruskan biduk pernikahan atau tidak, pikirkan semuanya baik-baik."Mama dan papa beranjak ke kamar tamu, meninggalkanku dan Mas Andi."Aku tak 'kan membiarkan rumah tanggaku hancur, kita harus melawan Mimin bersama, Hanum." Mas Andi menatapku menghiba."A--akkuu, susah rasanya menerima pahitnya kenyataan dan memaafkan perbuatanmu, Mas." Aku menghindar dari tatapannya."Iya, aku salah tak berterus terang tentang masa laluku, juga alasanku saat menerima Mimin datang ke sini. Akan kujelaskan semuanya." Mas Andi terus saja mencoba memberiku pengertian."Sudah larut malam, kita butuh isti
Pikiranku sudah menerka-nerka tak menentu, apakah Mas Andi sudah menikah siri dengan Mimin? Apakah Tiara anaknya Mas Andi? Untuk apa Mas Andi tetap menikah denganku jika dia juga mencintai Mimin? Duh, ruweet."Mbak Wanti jangan bikin kami was-was, ada apa dengan Mas Andi!" Kucecar Mbak Wanti yang sudah bikin aku dan papa bingung. Untungnya mama masih belum selesai mandi, jadi tak ikut mendengar pembicaraan kami."Iya, bikin aku jantungan saja," kata papa terlihat cemas juga."Foto itu sama dengan foto pria yang dipakai Mimin untuk ritual, jadi putra bapak sudah dibawah pengaruh ilmu hitam Mimin.""Mbak Wanti yakin?" tanyaku."Saya membuka paksa kamar Mimin untuk cari petunjuk kepergiannya. Foto mirip suami Mbak Hanum itu ditaruh bersama tempat dupa, kain berisi mantra dan batu akik. Sepertinya Mimin sering melakukan ritual klenik, kata ibu kamarnya selalu bau bunga kanthil," ungkap Mbak Wanti."Ngerinya di balik foto itu tertulis p
Pikiranku sudah menerka-nerka tak menentu, apakah Mas Andi sudah menikah siri dengan Mimin? Apakah Tiara anaknya Mas Andi? Untuk apa Mas Andi tetap menikah denganku jika dia juga mencintai Mimin? Duh, ruweet."Mbak Wanti jangan bikin kami was-was, ada apa dengan Mas Andi!" Kucecar Mbak Wanti yang sudah bikin aku dan papa bingung. Untungnya mama masih belum selesai mandi, jadi tak ikut mendengar pembicaraan kami."Iya, bikin aku jantungan saja," kata papa terlihat cemas juga."Foto itu sama dengan foto pria yang dipakai Mimin untuk ritual, jadi putra bapak sudah dibawah pengaruh ilmu hitam Mimin.""Mbak Wanti yakin?" tanyaku."Saya membuka paksa kamar Mimin untuk cari petunjuk kepergiannya. Foto mirip suami Mbak Hanum itu ditaruh bersama tempat dupa, kain berisi mantra dan batu akik. Sepertinya Mimin sering melakukan ritual klenik, kata ibu kamarnya selalu bau bunga kanthil," ungkap Mbak Wanti."Ngerinya di balik foto itu tertulis p
*Mimin*Wisma Rosela, aku meminta Mas Andi menemuiku di sana siang ini. Setengah jam menunggu, dia tak juga datang. Pesan yang kukirim tak juga dibalasnya. Apa yang terjadi? Baru semalam terkirim, apa pengaruh mantraku sudah luntur secepat itu?"Rusmini? Akhirnya kita ketemu lagi. Memang keberuntungan sedang bersamaku, aku bisa menghilangkan penatku sebentar bersamamu.''Seorang pria yang tadinya melewatiku saat duduk di lobi wisma, membalikkan langkahnya dan menyapaku. Ingatanku segera mengenalinya, Mas Arya, teman kerja Mas Pujo, kakakku. Mereka sama-sama kerja di PEMDA, pria ini salah satu lelaki jelalatan yang kuperas. Dia pernah memberiku sepeda motor dan perhiasan, kuperas dengan foto syur yang kuambil setelah dia kuberi obat tidur."Maaf, Mas, aku sedang menunggu seorang teman, tak bisa menemanimu." Aku mencoba menolak ajakannya dengan halus."Ayolah, aku sudah tahu ternyata kamu kelabui aku, kita tak pernah tidur bersama waktu i