Aku sedikit takut jika mama akan terguncang saat mengetahui kenyataan yang terjadi di kamar Mimin, kugenggam erat tangan beliau.
"Ma, Mas Andi tega menghianati Hanum. Mama lihat perempuan tanpa busana itu? Dia dan Mas Andi telah berzina."
Mama langsung lemas, tubuh beliau hampir luruh ke lantai jika tak cepat kutopang. Kuraih satu-satunya kursi di kamar itu, lalu membantu mama duduk supaya lebih tenang.
"Mama lihat Hanum bisa tegar 'kan? kita tak boleh kalah dari perempuan itu. Yang kuat ya, Ma," bisikku lirih di telinga Mama, mama mengangguk pelan.
"Keterlaluan kamu, Andi! Papa malu sekali dengan kelakuanmu!" Papa mencengkeram bahu suami br*ngsekku itu.
Mas Andi terdiam, dia menunduk tak berani melawan kilatan amarah di mata papa.
"Tatap Papa, Andi! Siapa wanita itu! Apa yang dikatakan Hanum benar?" Papa mengguncang keras bahu Mas Andi hingga tubuhnya goyah hampir terjatuh.
"Saya Rusmi, bapak lupa dengan saya? Saya lah perempuan yang sangat dicintai Mas Andi dari dulu. Yang pernah Bapak tolak sebagai calon menantu. Sekarang terbukti bukan? Mas Andi tetap kembali kepada saya." Mimin berusaha duduk sambil menahan selimut agar tetap bisa melingkari rapat tubuhnya.
Rusmi? Mimin? Atau siapa lah namanya yang sesungguhnya, perempuan itu benar-benar merasa menguasai keadaan. Haruskah kutelanjangi saja dia?
Seakan bisa membaca perasaan dan keinginanku, lagi-lagi Mbak Septi yang cepat beraksi, ditariknya cepat selimut Mimin hingga terbuka bagian atas tubuh murahannya. Mimin menjerit hampir terjungkal dari ranjang, dia cepat menarik lagi selimut dari genggaman Mbak Septi.
"Dasar perempuan nggak punya otak, nggak malu bicara seperti itu!" Mbak Septi berkata geram.
Mimin berusaha menutup tubuhnya lagi, saling berebut menarik selimut dengan Mbak Septi.
Mama yang sudah bisa menenangkan diri, bangun dari tempat duduknya.
"Heh, Rusmi! Rupanya kamu itu seperti dedemit yang tak mudah menyerah mengganggu keimanan orang. Dulu Andi bisa sadar jika kamu bukan perempuan baik. Sekarang kamu coba rusak rumah tangganya, kamu benar-benar jalang!"
Mama membentak Mimin, melepas sandalnya dan dengan kencang melemparkannya tepat ke muka Mimin. Mimin hendak berucap tapi tak berani bersuara, ia meringis memegang bibirnya yang tergores hak sandal mama.
"Mama kecewa denganmu, Nak. Hanum wanita yang sangat baik, kamu beruntung beristrikan dia. Mama bahkan menyayanginya lebih dari rasa sayang mama padamu."
Beruntungnya aku mempunyai mertua yang bijak, bisa melihat kebenaran, tetap berpihak kepadaku daripada membela putranya sendiri.
"Setiap rumah tangga pasti ada ujiannya, Ma. aku hanya sedikit khilaf, tak kusadari aku terus terhanyut setelahnya. Aku memang belum bisa melupakan Rusmi, maafkan aku, Ma." Mas Andi mendekati mama.
Apa kata Mas Andi tadi? Dia bilang hanya sedikit khilaf? Zina bukan dosa kecil? Dia tak tahu ... apa tak mau tahu tentang dosa zina! Bahkan dia masih saja berhubungan dengan perempuan dari masa lalunya itu meski sudah terikat pernikahan denganku!
Pandanganku tiba-tiba meremang, aku sedikit limbung, sesak rasanya mendengar suamiku mengungkapkan perasaannya yang masih belum bisa melupakan Mimin. Jadi selama pernikahan kami, telah dianggapnya apa aku ini?
Mendengar perkataan Mas Andi, Mimin semakin merasa lebih dicintai dari pada aku,
"Sudahlah, Bu Hanum. Kamu sadar sekarang 'kan siapa yang lebih sempurna di mata Mas Andi, aku lebih layak mendampingi dia.""Iya lebih layak karena kamu dan Mas Andi sama-sama tidak bermoral. Allah sayang padaku, tak ingin aku sia-sia menghabiskan hidup bersama pria brengs*ek seperti Mas Andi." Geram sekali rasanya mendengar ungkapan dua manusia tak berakal itu.
"Maksudmu, kita akan bercerai begitu, Hanum? Tolong maafkan aku. Kita bertiga bisa mencoba membina rumah tangga bersama. Mimin 'kan karyawan kita, dia bisa mencari penghasilan sendiri jadi tak mempengaruhi pengelolaan keuangan kita. Aku hanya membutuhkan kehadirannya."
"Ya ampun, Mas! Sedangkal itu pemikiranmu. Kamu kira aku sudi berbagi rumahku dengan perempuan itu. Jika kamu memang membutuhkan kehangatan tubuhnya, untuk apa lagi kamu mengemis padaku."
Mendengar perkataan bod*h Mas Andi, Papa naik pitam, ditamparnya Mas Andi dengan keras.
"Kamu sudah jadi budak nafsumu! Poligami hanya pantas bagi pria yang saleh yang tahu penerapan sunah itu dengan benar. Bukan sepertimu yang hanya memperturutkan nafsu belaka," bentak Papa.
Mas Andi tak bisa berkata lagi, dia begitu takut dengan kemarahan orang tuanya. Bisa tidak diakui lagi sebagai anak nanti kamu, Mas, lirihku dalam hati.
"Bu, Mamat, Pak RT dan beberapa warga yang sedang ronda sedang menuju ke sini." Mbak Septi memberitahuku.
Sungguh, tanpa aku yang harus berbuat kasar, Mbak Septi cukup pintar dan cekatan mewakili keinginananku. Dia yang berinisiatif menghubungi Mamat untuk membantu.
"Apa yang kalian rencanakan dengan memanggil warga ke sini!" pekik Mas Andi kepada Mbak Septi.
"Tolong aku, Pa ... Ma, aku sangat menyesal, aku janji akan memperbaiki rumah tanggaku dan tidak akan berhubungan lagi dengan Rusmi. Kalian yang akan malu jika anakmu ini sampai jadi tontonan warga." Mas Andi mencoba mengambil hati mertuaku.
Hohoho aku saja sudah tak sudi meneruskan rumah tangga kami, apanya yang mau diperbaiki, Mimpi kamu, Mas Andi!
Papa diam tak menanggapi permintaan Mas Andi, Mama pun begitu. Dengan langkah lunglai dihampirinya lagi aku.
"Ayo lah, Hanum, bujuk mama dan papa untuk memaafkanku, mereka akan luruh hatinya denganmu. Tolong kasih tahu Mamat untuk tak melanjutkan membawa warga menuju ke sini."
Baru saja Mas Andi selesai berbicara, terdengar gemuruh suara banyak orang mendekat. Mas Andi begitu panik, dia berusaha merebut kaosnya yang masih kupegang. Tentu saja aku pertahankan kaos itu, biar dia malu terlihat setengah bugil begitu.
Mimin tampak gemetar ketakutan, wajahnya begitu pias, dia merapatkan tubuhnya ke tembok. Kesombongannya tadi menguap berganti menjadi raut tak berdaya. Dia pasti sudah bisa membayangkan apa yang sebentar lagi akan dilakukan warga.
"Permisi, saya ini ingin penjelasan, apa yang sudah terjadi di lingkungan saya?" Pak RT masuk ke dalam kamar, kami berdesakan di kamar sempit Mimin.
''Pak Andi sudah berbuat asusila dengan karyawan kateringnya, Pak RT." Mbak Septi cepat menanggapi, ditunjuknya Mimin yang semakin merapat di pojok ranjang dekat tembok.
"Heh, cepat turun kamu, Min." Mamat berteriak dari depan kamar.
"Kita arak saja, supaya mereka ingat seumur hidupnya." Seorang warga berseru lantang.
"Iya, biar jadi pengingat buat warga yang lain untuk tidak berani berbuat zina," teriak seorang warga yang lain.
"Ayo kita abadikan wajahnya, kita sebar di WA grup." Seorang warga lagi berkata kepada warga di sebelahnya, diambilnya ponsel dan langsung mengambil foto Mas Andi dan Mimin.
"Hentikaaan!." Mas Andi berteriak sambil berusaha menutupi mukanya. Terlambat, mereka sudah mengabadikan di galeri ponsel. Aku tak menduga, belum apa-apa hukuman Allah sudah begitu dahsyat, sebentar lagi foto itu akan tersebar.
Papa dan Mama tampak sedikit bimbang, sepertinya mereka tak tega andai melihat putra semata wayangnya diarak oleh warga.
"Ayo, Pak RT, segera kita arak saja. Masih belum terlalu malam jadi warga masih belum pada tidur, kita pukul kentongan biar mereka keluar rumah menyaksikan para pezina itu." Seru seorang warga yang tadi mengambil foto Mas Andi.
Papa dan Mama saling berpandangan, Papa menggelengkan kepalanya.
"Tolong jangan arak kami, saya khilaf, sungguh saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan seperti ini lagi." Mas Andi memelas memohon kepada Pak RT.
Mamat dan para warga sudah tak sabar lagi, mereka memaksa Mimin untuk segera turun dari ranjang.
Mimin berteriak histeris saat Mbak Septi menarik paksa tangannya. Aku begitu marah dan benci dengan perbuatan Mas Andi. Tapi melihat Papa dan Mama terlihat begitu sedih ... hatiku tersayat, bagaimana ini, akankah kubiarkan warga mengarak Mas Andi dan Mimin?
"Ayo arak sekarang saja, nggak usah nunggu lama lagi.'' riuh suara beberapa warga bersahutan."Mohon maaf Pak Sapto, Bapak 'kan masih satu kampung dengan kami meski beda RW dan RT, tentu Bapak paham jika saya sebagai ketua RT punya tanggung jawab menjaga kenyamanan warga di sini.'' Pak RT berkata dengan santun kepada papa."Jadi ... Saya mengharap kelapangan hati Bapak, dengan sangat menyesal terpaksa harus menyaksikan putranya diarak ke balai RT. Tujuannya bukan untuk mempermalukan Pak Sapto, tapi sebagai hukuman sosial bagi Pak Andi dan jadi pelajaran berharga bagi warga yang lain."Kulihat papa merangkul pundak mama, papa mengangguk lemah, menyerahkan keputusan kepada Pak RT. Papa pasrah Mas Andi akan diapa-apakan warga. Aku ikut merangkul pundak mama, kami bertiga saling berengkuhan, sangat memilukan.“Sekarang kamu sadar apa yang telah kamu lakukan sangat melukai kami, Andi?” tanya Papa.“Iya, Pa. Sadar, Pa. Maafkan And
Sudah kuduga pasti kabar berita kasus rumah tanggaku cepat tersebar luas. Begitu ponsel kunyalakan, banyak sekali notifikasi berurutan masuk di layar. Ya Allah, ujianku datang lagi, aku harus tegar menghadapi dunia maya yang justru lebih ngeri dari dunia nyata.[Semoga Bu Hanum sabar, ikhlas dan kuat.]Kubaca chat terbaru di group WA guru di sekolah.[Bu Hanum, kami bersamamu, terus semangat.] Pesan dari Bu Ratna di group WA RT.[Tawakal ya Bu Hanum, Allah akan memberi hikmah yang terbaik, insyaallah.] Pesan dari Bu Salma teman di group WA pengajian.[Nggak nyangka ya, kelihatannya harmonis ternyata tergoda wanita lain, salut buat Bu Hanum yang sangat tegar.] Bu Mike menanggapi foto sidang tadi, yang diposting di grup WA PKK kelurahan.Tak sempat lagi kubaca satu per satu pesan lain yang berisi dukungan dan komentar dari banyak orang. Mataku serasa sudah berkunang-kunang menatap layar ponsel. Entah ungkapan mereka itu tulus atau ti
Sudah kuduga pasti kabar berita kasus rumah tanggaku cepat tersebar luas. Begitu ponsel kunyalakan, banyak sekali notifikasi berurutan masuk di layar. Ya Allah, ujianku datang lagi, aku harus tegar menghadapi dunia maya yang justru lebih ngeri dari dunia nyata.[Semoga Bu Hanum sabar, ikhlas dan kuat.]Kubaca chat terbaru di group WA guru di sekolah.[Bu Hanum, kami bersamamu, terus semangat.] Pesan dari Bu Ratna di group WA RT.[Tawakal ya Bu Hanum, Allah akan memberi hikmah yang terbaik, insyaallah.] Pesan dari Bu Salma teman di group WA pengajian.[Nggak nyangka ya, kelihatannya harmonis ternyata tergoda wanita lain, salut buat Bu Hanum yang sangat tegar.] Bu Mike menanggapi foto sidang tadi, yang diposting di grup WA PKK kelurahan.Tak sempat lagi kubaca satu per satu pesan lain yang berisi dukungan dan komentar dari banyak orang. Mataku serasa sudah berkunang-kunang menatap layar ponsel. Entah ungkapan mereka itu tulus a
Mama sama Papa sebaiknya istirahat saja di kamar, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah. Sepertinya ada yang mencoba menganggu kita, Hanum minta doanya ya."Mama merengkuhku, bergantian menatapku dan Mas Andi, "Kalian sedang diuji, Mama doakan diberikan jalan yang terbaik, dimudahkan segala urusan yang harus kalian lewati, terserah kalian untuk meneruskan biduk pernikahan atau tidak, pikirkan semuanya baik-baik."Mama dan papa beranjak ke kamar tamu, meninggalkanku dan Mas Andi."Aku tak 'kan membiarkan rumah tanggaku hancur, kita harus melawan Mimin bersama, Hanum." Mas Andi menatapku menghiba."A--akkuu, susah rasanya menerima pahitnya kenyataan dan memaafkan perbuatanmu, Mas." Aku menghindar dari tatapannya."Iya, aku salah tak berterus terang tentang masa laluku, juga alasanku saat menerima Mimin datang ke sini. Akan kujelaskan semuanya." Mas Andi terus saja mencoba memberiku pengertian."Sudah larut malam, kita butuh isti
Pikiranku sudah menerka-nerka tak menentu, apakah Mas Andi sudah menikah siri dengan Mimin? Apakah Tiara anaknya Mas Andi? Untuk apa Mas Andi tetap menikah denganku jika dia juga mencintai Mimin? Duh, ruweet."Mbak Wanti jangan bikin kami was-was, ada apa dengan Mas Andi!" Kucecar Mbak Wanti yang sudah bikin aku dan papa bingung. Untungnya mama masih belum selesai mandi, jadi tak ikut mendengar pembicaraan kami."Iya, bikin aku jantungan saja," kata papa terlihat cemas juga."Foto itu sama dengan foto pria yang dipakai Mimin untuk ritual, jadi putra bapak sudah dibawah pengaruh ilmu hitam Mimin.""Mbak Wanti yakin?" tanyaku."Saya membuka paksa kamar Mimin untuk cari petunjuk kepergiannya. Foto mirip suami Mbak Hanum itu ditaruh bersama tempat dupa, kain berisi mantra dan batu akik. Sepertinya Mimin sering melakukan ritual klenik, kata ibu kamarnya selalu bau bunga kanthil," ungkap Mbak Wanti."Ngerinya di balik foto itu tertulis p
Pikiranku sudah menerka-nerka tak menentu, apakah Mas Andi sudah menikah siri dengan Mimin? Apakah Tiara anaknya Mas Andi? Untuk apa Mas Andi tetap menikah denganku jika dia juga mencintai Mimin? Duh, ruweet."Mbak Wanti jangan bikin kami was-was, ada apa dengan Mas Andi!" Kucecar Mbak Wanti yang sudah bikin aku dan papa bingung. Untungnya mama masih belum selesai mandi, jadi tak ikut mendengar pembicaraan kami."Iya, bikin aku jantungan saja," kata papa terlihat cemas juga."Foto itu sama dengan foto pria yang dipakai Mimin untuk ritual, jadi putra bapak sudah dibawah pengaruh ilmu hitam Mimin.""Mbak Wanti yakin?" tanyaku."Saya membuka paksa kamar Mimin untuk cari petunjuk kepergiannya. Foto mirip suami Mbak Hanum itu ditaruh bersama tempat dupa, kain berisi mantra dan batu akik. Sepertinya Mimin sering melakukan ritual klenik, kata ibu kamarnya selalu bau bunga kanthil," ungkap Mbak Wanti."Ngerinya di balik foto itu tertulis p
*Mimin*Wisma Rosela, aku meminta Mas Andi menemuiku di sana siang ini. Setengah jam menunggu, dia tak juga datang. Pesan yang kukirim tak juga dibalasnya. Apa yang terjadi? Baru semalam terkirim, apa pengaruh mantraku sudah luntur secepat itu?"Rusmini? Akhirnya kita ketemu lagi. Memang keberuntungan sedang bersamaku, aku bisa menghilangkan penatku sebentar bersamamu.''Seorang pria yang tadinya melewatiku saat duduk di lobi wisma, membalikkan langkahnya dan menyapaku. Ingatanku segera mengenalinya, Mas Arya, teman kerja Mas Pujo, kakakku. Mereka sama-sama kerja di PEMDA, pria ini salah satu lelaki jelalatan yang kuperas. Dia pernah memberiku sepeda motor dan perhiasan, kuperas dengan foto syur yang kuambil setelah dia kuberi obat tidur."Maaf, Mas, aku sedang menunggu seorang teman, tak bisa menemanimu." Aku mencoba menolak ajakannya dengan halus."Ayolah, aku sudah tahu ternyata kamu kelabui aku, kita tak pernah tidur bersama waktu i
Dulu aku sangat mencintai Mas Andi, menganggapnya sebagai pasangan sempurna untukku. Membanggakannya sebagai suami ideal, penyayang, pengertian bahkan setia.Allah menegurku sekarang, jangan mencintai seseorang melebihi cinta kepadaNya. Allah bisa menghilangkan cinta dan kebahagiaan itu kapan saja saat sudah berkehendak, lalu memberiku ujian dengan hadirnya cinta wanita lain diantara aku dan Mas Andi.Penghianatan Mas Andi menjadi pelajaran berharga bagiku. Mungkin memang Mimin memikat Mas Andi dengan pelet, tapi ketidakjujuran Mas Andi membuat hatiku tersayat. Harusnya dia terbuka jika sedang mempunyai satu masalah, bukan menutupi dariku.Aku terlalu takabur, begitu yakin Mas Andi sangat mencintaiku dan tak mungkin menduakan aku. Allah tunjukkan sekarang ... terlalu yakin akan cinta kami berdua, membuatku begitu terluka saat keyakinanku dihianati."Hanum?" Panggilan mama membuyarkan anganku."Iya, Ma, apa yang mama rasakan sekarang?" tanyaku.