Cinta Ipar Belum Kelar

Cinta Ipar Belum Kelar

By:  Lysa_Yovita22  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
14Chapters
237views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Jenia Rosendale tidak pernah berani meminta kesempatan kedua untuk dicintai. Karena sepanjang pernikahan, Thomas Evra, suaminya, mendeskripsikan perasaan dengan cara berbeda. Ketidakadilan yang selama ini diterima, disimpan rapat-rapat dalam diam. Lalu kepingan *puzzle* masa lalu tiba-tiba datang berwujud Jamael Morgan. Jenia mencoba menggenggam, lalu belajar untuk melepaskan. Sayangnya, semesta lagi-lagi tak berpihak. Cinta antara Thomas dan Jamael membuatnya berada di puncak rasa lelah. Apakah Jenia akan kalah oleh semesta? Atau malah membiarkan salah satu di antara lelaki itu membalut luka atas lara tak berkesudahan? Siapa yang dipilih Jenia, Thomas atau Jamael yang berstatus sebagai adik iparnya sendiri?

View More
Cinta Ipar Belum Kelar Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
14 Chapters
Tak Seindah Harapan
"Jenia!"Perempuan bertubuh ringkih itu tampak berkeringat. Hari masih pagi, tetapi suara melengking dari dalam kamar, membuatnya harus sigap menghampiri."Kenapa bajuku seperti ini?" Thomas sudah berkacak pinggang seraya mengacungkan setelan jas yang tampak rapi di gantungan baju. "Sebentar, biar aku ganti dengan jas yang lain saja." Jenia memilih untuk mengalah. Hanya karena ada bekas lipatan yang luput dari setrika."Cepatlah! Aku tak mau datang terlambat." Thomas mendengkus keras.Dengan cekatan Jenia mengambil setelan jas pengganti dari lemari pakaian, lalu keluar untuk menyerahkannya. "Yang ini bagaimana?"Thomas meraih setelan itu tanpa berkata apa-apa. Jenia menghela napas panjang. Dia keluar dari kamar untuk menata makanan di meja.Jenia menatap gugup pada sosok yang sudah tampak rapi dengan setelan jasnya itu. Thomas menghampirinya untuk sarapan. Ada rasa resah yang menggelepar karena kalimat itu sudah ada di ujung lidah Jenia."Bi-bisakah hari ini pulang lebih awal?" Sulit
Read more
Pingsan
Seorang perempuan dengan tinggi 167cm tampak tidur nyenyak di atas sofa. Rambut cokelat gelap miliknya tampak berantakan. Tadinya dia berniat untuk menunggu sang suami yang sudah dua hari belum kembali. Namun, malah ketiduran di ruang keluarga.Suara pintu yang dibuka tak mampu membuatnya terbangun. Karena seharian tadi, ibu mertuanya memaksa untuk ditemani ke supermarket. Wanita itu baru kembali setelah Jenia memasak makanan yang dibawa pulang tanpa disisakan sama sekali.Tubuh sempoyongan Thomas berhenti di depan sofa. "Lihatlah, Keledai ini! Seharian di rumah kerjanya hanya bermalas-malasan."Melihat bawahan piyama pendek yang dikenakan Jenia agak tersingkap, seringai nakal muncul di kepala Thomas. Tanpa aba-aba, dilemparnya tas kerja ke lantai. Lalu ditindihnya tubuh Jenia. Tentu saja istrinya terkejut."Thomas, kau sudah pulang?" tanya Jenia dengan suara serak. Khas bangun tidur.Thomas tak menjawab, malah sibuk mencari kepuasannya sendiri. Jenia meringis. "Ah. Sakit. Bi-bisakah
Read more
Tidak Dianggap
Jenia membuka mata lalu mengerjap berkali-kali. Matanya terasa panas. Akibat demam yang menyerang. Dia merasa heran ketika mengingat seharusnya sedang pingsan di ruang depan, bukan di kamar."Kenapa aku bisa pindah ke kamar? Apa Thomas yang melakukannya?" Jenia hendak duduk, tetapi rasa nyeri di kepala langsung terasa. Jenia menghela napas sejenak. "Ini bukan pertama kalinya aku sakit. Aku pasti bisa mengurus diri sendiri."Jenia memaksakan diri untuk berjalan ke dapur. Tertatih-tatih langkahnya. Dia harus duduk di kursi untuk mengatur napas yang terasa berat. Jenia menahan semua keinginan untuk berbaring meringkuk di dalam selimut. Tidak ada alasan untuk mengasihani diri. Jenia harus makan dan minum obat.Hanya ada roti yang bisa langsung dimakan. Maka Jenia menyeduh teh agar bisa langsung mengisi perutnya. Sebutir pereda demam dan sakit kepala, pun ditelan setelah perut rampingnya terisi.Jenia merasa tenaganya terkuras banyak. Dia kembali tertatih-tatih menuju sofa. Ada ingatan m
Read more
Diboyong Pulang
Melihat angkuhnya sosok berstatus Ibu mertua itu, Jenia berkali-kali meneguk ludah. Kesan tak ramah yang selama ini selalu muncul, sekarang semakin tampak saja.Wanita paruh baya yang sudah dihinggapi dengan kerut-kerutan halus di wajah itu, hanya menatap masam. "Kenapa lama sekali?"Thomas mendengkus keras. "Mama jangan menambah buruk moodku. Semua gara-gara siput tak berguna di belakangku."Jenia menggigit bibirnya. Padahal sejak turun dari mobil tadi, Thomas hanya melenggang santai. Semua barang bawaan Jenia lah yang membawanya sampai ke hadapan sang mertua. "Bawa masuk ke kamar putraku. Astaga, bisakah aku meletakkan kau di kamar pembantu saja?" Daisy tampak sangat kesal. "Terserah Mama saja. Aku lapar." Thomas masuk begitu saja, mengabaikan Jenia yang masih direpotkan dengan koper-koper itu.Tidak ada satu pun yang berniat untuk membantu Jenia. Lagipula Jenia sudah mengetahui di mana letak kamar Thomas, di lantai dua. Jadi semuanya seperti membiarkan saja kegiatan itu. Jenia n
Read more
Bertemu Mantan
Otak Jenia dipaksa untuk berpikir keras. Baginya ini semua seperti halusinasi yang sudah lama tidak muncul. Hanya saja, rasanya seperti tak tahu diri jika masih menganggap sosok laki-laki itu nyata."Berhentilah bersikap bodoh!" Thomas menghardik, pelan, tetapi berdesis di telinga Jenia."Ini suamiku. Jamael Morgan." Freya menoleh ke arah laki-laki bermata kehijauan itu. Tentu saja Jenia tidak tahu-menahu tentang pernikahan Freya. Karena Thomas dan Daisy melarang keras Jenia untuk datang ke acara pesta. Jenia mengerjap, lagi. 'Ternyata ini bukan halusinasi. Dia ... nyata dan masih hidup.'Luka dalam yang ditinggalkan oleh sosok tinggi tegap dengan tatapan hangat meneduhkan hati itu, kembali berdenyut. Jenia terpaksa menundukkan pandangan."Dasar perempuan aneh! Ayo, Jamie. Kita masuk. Aku rindu masakan Mama." Freya menggandeng lengan Jamael.Tawa ceria yang terdengar dari bibir seksi Freya, semakin menambah luka hati Jenia. Bagaimana bisa sang mantan pacar, pemilik cinta pertama, se
Read more
Tak Bisa Tidur
Cuaca di kota Chesnut cukup baik pagi ini. Sayangnya, tubuh Jenia terasa remuk. Semalam, Thomas tega membiarkannya tidur di lantai yang dingin. Hanya berlapis selembar selimut tipis, milik Jenia sendiri.Tak hanya itu, entah jam berapa akhirnya Jenia bisa memejamkan mata. Karena tak mudah baginya untuk membuang rasa yang bercampur aduk. Mengingat ada Jamael di lantai bawah. Jenia benci melihat sikap sok tenang yang ditampilkan mantan kekasihnya itu. Jenia benci melihat bagaimana mesranya Freya menggelayut manja di lengan kokoh yang pernah menawarkan kedamaian padanya. Entah berapa lama dan banyak Jenia membatin sambil menatap hampa ke langit-langit kamar. Bukan hanya itu, Jenia pun melengkapinya dengan ratapan tanpa suara. Hanya air mata yang berlinang sampai akhirnya dia kelelahan.Sekarang, Jenia terbangun dengan wajah yang mengerikan. Mata panda itu berpadu dengan cekungan yang tampak makin dalam. Belum lagi tulang pipi yang menonjol.Jenia bergegas bangun lalu melipat selimut. T
Read more
Belum Usai
Tubuh Jenia yang ringkih itu sudah banjir peluh. Seisi rumah yang biasa ditempati bersama Thomas, sudah dibersihkan. Jenia masih sibuk mengatur napas yang terasa ngos-ngosan sambil duduk di depan televisi. Benda yang cukup jarang ditonton di waktu pagi hingga petang. Jenia duduk di kursi makan. Semilir angin berhembus masuk dari jendela kaca yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Bahan makanan yang masih tersisa di kulkas, bisa diolah agar Jenia bisa makan. Tanpa harus pulang ke kediaman mertuanya dengan perut lapar. Apalagi Thomas hanya memberikan uang sekadar untuk ongkos saja. Jenia menarik napas dalam-dalam. Berkali-kali diembuskannya agar merasa lebih lega. Nyatanya, tidak. Ganjalan di dalam hatinya tetap saja enggan beranjak."Kenapa takdir hidup selucu ini? Aku harus bertemu dengan mantan pacar yang berengsek itu dengan status ipar." Jenia menatap kesal pada satu titik objek di depan matanya. Terlebih lagi melihat sikap sok polos yang ditampilkan Jamael. Jenia benci. Ingin
Read more
Anggap Tak Kenal
Plakkk!Satu tamparan mendarat telak lagi di pipi Jamael. Jari telunjuk Jenia mengacung seiring dengan tatapan marah. "Kau! Benar-benar tidak tahu malu. Kenapa kau melakukan hal seperti tadi, hah? Kau sengaja ingin menempatkan aku seperti perempuan murahan?"Jamael tersenyum, menahan rasa sedih yang menjalar di dada. Padahal tadi ia sudah merasa jemawa. Merasa sudah bisa menggapai kembali hati satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya itu."Sampai kapan pun, jangan berakting kalau kita pernah saling kenal! Jangan menambah berat masalah dalam hidupku. Bagiku, kau sudah lama mati, Tuan Jamael Morgan!" Jenia menatap penuh benci dan marah sebelum pergi dari ruang keluarga itu.Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Dia merasa sudah mengkhianati pernikahan bersama Thomas. Walau selama ini, dia sendiri tidak bisa memastikan apakah Thomas setia. Namun, bagi Jenia, pernikahan mereka tetaplah hal yang paling sakral di dunia.'Ampuni aku, Tuhan. Aku malah seperti terkena hipnotis. Bodohnya
Read more
Ultimatum Dari Jamael
"Kenapa kau?" Thomas menatap heran pada wajah pucat Jenia.Jenia tak mampu berkata apa pun. Detak jantungnya menggila. Takut kalau Thomas mendengar semua kalimat ketusnya untuk Jamael."Apa kau sudah selesai membersihkan kamar Freya?" Tatapan Thomas malah semakin tidak bersahabat."I-iya, sudah." Telapak tangan Jenia semakin lembab."Bagus. Aku tak suka mendengarnya menggerutu tentang lambannya kau. Pergilah. Kau bau!" Thomas mengusir Jenia.Dengan segera Jenia berlalu. Tak bisa dipungkiri bahwa di balik sikap takutnya, ada rasa lega luar biasa. Karena Thomas tidak tahu ada hubungan apa di antara dirinya dengan Jamael.Sayangnya, Jamael mendengar ucapan ketus yang dilontarkan Thomas untuk Jenia. Lelaki itu memejamkan mata, merasa bersalah karena ada andilnya dalam kemalangan yang menimpa sang mantan pacar.'Maafkan aku, Jenia. Si pengecut ini memang sangat buruk. Dengan apa aku bisa menebus semua dosa di masa lalu?' Jamael menghela napas berat.Sudah ada ikatan yang sakral di antara m
Read more
Ancaman Thomas
Jenia mengumpati sikap ingin tahu yang berlebihan di kepalanya. Karena ketika Jamael melirik ke arahnya, lengkap dengan senyum simpul khas itu, Freya malah mendengkus keras. Lalu mengusir Jenia begitu saja.Sudah berkali-kali Jenia berusaha mengalihkan isi kepalanya, tetap saja rasa ingin tahu itu mendominasi. Padahal ada hal yang seharusnya lebih menjadi bahan pemikiran, karena semalaman Thomas tidak kembali ke rumah. "Nona, kenapa?" Emma mengernyitkan dahi.Jenia seperti tertangkap basah. "Hah? Ti-tidak ada apa-apa, Bibi." Dipamerkannya senyum yang malah mirip seperti seringai itu.Bukannya Emma tidak memperhatikan sikap aneh dari Jenia. Hanya saja, jika Jenia tidak bercerita, tentu tak pantas untuk Emma mendesaknya.Emma mungkin hanyalah koki, tetapi semua aktivitas dalam kediaman keluarga Evra, tak luput dari pengamatannya. Termasuk kekejaman yang dialami Jenia. Emma mendekat. Lalu menatap sekeliling, memastikan tidak ada penguping di ruang dapur itu. "Jika terlalu sakit, belaja
Read more
DMCA.com Protection Status