Share

Pergi

“Aku enggak bisa menceraikan dia Ayah. Selamanya dia akan tetap jadi istriku.”

Aku tidak akan pernah melepasnya. Setelah dia berkorban begitu banyak hanya demi mendapat keturunan dariku. Bagaimana bisa aku melepasnya begitu saja.

“Jangan terlalu percaya diri. Apa istrimu bersedia hidup sama kamu!” sindir Ayahku.

“Prily katakan sesuatu, kamu mencintaiku ‘kan? Jangan diam saja. Yakinkan mereka kalau kita memang sama-sama ingin melanjutkan pernikahan ini,” ucapku sembari menggenggam kedua tangannya erat-erat.

“Lihat ‘kan dia diam saja,” sindir Ayah.

“Dia pasti mau Ayah. Prily bahkan sangat menginginkan anak dariku. Bagaimana dia mau meninggalkan pernikahan ini begitu saja.”

“Ly, Sayang please katakan sesuatu. Kasih Mas kesempatan buat memperbaiki segalanya. Kamu ingin kita punya anak ‘kan. Kita akan punya anak, Sayang. Setelah kamu sembuh. Kita akan mulai program hamil. Lupakan tentang mobil dan impianku. Sekarang hanya akan ada impianmu dan impian kita. Kamu ingin berapa anak 2, 3 atau 5? Aku akan setuju apa pun itu.”

“Cukup!”

Ayah Jery tiba-tiba berteriak dengan suara yang bergetar. Terlihat sekali dia menahan amarah.

“Bram, bawa anakmu keluar,” katanya masih dengan suara yang bergetar. Pria yang duduk di kursi roda itu bahkan bicara tanpa menatap ayahku.

“Jer, maafin aku. Aku benar-benar gagal mendidik dia sebagai lelaki. Kamu tenang saja. Aku akan membuatnya menjauhi putrimu.”

“Ayo pergi, Juna! Kamu masih punya malu enggak, untuk apa masih di sini?”

Ayah bahkan menyeretku dengan kasar.

“Perlu bantuan enggak, Om?” tawar Hisyam. Anak kecil itu, awas saja kuberi pelajaran nanti.

“Ya, seret laki-laki tak tahu diri ini.”

“Siap, Om.”

“Ayo keluar, Mas. Mau kuseret atau keluar sendiri,” tawar Hisyam, dengan wajah yang meremehkanku.

“Dia istriku, enggak ada siapa pun yang berhak mengusirku keluar dari sini! Kecuali dia yang memintaku keluar. Aku enggak akan pergi dari sini.”

Sekarang semua orang tengah menatap ke arah Prily, wanita itu bahkan masih saja bertahan untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Namun, kali ini matanya bergerak ke arahku.

“Sayang,” lirihku. Kembali kukecup lengannya. Berharap dia tak mengusirku keluar. Hanya dia harapanku yang terakhir.

“Kasih aku waktu, Mas,” ucap Prily.

“Apa maksud kamu, Ly. Bukankah kamu baru saja bilang ingin punya anak dariku. Hanya karena mereka menyuruh kita bercerai. Kamu berubah secepat itu? Benarkah kamu memang menginginkan perpisahan ini. Dengar, aku memang salah, tapi ....”

“Mas, maaf aku memotong ucapan. Bisakah kamu tenang sedikit. Izinkan aku bicara,” pangkas Prily.

“Oke, lanjutkan saja.”

“Pertama bagiku mereka sangat penting bukan sekedar hanya, seperti yang Mas ucapkan barusan. Mas membuat ayah dan Ibuku bersedih bahkan juga orang tuamu. Kita telah mengecewakan banyak orang. Entah siapa yang salah, aku melakukan ini juga berdasarkan cara Mas memperlakukanku.”

“Apa maksudmu, Sayang. Kamu sudah sakit begini masih saja membela suamimu,” ucap Ibu mertua.

“Harusnya Ayah tak memintamu menikah dengan dia. Maafkan ayah.” Sekarang Ayah Jery malah menjadi emosional.

“Enggak ada yang salah. Enggak perlu menyesal juga. Semua ini juga udah takdir Allah. Mas Juna yang mengajarkan aku buat hemat, maka aku pun melakukannya demi bisa mencapai tujuanku. Bukan Mas Juna yang menyuruhku melakukan ini. Maafin aku ya, kalau caraku salah dan nyakitin kalian semua.”

“Kamu enggak salah. Sejak awal dia yang salah. Memaksamu menunda memiliki momongan. 5 tahun itu bukan waktu yang sebentar, Sayang. Kamu melakukan ini demi laki-laki tak tahu diri itu.”

“Ibu istigfar, dia masih suamiku."

“Masih saja kau membelanya.”

“Ibu, jangan nangis. Bukankah di balik sikap hematnya dia masih peduli dengan keluarga kita. Dia rela membiayai kehidupan kita selama 5 tahun ini. Padahal seharusnya itu di luar tanggung jawabnya.”

“Jadi karena itu kamu melakukan ini? Kamu mengorbankan banyak hal demi kami?”

“Enggak, aku hanya mencoba menjalani takdirku. Terlepas dengan masalah ini, aku anggap ini ujian rumah tanggaku. Untuk itu beri kami waktu untuk berpikir. Biar ke depannya enggak ada lagi penyesalan karena telah mengambil keputusan yang salah. Bukankah Ibu selalu bilang jangan mengambil keputusan saat emosi?”

“Ibu menyesal mengatakan itu padamu. Kamu enggak seharusnya begini. Dia enggak pantas jadi suamimu. Maafin Ibu. Maafin kami yang membuatmu menderita.”

“Enggak ada yang salah. Allah hanya sedang menguji kita. Jangan bilang ini salah Ibu lagi. Jangan menangis  ya. Prily ikhlas kok.”

“Mas, pergi aja ya. Kasih aku waktu.”

“Kamu mau meninggalkanku, Ly?”

“Udah ayo, Mas. Jangan banyak dramalah.”

Belum sempat Prily menjawabnya. Hisyam malah lebih dahulu menarikku. Entah kenapa perasaanku mendadak tak enak. Ibu dan ayah mertuaku, seperti membisikkan sesuatu pada istriku.

Seketika Prily tampak terkejut, tetapi kemudian sudut matanya kembali basah. dia terlihat begitu emosional. Lantas dia tiba-tiba menatapku, tetapi sekali lagi Ibu mertua kembali membisikkan sesuatu, dan justru membuat Prily semakin berlinang air mata.

Sayang sekali aku tak bisa mendengarnya. Hisyam lebih dulu menarikku menjauh. Padahal melihatnya begitu sedih, aku merasa khawatir. Dokter berpesan untuk menjaga perasaannya. Namun, Hisyam semakin membawaku menjauh. tenaganya benar-benar tak bisa diremehkan.

“Hisyam, tunggu!”

Akhirnya Prily memanggilku juga. Dia pasti akan memaafkanku seperti biasa.

“Lepas!”

Aku mengentak lengan agar terlepas dari genggaman anak sombong itu.

“Sayang, kamu mau ngasih Mas kesempatan ‘kan? Kamu juga kenapa sampai menangis begini, Ibu bilang apa ke istriku. Ibu seharusnya, tidak membuatnya stres. Ini enggak baik buat kesehatannya,” ucapku.

Sekarang aku kembali berada di sisi ranjang Prily. Masa bodo kalau Ibu mertuaku akan tersinggung. Aku hanya peduli pada Prily, terlalu banyak yang dia korbankan demi pernikahan ini, tak akan kubiarkan satu orang pun menyakitinya.

“Mas ...."

Prily berusaha menggapai lenganku.

"Iya, Sayang. Mas di sini."

"Kadang-kadang kita perlu berpisah sebentar supaya kita menyadari arti seseorang bagi dari kita sendiri.”

“Maksud kamu?”

“Pergilah, untuk semen ...."

“Kamu tadi mohon-mohon buat punya anak sekarang malah mau bercerai. Aku tidak akan mengabulkannya. Bukankah kalian yang meminta kami menikah. Sekarang apa kalian juga akan memaksa kami kembali untuk bercerai? Apa kamu enggak pernah menaruh perasaan sedikit pun. 5 tahun kita bersama. Hanya karena mereka memilih bercerai kau melakukannya. Mereka suruh kamu mati. Kamu mau ikuti juga, hah?”

Prily terdiam.

“Kamu benar-benar enggak punya prinsip! Ini hidupmu harusnya kamu punya keputusan sendiri. Kamu ini bukan anak kecil lagi, yang semuanya harus berdasarkan kemauan orang tuamu.”

“Dari awal hubungan kita memang atas kemauan mereka ‘kan? Asal mereka ridho aku mau menjalankannya.”

“Kau, ucapanmu itu ....”

“Kenapa?”

Sangat menyakitiku, Prily.

Jadi selama 5 tahun ini. Kau menganggapku apa? Pantas saja kau tak pernah protes. Ternyata aku memang tak pernah berarti untukmu.

Aku bahkan menganggap pengorbananmu 4 tahun ini, demi bisa mendapatkan keturunan dariku, itu karena kamu benar-benar mencintaiku. Semuanya hanya demi orang tuamu.

“Apa kamu enggak pernah menganggapku suamimu selama 5 tahun ini?” tanyaku.

Dia diam saja.

“Jangan bilang kamu menjalankan rumah tangga ini hanya demi orang tuamu?” tanyaku.

“Jangan diam saja! Jawab Prily, apakah kau akan rela menjual tubuhmu demi mereka juga?” cibirku kesal.

Aku sudah tak tahan lagi. Beraninya dia mempermainkanku selama ini.

“Arjuna! Tutup mulutmu, kau sudah tidak waras.”

“Ayah, tolong jangan ikut campur. Aku sudah lelah dengan semua ini. Selama ini aku sudah menuruti keinginan kalian. Sekarang biarkan aku mengurus keluargaku sendiri.”

“Kumohon kalian semua pergi! Kami benar-benar butuh waktu berdua.”

“Arjuna jangan keterlaluan!” sentak Ayah.

Entah mendapat keberanian dari mana. Aku benar-benar hilang kendali. Aku hanya ingin bicara berdua dengan istriku sendiri. Kenapa sesulit ini.

“Kubilang pergi, PERGI! Atau perlu aku mendorong kalian semua satu persatu. Dengar! Aku yang paling berhak atas Prily. Kalian tak berhak mengaturnya untuk tetap tinggal atau pergi!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status