Share

Rocky (1)

Pagi itu, gerbang kampus menyambut kami dengan dinginnya udara Bandung yang terus bermain-main. Dengan topi lingkar super kreatif yang terbuat dari kertas bekas catatan kuliah dan kalung alam dari rerumputan, aku merasa seperti karakter di film fiksi ilmiah. Untungnya, Jihan dan Lita ikut bersama, juga dengan gaya busana yang tak kalah kreatif.

Senin pagi di Bandung punya daya magisnya sendiri, terutama ketika kabut tipis menyelinap di antara gedung-gedung tua kampus. Ospek telah dimulai, dan aku merasa seperti anak kecil yang bersemangat menghadiri pesta ulang tahun. Tapi, kini aku tidak sendirian dalam petualangan ini, melainkan bersama dua teman baru yang energetik.

Berjalan di belakang Jihan dan Lita, aku merasa seperti pengikut setia di dalam rombongan. Tiba-tiba, kantong plastik belanjaanku yang sudah semakin tipis ini melorot, menghamburkan kue cubit yang kudapatkan sebagai bekal sarapan pagi. "Astaga, bahaya ini," ucapku, sambil berjongkok mencoba mengumpulkan kue-kue yang berserakan di jalanan kampus.

Jihan dan Lita hanya bisa tertawa melihat kelucuan ini. "Mungkin ini cara kue cubit mengajarkan kita tentang kemandirian, Mita," goda Jihan sambil membantu mengumpulkan kue-kue itu. Di saat itulah, aku menyadari bahwa sebuah pagelaran kocak sudah dimulai dari detik-detik pertama ospek.

Setelah kejadian kue cubit yang memalukan itu, kami akhirnya berpisah. Aku merasa agak sedih harus ditempatkan di kelompok ospek yang berbeda dengan Jihan dan Lita. Namun, di sinilah keberuntungan tertawa padaku. Kepemimpinan ospek di grupku ternyata dipegang oleh seorang mahasiswa bernama Roky, pria tampan asli Bandung yang memiliki senyum lebar dan kemampuan mengocok perut dengan leluconnya.

"Banyak yang bilang, kampus itu seperti hutan belantara. Nah, aku adalah pemandu wisata kalian di hutan belantara ini. Namaku Roky, teman-teman!" sambutnya sambil mengibaskan sapu tangan yang tergantung di pinggangnya, seolah-olah sedang berada di panggung stand-up comedy.

Aku tidak bisa menahan tawa melihat tingkah Roky yang begitu eksentrik. Rupanya, inilah awal dari petualangan baru bersama Roky, pemandu hutan belantara yang super tampan. Roky memimpin kami berkeliling kampus, memberikan informasi seolah-olah ini adalah dunia baru yang harus kami jelajahi.

Selama perjalanan, Roky memberikan tips unik, seperti cara menghindari tikus-tikus berkeliaran di kampus. "Kalau ketemu tikus, berikan dia kue cubit, mungkin dia akan lebih suka daripada melibas kakimu," godanya, membuat kami tertawa terbahak-bahak.

Roky bukan hanya seorang pemandu, tapi juga seorang motivator dengan gayanya yang keren menggugah semangat. "Ketika kalian lelah belajar, ingatlah, tikus-tikus di sini dulu juga pernah punya ujian. Dan sekarang, mereka jadi makmur di sini!" celetuknya, disambut gelak tawa seluruh kelompok.

Bergandengan tangan dengan sesame mahasiswa baru, kami menjelajahi kampus dengan semangat yang tak pernah pudar. Walaupun lelah, semangat kami terus berkobar. Tugas-tugas kecil seperti mencari gedung kuliah atau menemukan kantin terbaik untuk sarapan diberikan kepada kami. Setiap sudut kampus memiliki cerita uniknya, dan aku dengan tekun mencoba meresapi semuanya.

Di sudut perpustakaan, aku merasa kecil di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi. Aroma kopi hangat dari sudut kantin membuat kedinginan kami terobati. Meskipun sudah lewat pukul 11 dan siang mulai terasa, udara dingin masih terus bertiup.

“Ini dingin banget, kayak lagi di Eropa atau gimana sih,” gumamku dalam hati.

Bertemu dengan teman-teman baru, berbicara tentang jurusan, kegiatan selanjutnya, dan tugas-tugas ospek membuat suasana semakin hidup. Di tengah keceriaan kantin, tawa khas Lita dengan cepat mencuri perhatian. Tanpa ragu, aku melihatnya di sudut kantin, tengah tertawa dan menceritakan sesuatu di tengah meja yang penuh orang. Di sisi lain, Jihan terlihat sendiri, memegang cangkir kopi hangatnya dengan ekspresi wajah yang sedikit pendiam.

Tanpa ragu, aku memutuskan untuk menyelinap keluar dari meja gugus ospekku dan mendekati Jihan yang terlihat seakan tenggelam dalam dunianya sendiri. Langkahku terasa seperti menginjak medan berat, tetapi semangatku memancar bersama senyuman lebar. Siapa tahu, kehadiranku bisa membawa semangat baru dan memulai obrolan yang lebih menyenangkan.

“Wey, Jihan! Ada festival kembang api nih!” seru ku sambil muncul tiba-tiba di sampingnya, mencoba mengagetkannya.

Jihan langsung memalingkan wajahnya, ekspresinya campur aduk antara kaget dan protes, "Apaan, Mit? Bikin kaget aja."

Sambil tertawa melihat reaksi Jihan, aku tanpa ragu duduk di sebelahnya. "Ada apa, Ji? Kok kayak lagi mikirin teka-teki berat gitu?" buka obrolan dengan santai.

Dia menghela napas, "Gapap, Mit. Tadi ada cowok cakep banget, buset!" ucap Jihan dengan wajah yang masih terbawa bayangan pria tampan tadi.

Aku pura-pura terkejut, "Serius? Kacamata hitamnya keren banget, kayak artis Hollywood gitu, ya?" godaku sambil berpose, mencoba meniru gaya sang cowok tampan.

Jihan tertawa melihat aksiku, "Beneran, Mit! Rambutnya juga keren, kayaknya dia dari planet kecantikan atau gimana gitu."

Kami berdua tertawa bersama, dan aku langsung berubah serius, "Wah, Jihan, ini tugas berat! Kita harus mencari tahu segala info tentang cowok misterius itu. Nama, jurusan, hobi, semuanya! Siap-siap jadi agen rahasia kita."

Jihan ikut-ikutan memasang wajah serius, "Dia senior, Mit, bukan angkatan kita."

Aku sedikit terkejut, saat Jihan menyebut kata senior. "Atau jangan-jangan Kang Roky yang kamu maksudkan?"

Matanya melebar, dan wajahnya berseri-seri saat ia mengangguk dengan penuh keyakinan, "IYA, MITA, BETUL."

Setelah Jihan memberi kabar bahwa cowok tampan itu adalah senior mereka yang dikenal dengan nama Kang Roky, kami berdua, aku dan Jihan, langsung terperangah. Tidak terbayangkan bahwa keberadaan sosok yang membuat Jihan tak bisa berhenti memikirkannya ternyata adalah sosok senior yang memiliki ketenaran di kampus.

"Kang Roky? Serius, Ji?" ucapku dengan mata melebar, mencoba memproses informasi yang baru saja kudengar.

Jihan mengangguk antusias, "Iya, Mita! Cowok sunda yang bikin hati meleleh."

Lalu aku memberitahu bahwa Kang Roky adalah mentor untuk gugusku, dan melihat Jihan terlihat iri dan cemburu, aku mencoba menenangkannya dengan candaan. "Tenang, Ji, kita bisa mendekati Kang Roky lebih dekat lewat gugus. Siapa tahu bisa dapat bonus poin kegantengan darinya." Kami berdua pun tertawa bersama, dan obrolan terus berlanjut sampai jam istirahat siang ini selesai dan kegiatan ospek berlanjut.

Setelah kegiatan ospek yang panjang dan melelahkan hari ini, aku, Jihan, dan Lita beranjak pulang ke kosan dengan fisik yang lelah dan pikiran yang terus memikirkan tugas untuk kegiatan ospek besok. Dalam perjalanan pulang, tidak banyak yang dibicarakan oleh kami bertiga karena kelelahan.

Di malam harinya, Lita mengumpulkan kami di kamarnya dan memberi tahu bahwa dia sedang melirik cowok ganteng. Aku dan Jihan saling pandang, sepertinya kami sudah tahu siapa cowok yang dilirik oleh Lita. Kami berdua mengatakan dengan kompak, "Kang Roky."

Lita dengan terkejut menjawab, "Lah, kalian tau Kang Roky?"

Lita yang kebingungan akan kita berdua yang sepertinya sudah membicarakan Kang Roky lebih dahulu.

"Kang Roky pasti sudah punya banyak penggemar, ya," ucapku, mencoba memecah keheningan yang muncul setelah Lita selesai bercerita.

Jihan mengangguk, "Bener banget, Mit. Gak heran banyak yang suka sama dia. Tapi aku yakin dia beda, loh. Dia kayaknya bisa deket sama siapa aja."

Lita setuju, "Iya, tadi dia ngobrol sama beberapa mahasiswa baru lainnya. Gua lihat dari jauh, tatapannya hangat banget. Ah, gua pengen peluk cium deh rasanya."

Kami bertiga saling pandang, dan tanpa disadari, semangat untuk lebih mengenal Kang Roky semakin membara di antara kami. Kami sepakat untuk mencari tahu lebih banyak informasi tentangnya, terutama karena Kang Roky juga menjadi mentor gugus ospek aku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status