Share

Rocky (2)

Pagi ini dengan semangat dan antusiasme yang sama, kami berusaha menyusun rencana untuk bisa lebih dekat dengan Kang Roky. Kami ingin tahu lebih banyak tentang pria misterius ini dan mungkin, siapa tahu, kami bisa menjadi teman baiknya. Rencana-rencana konyol pun muncul, mulai dari mencari tahu hobi hingga menemui secara tidak sengaja di tempat-tempat tertentu.

Di tengah-tengah perencanaan kami yang cukup kocak, aku menyadari bahwa Kang Roky tidak hanya menjadi sosok yang menarik bagi Jihan dan Lita, tetapi juga untukku. Perasaan aneh mulai tumbuh di dalam diriku, dan aku tidak bisa menghindari rasa penasaran terhadap pria tersebut.

Babak baru dari kisah kami di Kota Bandung pun dimulai, dipenuhi dengan tawa, rasa ingin tahu, dan mungkin, hanya mungkin, sebuah cerita cinta yang tak terduga.

Hari-hari di kampus terus berjalan dengan kelancaran yang semakin asik. Ospek di bawah pimpinan Kang Roky benar-benar membuat kampus Bandung terasa seperti dunia petualangan yang tak terlupakan. Setiap sudutnya menjadi panggung untuk aksi ketampanan dan gaya eksentrik Kang Roky, yang membuat kami, para anak buahnya, terpesona dan terus tertawa.

Saat Kang Roky mengajak kami ke laboratorium kampus, si eksentrik ini tiba-tiba berubah jadi ilmuwan super keren. Dia bukan hanya seorang komedian, tapi juga punya wawasan mendalam tentang kampus. Dalam hitungan detik, suasana laboratorium yang serius berubah jadi panggung stand-up comedy. Gila, kan?

Sambil tertawa, aku memperhatikan Jihan dan Lita yang semakin akrab dengan gugus ospek mereka. Tawa dan semangat mereka melekat di gugus seperti karet super. Aku merasa beruntung punya teman sehebat mereka yang bisa bikin suasana hati selalu cerah.

Nggak kalah penting, kami bertiga semakin akrab dengan Kang Roky, mentor eksentrik kami. Tiap ospek, kami nyaris jadi pakar Kang Roky karena mencoba memahami segala trik dan triknya. Si mentor yang awalnya misterius, ternyata sosok yang asik dan hangat. Selalu ada semangat dan motivasi yang disuguhkan, bikin ospek jadi nggak terlupakan.

Saat ospek berakhir, kami bertiga—aku, Jihan, dan Lita—memilih nongkrong di sebuah warung kopi. Senja yang indah menyambut kami, dan kami mulai berbagi pengalaman lucu selama ospek. Sambil nyeruput kopi hangat, kami merenung tentang bagaimana petualangan ini membentuk persahabatan kami yang nggak biasa.

Tiba-tiba, dari kejauhan, muncul sosok Kang Roky yang tersenyum lebar. "Hei, teman-teman, lagi pada ngopi nih?" sambil duduk dengan santai di meja kami.

Kami diam sejenak, memandang Kang Roky yang duduk di meja kami. "Kamu Mita, kan? Yang di gugus saya mentori," celetuknya, membuatku terkejut karena dia mengingat namaku.

Aku menjawab dengan wajah konyol, "Eh, iya Kang, betul."

"Yah, salam kenal ya, Mita, walaupun kita udah saling kenal sebelumnya," lanjut Kang Roky, dengan senyuman ramah.

Lita langsung gaspol, "Halo, Kang, gua Lita, mahasiswa baru juga. Ospek sudah selesai tapi masih banyak yang ingin ditanyakan, boleh gak gua tanya-tanya ke Kang?"

Aku dan Jihan malu mendengar godaan Lita kepada Kang Roky.

Dengan ramah, Kang Roky menjawab, "Tentu saja, Lita! Jangan ragu untuk bertanya. Saya di sini untuk membantu kalian sebisa mungkin."

Lita langsung menyodorkan daftar pertanyaannya, "Pertama-tama, Kang, gimana sih caranya bisa selucu dan sehebat ini? Ada trik khusus gak?"

Kang Roky tertawa kecil, "Ngga ada trik khusus, Lita. Saya cuma berusaha menjadi diri sendiri dan mengikuti alur kehidupan dengan penuh semangat. Setiap orang punya keunikan masing-masing, termasuk kalian."

Jihan memberanikan diri untuk bertanya, "Kang Roky, apa rahasia supaya bisa menjadi mentor yang inspiratif?"

Kang Roky memandang kami dengan serius sejenak sebelum menjawab, "Rahasianya sederhana, teman-teman. Jadilah pendengar yang baik, selalu siap membantu, dan ingatlah bahwa kalian juga sedang belajar. Setiap interaksi adalah kesempatan untuk tumbuh dan saling memperkaya."

Aku menambahkan, "Kang Roky, bagaimana caranya agar bisa memahami mahasiswa baru dengan cepat?"

Ia tersenyum, "Pertama, dengarkan cerita mereka. Kedua, ajukan pertanyaan yang menunjukkan perhatianmu. Dan yang ketiga, tunjukkan bahwa kalian juga manusia biasa, bukan pihak yang hanya memberikan perintah. Terpenting, jangan lupa selalu mengedepankan rasa hormat dan kepedulian."

Setelah rangkaian pertanyaan, Kang Roky beralih ke topik lain. "Ngomong-ngomong, bagaimana perasaan kalian setelah ospek selesai?"

Lita langsung bercerita dengan antusias, "Senang banget, Kang! Ospek ini nggak cuma memberikan pengetahuan tentang kampus, tapi juga membawa kami semua lebih dekat dan jadi keluarga. Terima kasih, Kang Roky!"

Jihan menambahkan, "Betul, Kang. Kami merasa beruntung memiliki mentor sebaik Anda. Seluruh pengalaman ini akan selalu kita kenang."

Aku menutup pembicaraan, "Terima kasih banyak, Kang Roky. Kami belajar banyak dari Anda, bukan hanya sebagai mentor tapi juga sebagai teman. Ini adalah awal yang indah untuk perjalanan kami di kampus ini."

Senja semakin merona, dan lampu-lampu kota menyala satu per satu. Kami duduk di warung kopi itu dengan penuh kehangatan. Kang Roky, dengan segala kebijaksanaannya, terlibat dalam obrolan kami. Percakapan yang dimulai dengan tanya jawab berubah menjadi momen berharga bersama seorang mentor yang tak hanya luar biasa tapi juga absurd.

Kami merasa terhubung satu sama lain, bukan hanya sebagai mentor dan mahasiswa baru, melainkan sebagai teman yang saling menghormati. Di antara senyuman, tawa, dan cerita, kami menyadari bahwa inilah awal dari petualangan baru yang akan kami jalani bersama di kampus Bandung yang gila ini. Dan di bawah langit senja yang semakin memikat, kami merasa siap menghadapi segala hal yang akan terjadi di depan, karena kami bukan hanya sekadar teman, melainkan keluarga yang baru terbentuk.

Sepulangnya kami ke kosan, aku duduk sendirian di kamarku, menatap layar laptop, sambil terus bernostalgia dengan momen-momen ospek yang luar biasa.

Tiba-tiba, getaran ponselku memecah keheningan. Notifikasi dari sosial media muncul dengan nama "Roky_S," mentor eksentrik yang kami kagumi. Hatiku berdegup lebih cepat, mengingat kami baru saja saling tukar kontak media sosial.

KangRoky: Halo, Mita!

Terkejut dan senang, aku langsung merespons.

Mita: Hai Kang Roky! Ada apa nih kang tiba-tiba?

Kang Roky: Ada satu hal yang ingin aku tanyakan kepadamu.

Dengan rasa penasaran, aku menjawab.

Mita: Tentu, Kang Roky. Ada apa?

Kang Roky: Aku penasaran, apa pendapatmu tentang Bandung? Sama mau tanya, udah ke mana aja nih di Bandung?

Pikiranku langsung bergejolak. Kang Roky benar-benar ingin tahu pendapatku!

Mita: Pendapatku tentang Bandung sangat positif. Kota ini punya pesona tersendiri dengan udara sejuk, pemandangan alam yang indah, dan kekayaan seni budaya yang kental. Saya suka sekali dengan keragaman kuliner Bandung yang lezat. Oh iya, aku belum ke mana-mana di Bandung, sibuk mengurus ospek hehe.

Kupikir itu akan menjadi akhir pembicaraan, tapi Kang Roky merespons dengan cepat.

Kang Roky : Terima kasih, Mita! Aku senang mendengarnya. 😊

Senyum terukir di wajahku membaca pesannya. Tapi, tiba-tiba, pesan lain masuk, membuat hatiku berdegup kencang.

Kang Roky: By the way, Mita, apa kamu punya rencana untuk malam besok? Maukah kamu bergabung denganku di kafe di dekat kampus? Aku ingin membahas sesuatu secara langsung. 😉

Mataku melebar membaca pesan terakhirnya. Kang Roky mengajakku keluar malam besok. Pikiranku bergejolak, dan aku berusaha menjawab tanpa terlalu berlebihan.

Mita: Tentu, Kang Roky! Saya sangat bersemangat untuk bertemu dan berbicara langsung. Di kafe mana kita akan bertemu?

Kang Roky: Bagus! Kita bisa bertemu di "Kopi Kreatif" dekat gerbang utama kampus jam 7 malam. Sampai jumpa nanti, Mita! 😊

Dengan hati yang berbunga-bunga, aku bersiap menyambut malam esok. Kang Roky mengajakku keluar, dan aku tak sabar untuk mengetahui apa yang ingin dia bicarakan. Malam itu, aku bersiap dengan penuh antusias, siap menyambut bab baru dari petualangan kampus ini yang tak terduga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status