Share

Bukan Pernikahan Biasa
Bukan Pernikahan Biasa
Author: Pikhopess

MENJADI ISTRI ORANG

“Bagaimana para saksi, SAH?”

“Sah!!!” sahut semua orang yang menghadiri pernikahan hari ini.

“Kamu dengarkan Gin. Sekarang kamu sah menjadi istri seorang laki-laki yang kamu tidak cintai sedikitpun, bahkan tidak kamu kenali sama sekali,” lirih Gina di sebuah kamar.

Tok ... tok ... tok ...

“Gina. Ini aku, Sabrina. Boleh aku masuk?”

Regina menghapus air matanya pelan, agar riasan cantik itu tidak luntur. Tepatnya Ia tidak ingin orang lain melihatnya menangis, termasuk sahabatnya sendiri.

“Masuk, Sab.”

Sabrina melangkah dengan hati-hati setelah memastikan pintu kamar sudah tertutup rapat. Sabrina duduk di hadapan Regina sambil tersenyum. Ia tahu semua yang terjadi, namun memilih bungkam dan menunggu Regina sendiri yang menceritakan isi hatinya.

“Aku pikir tadi bakalan telat loh, Gin. Macet parah. Hm.... gaunnya cantik, make up kamu juga bagus,” ucapnya sambil tersenyum.

“Kamu juga cantik. Ijab Qabul-nya udah selesai?” tanya Regina.

“Udah. Sebentar lagi pasti ada yang datang buat ketuk pintu dan kasih info. Pokoknya gak boleh ada yang berubah dari persahabatan kita. Kalau ada apa-apa, cerita sama aku. Kamu punya aku dan aku punya kamu.”

“I wish, I can. Makasih ya, kamu udah jauh-jauh ke sini, ninggalin semua urusan kantor kamu di Bandung buat pesta pernikahan dadakan ini,” ucap Regina sambil tersenyum kecut.

Sabrina lalu memeluk sahabatnya itu, sesaat sebelum pintu kamar diketuk menandakan hadirnya laki-laki asing yang sudah menjadi suami Regina, Ardi Kusuma.

Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia untuk Regina dan kekasihnya, Adri. Hari ini sudah direncanakan sejak jauh hari. Gaun pengantin, dekorasi dan semua pernikahan impian yang mereka dambakan.

Namun, seminggu sebelum pernikahan itu digelar, Adri mengalami kecelakaan tunggal setelah kembali dari rumah senior sekaligus sahabatnya, Ardi, untuk mengantarkan undangan.

“Kamu kan bisa kirim undangannya online, kenapa harus repot-repot antar ke Bandung sih. Mana aku orang pertama yang dikasih undangan. Yuk masuk,” ajak Ardi mempersilakan tamunya yang tidak lain adalah Adri untuk masuk ke dalam rumah.

“Harus jaga stamina, kesehatan nomor satu, seminggu lagi bakalan unboxing status perjaka,” sambungnya dengan tertawa puas melihat wajah Adri yang memerah.

“Agak lain nih candaan, Mas, kali ini. Mas kan teman baik aku, dari awal ospek, bantuin tugas, organisasi kampus sampai hampir D.O Mas selalu kasih semangat. Apa sih yang Mas gak ajarin buat aku? Aku berasa punya kakak selama kenal sama Mas Ardi. Andaikan istri bisa dibagi, Mas boleh deh nikahin Regina. Tapi untungnya gak bisa sih, hahahah,” balas Adri menimpali candaan Ardi.

“Mentang-mentang udah mau nikah duluan. Doain aku cepet-cepet dapat pasangan biar bisa nyusul kamu.”

“Makanya hati Mas dibuka, jangan terpaku sama masa lalu. Aku doain Mas dapat pasangan kek Regina. Aku beruntung sih bisa sama dia. Sebaik itu calon istriku, Mas,” ucap Adri sambil mengangkat gelas kopinya yang hampir habis.

“Jagain baik-baik loh dia, Dri. Mas juga penasaran sama calonmu itu. Aku doakan semoga keluarga kalian sakinah mawaddah warrahmah,” kata Ardi.

“Amin Mas. Amin. Aku berharap kalau ada apa-apa sama aku, Mas mau jagain Regina?”

“Loh ngomongnya kok begitu. Kamu itu akan baik-baik dan jagain Regina, anak-anakmu sampai kalian tua. Apa kata orang kalau aku yang jagain Regina, Dri. Bisa-bisa di sangka Petrikor aku,” jawab Ardi.

“Apa lagi tuh Petrikor, Mas?” tanya Adri kebingungan.

“Perebut Istri Orang,” jawab Ardi sambil tertawa terbahak-bahak, diikuti dengan Adri yang juga merasa lucu dengan penjelasan Ardi.

Selepas berbincang panjang lebar, Adri pamit pulang. Namun, diperjalanan pulang itulah Adri mengalami kejadian tak terduga. Hari yang sudah larut membuatnya mengantuk dan tidak fokus menyetir mobil, sehingga menabrak pembatas jalan dan menyebabkan mobilnya terguling.

Adri dilarikan ke rumah sakit dan mengalami kritis. Regina yang mendengar kabar bahwa Adri kecelakaan, segera menyusul ke rumah sakit. Regina yang mendapati Adri tidak sadarkan diri hanya bisa menangis sambil memeluk Sabrina. Ardi yang juga mendapat kabar bahwa Adri mengalami kecelakaan segera menyusul ke sana.

Setelah mengalami kritis selama dua hari, Adri akhirnya siuman. Senyum manis yang selalu hadir dalam tidurnya akhirnya terlihat kembali. Sambil menahan rasa yang teramat sakit ditubuhnya, Adri tersenyum dan berusaha menggenggam tangan Regina erat-erat.

“Aku di sini. Aku kangen sama kamu, Kak. Kamu mau minum? Tunggu, aku panggil dokter dulu,” ujar Regina sambil berdiri.

Namun sebelum Regina sempat berlari, genggaman tangan Adri menahannya. “Ardi, Aku mau ketemu dia.”

Regina yang mendengar hal tersebut segera keluar dan memanggil Ardi yang sedang berbaring di sudut koridor rumah sakit.

“Mas ... Mas Ardi?” bisik Regina pelan yang hanya di balas deheman panjang dari Ardi yang masih tertidur nyenyak. Sekali lagi Regina membangunkan Ardi, tetapi dengan suara yang sedikit lebih keras.

“Astagfirullah ... Iya, ada apa?” jawab Ardi yang sudah terbangun sambil membetulkan duduknya.

“Adri udah sadar, Mas. Dia mau ketemu sama Mas.”

Segera setelah mendengar hal tersebut, Ardi bergegas menemui Adri. Regina berdiri di sisi tempat tidur yang lain, sementara Ardi berdiri di sisi yang lain.

“Apa yang sakit? Aku panggil dokter buat periksa kamu ya,” tanya Ardi cemas.

“Mas, aku mau minta sesuatu sama kamu,” jawab Adri pelan.

“Apa?”

“Lima hari lagi pesta pernikahan aku sama Regina, Mas. Aku gak yakin bisa menemani Regina sampai tua, menjaga dia dan anak-anakku. Aku gak tau mau percaya sama siapa buat jaga Regina. Aku mau minta tolong sama Mas Ardi, gantikan aku menjadi suaminya.”

Regina dan Ardi yang mendengar permintaan Adri saling pandang. Bagaikan disiram air mendidih, tuhnya Rrgina dan Ardi terasa panas. Regina menolak, demikian juga Ardi.

“Aku gak mau, Kak. Nama kita yang tertulis diundangan itu dan udangannya sudah selesai dicetak,” tutur Regina.

“Lagipula aku gak kenal sama Mas Ardi. Bagimana mungkin pernikahan impian bisa kita terjadi tapi bukan kamu yang ada di samping aku?” sambung Regina.

“Kamu jangan bilang yang aneh-aneh. Kamu pasti akan nikah sama Regina. Ini Cuma masalah waktu, kita semua akan tunggu kamu sampai sembuh total. Mas akan hadir di pernikahan kamu. Mas panggil dokter dulu,” kata Ardi.

“Gina, Sayang. Mas Ardi orang yang baik dan aku percaya, dia tidak akan pernah buat kamu kecewa. Aku cuma bisa tenang, kalau kamu sama dia. Percaya sama aku,” jelas Adri pada Regina yang sudah menangis terisak sambil mengeratkan genggaman tangannya.

“Aku mohon sama, Mas. Jaga Regina untuk aku. Aku yakin Mas bisa bantu aku,” sambung Adri.

Setelah berkata demikian, Adri menghembuskan nafas terakhirnya, sebelum Ardi maupun Regina bisa menolak permintaannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status