Share

Part 9 Setelah dari Dermaga

"Oh ya?"

"Kamu nggak percaya?"

Senja tersenyum. Pria tampan, sukses, dari keluarga berada mustahil tidak punya kekasih. Tentu banyak perempuan yang ingin mendekatinya.

"Kalau aku punya pacar, tak mungkin nikahi kamu meski itu cuma pura-pura. Tentu aku akan memprioritaskan dia dan aku akan cari penjelasan lain untuk keluargamu."

Senja terpaku oleh ucapan Sabda. Punya kekasih yang menjaga perasaan pasangannya seperti ini tentu akan membahagiakan bagi tiap perempuan. Tak ada kata terluka dan kecewa pastinya. Tapi setiap insan punya kelebihan dan kekurangan. Setiap hubungan pasti ada ujian. Jalan tak akan selamanya lurus tanpa rintangan.

"Aku pernah punya pacar, pernah merancang masa depan bersama, pernah sangat serius. Tapi sayangnya setahun yang lalu telah selesai."

"Kenapa, Mas?"

"Karena kami tak berjodoh," jawab Sabda sambil tersenyum. Itu saja jawaban yang tepat, untuk apa mengorek luka lama yang baginya amat menyakiti.

Senja pun tak ingin bertanya banyak, tentu ada sesuatu yang tidak ingin diceritakan oleh Sabda daripada mengoyak hal yang sudah terkubur. Mungkin Sabda sangat mencintainya sehingga luka yang tertoreh pun cukup dalam dan berbekas.

Malam terus beranjak naik. Para pengunjung satu per satu meninggalkan tempat itu. Saking asyiknya berbincang mereka tidak menyadari kalau waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sabda yang sekilas melirik jam tangannya sengaja diam tak memberitahu gadis di depannya. Dia masih membiarkan Senja melihat kesibukan di pelabuhan. Hingga gadis itu menyadari sendiri perubahan waktu, di ambilnya ponsel dalam sling bag, Senja terbeliak saat melihat jam. 21.35.

"Mas, ayo kita pulang. Udah malam ternyata," ajak Senja gugup. Buru-buru gadis itu berdiri. Sabda dengan tenang ikut berdiri. Mereka turun lewat tangga, karena orang yang antri di lift cukup banyak.

Pintu pagar pasti sudah di kunci. Kali ini Senja tak enak hati mau nelepon ibu kos. Wanita itu sangat disiplin kepada para penghuni kos putri, walaupun mereka sudah dewasa dan punya hak masing-masing menentukan apa yang mereka mau. Tapi sudah jadi peraturan di sana juga kalau para penghuni kos putri tidak boleh memasukkan laki-laki kecuali kerabat. Ah, seperti peraturan anak SMA saja. Namun bagus juga, tentu ibu kos tidak menghendaki ada zina di tempatnya.

Kecuali di kosan ibu kos yang berada di gang sebelah. Di sana bebas karena penghuninya orang-orang yang sudah berumah tangga.

"Sampai kosan jam berapa ya, Mas?" tanya Senja gelisah sambil melangkah ke parkiran mobil.

"Perjalanan kita kurang lebih sejam."

"Wah, pasti sampai kosan udah mau setengah sebelas."

"Kenapa?"

"Aku nggak enak sama ibu kos."

"Nggak usah pulang ke kosan. Kita nginap lagi di apartemen."

Mendengar kata apartemen sudah membuat Senja merinding. Padahal ke tempat semewah itu, bukan mau ke rumah kosong dan berhantu. Keduanya masuk mobil dan meninggalkan pelabuhan.

Selama tiga tahun setengah tinggal di kos itu, baru dua kali ini Senja pulang telat ke kosan. Kalau ke luar dengan Arga, kekasihnya itu akan mengantarkan pulang sebelum jam sembilan malam. Sebab dia yang akan bawel kalau tak segera di antar pulang.

Sabda yang mengemudi paham kalau Senja gelisah. Kentara sekali kalau gadis itu bukan perempuan yang suka keluyuran tak kenal waktu. Padahal dia juga bukan remaja lagi, usianya sudah dua puluh lima tahun.

"Selama ini kamu jarang pulang telat, ya?" tanya Sabda setelah cukup lama saling diam.

"Hampir nggak pernah. Waktu tahun baru kemarin, aku juga keluar jalan. Tapi pulangnya nginap di rumah Nina."

"Tahun baruan sama Arga?"

Senja tersenyum samar. Kenangan itu, kini melukakan baginya. Entah dengan sebutan apa dia menamai keadaannya dengan Arga sekarang. Arga seolah bilang kalau dia bukan sengaja mengkhianati Senja. Dia bilang akan memulihkan apa yang sudah terkoyak kemarin? Semudah itukah? Tentunya tidak. Pun tak sesederhana hubungannya dengan Sabda. Bagaimana jika keluarga Sabda pada akhirnya tahu? Sementara pria itu tak juga membuat keputusan, mau di bawa ke mana hubungan mereka. Senja tak enak hati banyak bicara, dia ingat siapa yang menolongnya ketika itu.

Mobil kembali melaju di tengah jalan tol, menerabas malam yang kian dingin karena AC mobil yang menyala kuat. Senja memeluk tubuhnya. Sabda yang menyadari itu segera menaikkan suhu pendingin. Biasanya ada jaketnya di mobil, tapi kali ini tidak ada. Pasti sopir pribadi papanya yang memindahkan setelah membersihkan mobilnya tadi pagi.

Tanpa bertanya, Sabda melajukan mobilnya ke arah apartemen. Tampaknya Senja juga tidak keberatan, karena dia diam saja.

Seorang satpam yang berjaga mengangguk hormat saat Sabda melewati pos penjagaan. Mobil melaju naik ke parkiran tingkat dua dan berhenti dekat lift.

Sabda heran karena sejak tadi Senja diam saja. Bahkan diajak pulang ke apartemen pun tak menolak. Sabda heran.

"Ayo, kita turun."

Senja membuka pintu mobil dan turun. Sabda yang menunggu mendadak cemas saat melihat wajah senja yang agak pucat. "Kamu sakit?" tanya Sabda sambil memperhatikan wajah gadis di depannya.

"Nggak, hanya kedinginan saja tadi," elak Senja. Sebenarnya sejak siang tadi dia sudah merasakan tak enak badan. Biasanya kalau mendekati tanggal haidnya, Senja terbiasa seperti itu. Di tambah lagi terpaan angin laut yang cukup kencang tadi, membuatnya agak meriang seperti masuk angin.

Setelah pintu lift terbuka, Sabda memberi kesempatan Senja masuk lebih dulu. Dari pantulan cermin di lift, Sabda bisa dengan jelas melihat kalau Senja tidak baik-baik saja. Lift di komplek apartemen mewah itu bisa dikatakan lift yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Sebagian besar dinding dan pintu lift ini terbuat dari kaca dan senantiasa dibersihkan secara berkala.

"Habis ini kamu langsung saja istirahat. Aku yakin kamu lagi tak enak badan," kata Sabda setelah mereka masuk apartemen. "Biar aku buatkan teh hangat, sekalian kamu minum obat. Sepertinya kamu masuk angin." Sabda membukakan pintu kamar yang kemarin di tempati Senja.

"Nggak usah, Mas. Nggak usah bikin teh, aku ngambil air hangat saja untuk minum."

"Baiklah aku ambilkan."

"Biar aku ngambil sendiri." Senja hendak melangkah, tapi tangannya di raih oleh Sabda. "Masuklah istirahat, biar aku yang ngambilkan air minum sekalian ngambilin obat buat kamu." Sabda baru beranjak pergi setelah Senja mau masuk kamar.

Pria itu mencari obat masuk angin di kotak P3K yang ada di pantry. Untungnya masih ada dan tanggal kadaluarsanya juga masih lama. Di bawanya obat beserta air hangat dari dispenser masuk kamar Senja. "Minum ini dan kamu segera istirahat."

"Maaf, karena aku kamu jadi masuk angin. Aku juga lupa tak menyuruhmu bawa jaket tadi." Sabda merasa bersalah.

"Nggak apa-apa. Ini bukan karena di dermaga. Sebab sudah sejak kemarin aku udah nggak enak badan. Tapi hal kayak gini udah biasa, kok."

Sabda mengernyitkan dahi, membuat alis tebal itu hampir saling bersentuhan satu sama lain. "Sakit kok kamu bilang biasa?"

Senja mengangguk pelan. "Ya nggak apa-apa." Gadis itu jadi canggung menjawabnya. Ini urusan kaum wanita dan hanya mereka saja yang paham hal demikian.

"Besok aku antarkan ke dokter kalau gitu."

"Nggak usah, Mas. Aku nggak apa-apa. Nanti juga akan baik sendiri."

"Sakit harus berobat, Senja. Jangan mengandalkan sembuh sendiri. Iya kalau sembuh, kalau makin menumpuk dan berlarut-larut gimana?"

"Tapi aku nggak apa-apa. Beneran aku nggak apa-apa."

"Kalau kamu bilang sudah kebiasaan sakit begini, sebaiknya diperiksakan pada ahlinya. Kamu jangan meremehkan tanda-tanda kecil begini."

Senja malah dibuat bingung dengan paksaan Sabda. Tapi bukan salahnya pria itu juga, karena Sabda tidak paham. Sedangkan dirinya juga tidak bisa bicara alasannya. "Sudah Mas, aku nggak apa-apa."

"Kalau kamu enggak ke klinik. Biar aku panggilkan dokter langganan yang mau datang ke sini."

"Enggak deh, Mas. Aku nggak apa-apa. Tiap mau datang bulan aku suka gini." Akhirnya Senja memberitahu daripada muter-muter dan berbelit-belit. Sabda akhirnya diam menatap senja. Baru tahu juga dirinya.

"Setiap perempuan pasti akan ngalami hal begini."

"O ... oke. Kalau gitu kamu istirahat saja."

Next ....

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Sarwenda S
pas lagi panasan2nya kok dk bisa dibuka
goodnovel comment avatar
Sarwenda S
kenapa kuncinya dak bisa kebuka yah
goodnovel comment avatar
Marcel Rumasoal
gimna cara baca lanjutannya. dan bagaimna cra mendapat koin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status