"Hai," sapa Bela ketika Sabda masuk dari pintu kaca. Pria itu hanya tersenyum sebentar meski sebenarnya terkejut dengan kehadiran gadis itu di kantornya. Pakaian Bela rapi, resmi perempuan kantoran. Ada tas kerja yang diletakkan di sofa.Bela bangkit dan mengulurkan tangan. Saat tangannya tersambut, gadis itu heran melihat lebam di rahang Sabda. "Rahangmu kenapa, Mas?""Nggak apa-apa," jawab Sabda datar. "Ada urusan apa hari ini ada di sini?" Sabda duduk di sofa depan gadis itu."Aku ada janji ketemuan dengan Pak Guntur. Tapi beliau masih breafing." Pak Guntur ini menjabat manajer pelaksana di kantor Sabda."Mulai hari ini aku wakil dari perusahaan papa yang handle pekerjaan proyek baru yang akan di mulai.""Oke. Kalau gitu aku tinggal dulu." Sabda berdiri lantas masuk lift untuk ke ruangannya yang ada di lantai tiga. Pekerjaan di lapangan bukan urusannya. Tugas dasarnya di perusahaan adalah mengawasi, menghitung, dan membuat laporan keuangan perusahaan. Dia hanya wajib mematuhi kode
Suasana di rumah besar dan megah itu sangat semarak. Campuran gaya tradisional dengan desain mewah modern terihat sangat unik yang menjadi hunian keluarga Tedjo Suryantoro, konglomerat yang terkenal kerendahan hatinya. Meski segala perabot di dalam sangat modern, tapi laki-laki yang masih sehat di usia senjanya tetap mempertahankan rumah joglo di bagian paling depan. Rumah yang mempunyai ciri khas atap seperti limas, dengan pendopo di bagian depan. Kilauan kuning keemasan merupakan pantulan dari warna lampu yang mengarah ke dinding dan lantai kayu rumah. Beberapa elemen rumah didominasi oleh bahan kayu yang terpilih.Jam tujuh malam seluruh keluarga dan para undangan sudah datang di pendopo depan. Para cicit asyik bermain di rumah bagian dalam yang berlantaikan marmer. Mereka di awasi oleh pengasuh.Sabda yang baru turun dari mobilnya segera masuk. Seluruh kerabat yang sedang menikmati hidangan memperhatikannya, termasuk orang tuanya sendiri. Tampaknya Sabda memang datang paling akhi
Dari cara Sabda memandang, Senja menyadari apa yang dipikirkan oleh pria di hadapannya itu. Tahu apa yang diinginkan seorang laki-laki terhadap perempuan. Terlebih mereka adalah pasangan halal.Tubuh Sabda mendekat dan berhasil memagut bibir Senja. Gadis itu terkesiap dan menggeser duduknya. Sabda tersenyum. Andai saja yang di dekati seperti ini bukan Senja, andai itu Bela, pasti sudah terjadi sesuatu di antara mereka.Ternyata gadis pemalu memiliki kualitas lain yang jauh lebih menarik. Sabda seperti tertantang untuk menaklukkannya. Sabda laksana singa yang kelaparan tapi harus sabar menunggu hingga buruannya menyerah kalah tanpa banyak drama."Aku tahu siapa yang mengirimkan video itu padamu." Sabda bicara setelah berhasil mengendalikan gejolak dalam dirinya. Membuat Senja mengangkat wajah untuk menatapnya."Video itu memang bukan rekayasa. Itu yang diinginkan oleh keluarga. Mereka menginginkan aku kembali dan bertunangan dengan Bela."Senja teringat dengan nama yang di sebut oleh Mb
Kamar yang minim perabotan. Selain ranjang besar di tengah ruangan. Ada juga meja kaca minimalis dan cermin besar seukuran tubuh manusia yang menempel di dinding. Satu lemari besar berwarna monokrom berada di sebelah kiri. Saking asyiknya memperhatikan, dia tidak sadar saat pemilik kamar muncul dari balik pintu dan menarik lengannya untuk masuk. Senja terpekik kaget. "Ngapain ngintip, ayo masuk!" Pipi Senja merona merah karena malu. Harusnya dia tadi tak perlu mengintip seperti itu. Hingga tak menyadari shower di kamar mandi berhenti dan pemiliknya yang hanya memakai handuk terbelit di pinggang memergoki.Sabda mengecilkan suhu pendingin ruangan dan mengembalikan remot kecil itu di meja. Dari pantulan cermin besar, Senja bisa melihat tubuhnya dan tubuh Arga yang bertelanjang dada. Gadis itu hendak melangkah keluar, tapi dengan sigap tangan Sabda menggapai lengannya. "Mau ke mana?""Aku mau kembali ke kamar.""Aku sudah menghindarimu tadi. Kamu malah keluar kamar lagi." Sabda menarik
[Maaf, aku baru sempat balas, Mas. Banyak pekerjaan hari ini. Maklumlah akhir bulan.] Balasan dari Senja dan Sabda langsung meneleponnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Aku jemput di kantor sekarang, ya? Kamu sudah mau pulang kan?""Aku lembur hari ini.""Lembur? Pulang jam berapa?""Belum tahu, Mas. Ini masih nyelesain laporan. Biasanya pulang jam tujuh.""Baiklah, nanti kujemput. Kalau sudah mau pulang kabari ya!""Nanti aku bisa pulang sendiri.""Nanti kujemput." Sabda tetap memaksa."Baiklah. Sudah dulu ya, Mas. Aku lagi ada di mushola untuk Salat Asar ini.""Oke, nanti kabari. Tapi kamu tak apa-apa, kan?""Oh, nggak. Aku nggak apa-apa," jawab Senja lirih. "Serius?""Iya, serius.""Oke, Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam." Sabda meletakkan ponsel di dashboard. Tadi bersemangat sekali pulang sekalian jemput Senja. Rupanya dia sedang over time. Sabda sangat khawatir jika Senja marah atau takut menganggap dirinya mengambil kesempatan malam tadi. Setelah termenung lumayan la
"Mas, kita jalani saja apa yang ada saat ini. Mas, juga belum putus kan dari Citra. Jangan rusak hubungan yang sudah direstui keluarga. Jangan mengharapkan ku lagi. Aku bukan lagi seperti Senja yang kamu kenal dulu."Mata Arga menyipit. Penasaran dengan maksud ucapan Senja baru saja. Namun dia tidak bisa menduga-duga apa yang telah terjadi. Senja yang cemas berulangkali memandang ke seberang jalan. Dia khawatir kalau Sabda turun dan menghampiri mereka. "Ayo, kuantar pulang!"Senja menggeleng. "Nggak, Mas. Terima kasih, ya!" Setelah berkata demikian, Senja berlari menuju angkot yang kebetulan berhenti di halte untuk menaikkan penumpang. Keputusan itu spontan saja datang ketika melihat kendaraan umum itu berhenti. Lebih baik dia menghindari keduanya.Di seberang jalan, Sabda yang hampir turun akhirnya mengurungkan niatnya setelah melihat Senja masuk ke angkot. Pria itu juga tidak ingin ribut lagi dengan sepupunya yang akan menimbulkan lagi perkelahian. Ada cara yang lebih dingin untuk
Lagi-lagi Sabda telat datang. Keluarganya tengah makan ketika ia sampai. Acara kali ini hanya di hadiri keluarga inti Pak Prabu saja. Mereka berkumpul di ruang keluarga yang berukuran luas. Ada sofa, coffee table, dan juga kursi ottoman cantik memberikan kesan menarik yang sedang diduduki oleh Bumi. Mereka sangat ceria terutama ketika membahas akan hadirnya cucu pertama di keluarga Pak Prabu. Apalagi dia cucu perempuan yang di dambakan oleh Bu Airin.Sabda langsung menyalami dan mengucapkan selamat ulang tahun pada kakak iparnya setelah terlebih dulu mencium tangan papa dan mamanya."Yeay, makasih ya," ucap Tata saat di salami Sabda. Tidak ada kado di setiap acara ulang tahun mereka, kecuali untuk anak-anak yang masih kecil, tapi Bumi sekarang sudah delapan belas tahun. Biasanya akan diberikan uang atau di tanya apa yang diinginkannya. Untuk orang dewasa, cukup datang dan makan malam bersama. Kesempatan seperti ini dimanfaatkan untuk momen berkumpul keluarga yang tiap harinya sama-sa
"Aku serius, Pa." Sabda kembali menceritakan semuanya secara runtut dan detail. Pak Prabu terdiam mendengarkan. Beliau sangat menyayangkan tindakan yang diambil putranya. Namun tak dapat semarah istrinya karena bagaimanapun juga semua telah terjadi. Beliau paham atas kepanikan orang tua Senja. Andai itu terjadi pada putrinya, dipastikan dirinya pun akan marah. Tapi tak dipungkiri kalau beliau juga kecewa pada mereka."Kamu bisa ya, memutuskan sendiri perkara sebesar ini. Kamu kira pernikahan itu main-main. Ada tanggung jawab besar di hadapan Allah dan dua keluarga. Menikah itu bukan hanya untuk kalian berdua, tapi untuk bisa menyatukan dua keluarga." Kini papanya yang emosi. "Aku akan bertanggung jawab atas tindakanku, Pa. Aku akan bertanggung jawab pada Senja."Pak Prabu mendengkus pelan seraya kembali bersandar di punggung sofa. "Di mana perempuan itu sekarang?""Dia tinggal di kosan. Dia juga bekerja, Pa." Sabda tidak menceritakan kalau malam ini Senja ada di apartemennya."Jika m