Share

Part 5

Pesan itu seolah tertuju padaku. Kumasukan amplop pada keadaan semula dan memakan makanan yang sudah tersedia. Dada ini semakin sesak merasakan sesuatu yang belum pernah terasa sama sekali. Hanya pikiranku saja mungkin, batinku mulai berkecamuk. Aku menyelesaikan makanku dan membayarnya, namun lagi-lagi uang yang kuberikan ditolak secara halus. Apakah penampilanku aneh atau ada yang aneh dengan uang ini? Tak habis pikir kenapa mereka menolaknya meski aku memaksa.

Perjalanan kulanjutkan. Sesampainya di tempat tujuan ternyata rumah sahabatku sudah rata dengan tanah. Rasa sedih tidak terlukiskan lagi  jarak yang kutempuh sia-sia. Langkahku gontai meninggalkan tempat pertama yang kudatangi. Hujan turun di hari yang secerah ini, menambah kebimbangan akan langkah ini.

Berdiri di depan sebuah mini market menunggu hujan yang sangat lebat berhenti, di kejauhan sekelebat bayangan terlihat sangat mengerikan. Aku tidak berani menatap jauh ke depan, orang-orang di sekitarku hanya bersedakep menahan rasa dingin yang tercipta. 

Rintik hujan masih saja turun, sebagian orang sudah meninggalkan minimarket, tapi tidak denganku karna tidak ada angkot yang lewat sejak hujan lebat tadi. 

Sebuah mobil mewah berhenti di depan mini di market lalu turun seorang wanita cantik dari dalamnya dan aku mengenalinya. Dia Lolita temanku sewaktu aku masih SMP, tak kusangka akan bertemu ditempat seperti ini. Aku tidak berani menyapanya karena penampilannya yang super 'WAH' begitupun dengannya melangkah dengan anggun menuju ke dalam minimarket. Aku terpaksa duduk di lantai karena dinginnya udara saat itu, 

 "Eeh ... Kamu kan Nita anak 2B, ya?" tanya seorang wanita disampingku.

 "Iya," Lalu aku menoleh ke arahnya.

 "Sudah lama ya kita enggak pernah bertemu." Ujarnya dengan menyodorkan sebuah roti dan susu.

 "I-iya Lit, kamu tambah cantik. Alhamdulillah kamu masih mengingatku." Ujarku dengan suara lemah.

 "Sama saja Nit, kamu mau kemana? Kenapa bawa tas besar seperti ini?" Tanyanya berulang.

Kupandangi wajahnya yang cantik namun ada guratan kesedihan dimatanya. Sampai tak kuhiraukan tanyannya.

 "Nit ditanya koq diam!" Sergahnya.

 "Enggak apa-apa Lit, hujan sudah reda aku mau cari angkot dulu ya. Terimakasih atas traktirannya." Aku berdiri ingin meninggalkannya.

 "Nit jangan pergi, aku butuh teman saat ini." Dia mencegahku pergi dan menggenggam tanganku.

 "Tapi Lita! Aku enggak, bisa membantu banyak." 

 "Ku mohon Nita kalau tidak biarkan aku mengantarmu." Lalu Lita menarikku mendekati mobilnya dan mempersilahkan aku masuk.

Lita melajukan mobilnya dengan perlahan, terlihat jelas matanya berkaca-kaca. Ada apa dengan tubuhnya yang penuh luka, apakah aku harus bertanya atau biarkan saja dia berbicara. Aku hanya diam menatap jalanan di depan kami.

Mendadak Lita memberhentikan mobilnya lalu memelukku erat.

 "Maafkan aku Nita, dulu aku menghinamu sehina-hinanya, tapi sekarang akulah yang hina." Dengan isakan dia tetap memelukku.

 "Lita, yang dulu biarlah berlalu jangan diingat lagi. Jalanilah hidupmu dengan baik atau kamu tinggalkan jika tersiksa." lalu aku berusaha melepaskan pelukannya.

 "Sekarang aku tahu bagaimana posisi Ibumu Nit, maaf kan aku ... maafkan aku." tangisnya tak jua reda dan semakin erat memelukku.

Kubiarkan dia meluapkan rasa bersalahnya yang telah lalu karena pernah menghinaku dan juga Ibuku. Klakson mobil tak berhenti dari arah belakang, membuat Lita kembali melajukan mobilnya perlahan. Wajah itu berganti cerah dan entahlah. Sepertinya kematian mengintainya, namun perlahan tapi aku tak pasti melihatnya.

 "Lita aku pergi dulu ya semoga semua urusanmu akan cepat selesai."

 "Sudah selesai Nita, dan aku akan pulang dengan tenang." Ucapnya dengan binar ketenangan.

 "Lebih baik kamu pulang ke rumah jika perasaanmu sedang gundah." Jelasku, karena wajahnya kian pias.

Aku memeluknya dan meninggalkannya seorang diri menuju angkutan umum. Belum juga aku menaikinya, terlihat Lita berteriak dan terkulai di aspal. Aku berlari sebisaku mendekatinya namun sebuah pistol mengarah lurus ke kepalaku.

 "Jangan ikut campur kamu! Pergi dari sini." Pria itu membentakku.

 "Dia temanku bang, kenapa sampai kamu menembaknya!" Rasa takut dan kesal menjadi satu.

 "Banyak bacot ni perempuan! Mau ikut mati haah!" Teriaknya.

Dan suara tembakan terdengar jelas di telingaku. Aku pikir aku yang tertembak tapi tidak ada rasa sakit di tubuhku. 

Ternyata Pria di depanku yang tumbang dan menggelepar di aspal.

Dari belakang mendekat seorang pria bertubuh tegap terlihat dari bayangannya,

 "Tidak akan pernah bisa kamu lari dariku, serahkan yang bukan milikmu." Bisiknya.

Refleks aku melihat kearahnya dan tubuhku mendadak kaku. 

 "Kamu ... kamu mengikutiku? Bagaimana mungkin?" Tanyaku.

 "Serahkan saja itu." Dia menunjuk tas yang aku pegeng.

 "Ini juga bukan hakmu biarkan aku memberikan amanah ini." lalu memeluk tas milikku.

 "Heiii Dani, cepat evakuasi mereka!" terdengar suara bariton memberi perintah pada laki-laki disampingku.

 "Siap komandan." Lalu dia bergeser mendekati penembak Lita.

 "Mbak nanti dimintai keterangan ya, karna Mbak yang melihatnya." Seorang polisi lain menghampiriku. Aku hanya menganggukan kepalaku menyetujui permintaanya.

Selesai proses introgasi akupun bergegas pergi. Meninggalkan tempat itu agar terhindar dari polisi yang selalu ingin mengambil amplop ini. Meski kekhawatiranku akan nasib Lita besar, akupun tak bisa mengabaikan diriku sendiri yang tengah diincar pria berseragam itu.

Keberuntungan masih memihakku saat di butuhkan sebuah angkot lewat dan berhenti setelah aku melambaikan tangan. Tak banyak penumpang yang ada tapi sepertinya sang supir tergesa-gesa sekali.

Dan anehnya mata ini selalu berat tatkala menaiki angkot dan dengan sekejap aku tertidur.

 "Mbak sudah sampai!" Seseorang berteriak membuatku gelagapan.

 "Maaf Pak, saya tertidur!" Aku bergegas turun dan membayar ongkos, kali ini tak ada penolakkan.

Aku langsung mencari bis tujuan Merak dan menaikinya. Poselku berdering saat aku hendak duduk dan bau menyengat menguar ketika aku mengangkat ponsel untuk menerima panggilan.

Tak ada suara yang terdengar hanya suara burung berkicau. Kumatikan ponselku karna tak ada sahutan dari seberang sana. 

Tidak lama ponselku berdering kembali dari nomor yang sama. Bau menyengat menguar lagi saat ku tekan tombol hijau. Sekelebat bayangan akan kematian terlihat jelas dan ada aroma busuk seperti bangkai menyelingi pandanganku. Aroma dari tubuh seorang wanita bergaun putih.

Karena ngerinya pemandangan di mataku, aku mematikan ponselku enggan menerima panggilan yang tidak jelas. 

Saat sedang asyik melihat keluar melalui jendela bis, seseorang duduk di sampingku, tapi kuabaikan karena sudah biasa penumpang bisa duduk di mana saja yang mereka mau. Namun bau bensin sangat kuat memenuhi indra penciumanku. Aku beranikan diri menoleh kesamping dan dia ... dia. Dadaku sesak melihat lelaki ini. Kilasan bayangan tadi memenuhi kelopak mataku dan tak bisa aku hilangkan.

Wanita bergaun putih di rias sedemikian rupa sehingga menampilkan kecantikan yang diingikan sang perias. Wanita itu diam saja saat dirias dan dibaringkan di ranjang, tubuhnya kaku bak kayu hiasan. Tak ada senyum di wajahnya tetapi matanya tetap terbuka. Ruangan yang ditata apik sungguh menarik untuk diabadikan. Dipakai untuk mengumpulkan gadis-gadis bergaun putih.

Terkejut, ketika melihat sang perias wanita itu ternyata lelaki disampingku, tadi. Wajah yang imut namun, berhati dingin nan sadis. Siapapun yang melihatnya akan bergetar.

Tak lama sang pria mendekati gadis bergaun putih itu dan melumuri kakinya dengan sesuatu yang panas. Terlihat wanita bergaun putih itu meneteskan airmata tapi tak mampu berbuat apa-apa.

Jiwa sang gadis meronta dan berteriak namun bibirnya terkunci rapat. Cairan itu kini menutupi tubuhnya perlahan. Dengan senyuman sang pria mengelus pipi wanita itu dan mengecup bibirnya lalu meninggalkannya sendirian.

Sang gadis merintih menahan panas dari cairan itu, namun tak ada seorang pun yang mendengar. Bau menyengat itu datang lagi dan mengusik diriku. Membuat gelisah karna debaran didada sangat menyesakkan. Melihat kematian perlahan namun tak mampu menolongnya. Siapa lagi gadis-gadis bergaun putih itu! mengapa mereka bisa di gubuk yang jauh berada didalam hutan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status