Share

Malaikat Tak Bersayap

Ninet sedang menunggu namanya dipanggil untuk masuk ke dalam ruang konsultasi, di sebelahnya, Pilar sibuk membalas beberapa pesan yang masuk di ponselnya sambil sesekali memandangi layar monitor yang menampilkan informasi terkait antrean hari ini. Hanya tersisa satu pasien di depan nomor antrean Ninet, yang berarti jika tidak ada kendala, kemungkinan sekitar dua puluh menit lagi Ninet akan bertatap muka dengan Jun, salah satu dokter obgyn di rumah sakit tersebut. 

Tiba-tiba beberapa bulir keringat di dahi Pilar berjatuhan. Tubuhnya sedikit bergemetar, kepalanya seakan berputar pelan, membuat isi perutnya seakan mau keluar. 

Pilar menahan rasa mualnya sesaat, ia meraih punggung tangan Ninet seraya mengusapnya lembut, "Aku mau beli minum, kamu mau nitip?" tanya Pilar.

"Nggak, Mas" Ninet melirik Pilar, "Jangan kelamaan, ya, ini sebentar lagi giliran kita." 

"Iya, aku cuma beli minum aja, kok." Jawab Pilar berbohong.

____

Sebenarnya hanya butuh lima menit untuk Pilar berjalan dari lantai dua menuju minimarket yang berada di lantai satu, namun karena ia sempat berhenti untuk memerhatikan malaikat-malaikat kecil yang baru lahir dari balik kaca, membuat ia tidak sengaja mengulur waktu. Kalau bukan karena rasa mual yang makin terasa, ia masih betah memandangi pemandangan favoritnya ketika berada di rumah sakit tersebut. 

Dengan cepat Pilar mengambil satu botol obat sakit lambung dari etalase. Secepat kilat ia menuju antrean di kasir yang tampak lengang. 

"Maaf, Pak, mesin debitnya lagi gangguan" ucap seorang kasir ketika melihat Pilar menyerahkan kartu debitnya.

"Yah, kebetulan saya lagi nggak bawa uang, mesin ATM terdekat di sebelah mana, ya? selain di ATM center?" Pilar tidak yakin jika ia memiliki cukup waktu dan kesanggupan fisik untuk menahan rasa mualnya dan menuju ATM center yang berada di lantai tiga.

Kasir tersebut melihat perubahan di wajah Pilar yang seperti kebingungan "Saya kurang tahu, Pak, sepertinya di dalam gedung ini hanya ada satu itu saja."

Belum sempat ia membereskan urusannya, panggilan masuk dari Ninet membuatnya terpaksa meminta izin untuk menerima panggilan sebentar dan menuju ke sudut ruangan yang lebih sepi.

"Sayang, sebentar, ya, kamu masuk aja duluan, nanti aku nyusul, nih." ucap Pilar.

Sila yang sedari tadi berada di belakang antrean Pilar tidak sengaja mendengar semua percakapannya dengan kasir, ia pun sayup-sayup mendengar percakapan di telepon barusan, mengingat tidak banyak pengunjung minimarket saat itu.

"Mbak, memang berapa harga belanjaan mas yang itu?" tanya Sila sambil melirik ke arah Pilar.

"tiga puluh enam ribu, Bu" jawab kasir.

Sila menyerahkan beberapa belanjaannya ke meja kasir, "ini belanjaanku hitung dulu ya, mbak, nanti tiga puluh enam ribunya masukkin aja ke total belanjaanku."

Kasir tadi hanya mengangguk pelan.

Pilar kembali menuju ke kasir "Mbak, ini saya ambil nanti saja, ya, saya harus temani istri saya sekarang." Pilar meraih botol obat tadi, ia hendak mengembalikan lagi ke tempatnya.

"Ini sudah di bayar sama Ibu yang itu, Pak." kasir itu menunjuk Sila yang baru saja keluar dari pintu minimarket. 

Pilar hanya melihat wanita tersebut dari balik pintu kaca yang tembus pandang, sesosok wanita mungil dengan jilbab berwarna hijau daun, "siapa ya, Mbak?"

"Wah, saya jarang kenal sama pembeli di sini, Pak." jawab kasir yang membuat Pilar menyunggingkan senyum datarnya.

__________

Ninet dan Pilar saat ini sedang mendengarkan penjelasan dari Jun. Mereka tampak serius mendengarkan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Jun. Kalau tidak ada halangan rencananya bulan depan adalah waktu untuk memulai prosedurnya. Jun harus memastikan keduanya berada dalam keadaan yang sehat dan stabil secara fisik dan mental sebelum memulai semuanya.

Lebih dari dua puluh menit berlalu, semua hal penting sudah disampaikan oleh Jun. Sebelum mereka menyudahi sesi hari ini, Jun sempat memerhatikan Pilar yang tampak kurang sehat. 

"Jaga kondisi badan, Pak, supaya bisa temanin anaknya kelak sampai dewasa" ujar Jun ketika mereka hendak berpamitan.

Pilar yang sedikit terkejut mendengar perkataan Jun, hanya bisa menjawab seadanya dan melempar senyum.

Ninet ikut tersenyum di balik ketidakpekaannya saat ini.

___________

Sebelum pulang ke rumah, Pilar mengajak Ninet untuk makan siang di salah satu tempat makan di rumah sakit. Ninet memilih nasi pecel ayam sebagai hidangan siang ini. 

"Kamu tadi lama, Mas." ucap Ninet di tengah santap siangnya.

"Maaf, ya, kayaknya tadi aku terlalu lama karena lihat-lihat..." 

Belum sempat Pilar melanjutkan, Ninet tiba-tiba memotong, "Aku sudah tahu, Mas, makanya aku nggak bisa pegang omongan kamu kalau nggak akan lama."

"Sorry, sayang, habisnya mereka lucu-lucu, sih." jawab Pilar.

"No problem, itu cuma hal kecil, kita bukan pasangan yang baru kenal sebulan, Mas." 

Pilar teringat akan sosok wanita yang tadi menolongnya di minimarket, kalau bukan karena harus segera menemui Jun, mungkin ia akan mengejar wanita itu untuk sekadar mengucapkan terima kasih.

Ninet menangkap wajah Pilar yang terlihat melamun di depan piringnya, "Mas, are you okay?" tanya Ninet.

"Eh, iya, I am totally okay, kok." Pilar kembali menyantap makanannya.

"Kita berserah saja, ya, Mas, semoga apa yang kita usahakan kali ini mendapat hasil yang sesuai keinginan kita." Ninet mengira Pilar sedang memikirkan tentang kemungkinan keberhasilan program kehamilannya. 

"Aku sudah pernah bilang, kan, it's okay, aku lagi nggak mikir tentang itu, kok, aku sudah bersyukur saat ini." ucap Pilar. 

"Semoga malaikat kecil itu segera hadir lewat perantara malaikat lain, ya." Ninet tersenyum.

"Maksudnya?"

"Dokter Jun, he is kind of an angel to us, kan?" jawab Ninet tenang.

Jawaban itu membangkitkan kembali ingatan Pilar tentang Jun yang secara hubungan sudah sangat dekat dengan mereka. Jun selalu ada untuk memberi semangat dan berbagai kalimat bernada motivasi. Bahkan saat di luar jam konsultasi, sesekali mereka bertukar kabar. Hari ini Pilar menyadari bahwa malaikat-malaikat kecil yang sempat menarik perhatiannya tadi bukan hanya malaikat nyata yang berada di sekitarnya. Ada banyak orang baik yang kadang terlupa. Entah itu kebaikan besar atau kecil yang telah mereka lakukan, mereka tetap layak disebut sebagai malaikat. Malaikat tak bersayap. Tiba-tiba otak Pilar kembali menghadirkan sosok wanita berjilbab hijau di dalam pikirannya. 

"Iya." Pilar tersenyum hangat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status