"Berhenti menguntitku, aku bisa melaporkan ini ke pihak berwajib" cecar Reyna kepada pria bersurai merah jambu yang tersenyum aneh di belakang meja kasir "bahkan kau mewarnai rambutmu dengan warna seterang itu, kau sungguh terlihat sangat aneh" tambahnya lagi.
"Apa maksudmu?" Tanya Sicheng santai.
"Jangan berlagak seperti kau tidak melakukan apapun, bahkan tadi pagi aku melihatmu di sebelah flatku" Reyna mengedarkan pandangannya ke seluruh toko kue itu.
"Bagaimana bisa? Kau lihat, aku tidak mempunyai seorang pun karyawan di toko ini. Bagaimana aku mengikutimu sementara aku selama tiga hari ini berada di sini untuk menjaga tokoku. Kau tau nona, hidup di zaman sekarang ini sulit, jika kau tidak mempunyai uang maka kau tidak akan bisa makan" penjelasan panjang lebar pria dengan setelan layaknya orang kantoran itu tidak menunjukkan titik terang bagi Reyna. Aneh-- penjaga toko kue mana yang menggunakan setelan seperti itu.
"Jadi sebenarnya kau ini ada dua, begitu maksudmu? Sudah pasti kau mengikuti sialan! Katakan, apa yang kau inginkan dariku tuan penguntit" Reyna ingat betul bahwa ia melihat pria ini tiga hari terakhir setelah ia membeli kue yang bahkan sampai hari ini masih berada di kulkasnya karena sahabatnya pergi ke luar negri dengan tunangannya sehingga Reyna belum sempat memberikannya.
Pada pagi hari ia melihat pria itu di flat sebelahnya. Kemudian ketika ia berada di kereta untuk pergi ke tempat bekerjanya pria itu juga ada di sana menyapanya seperti mereka saling kenal saja. Bahkan saat di tempat kerjanya pun pria itu akan menungguinya di gazebo kecil di luar gerbang sampai ia selesai mengajar dan akan ikut kembali pulang ke flat. Bahkan saat malam hari pun pria itu muncul di mimpinya. Anehnya tidak satupun orang yang merasa terganggu dengan kehadiran pria itu--- maksudnya lihatlah rambut merah jambu itu, pria mana yang mengecat rambutnya seterang itu di riuhnya kota Berlin ini.
"Dengarkan nona, aku sudah memperingatimu tiga hari yang lalu untuk tidak mengambil kue itu, tapi kau tidak mau mendengarkanku" Sicheng berjalan ke arah Reyna dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
"Jadi ak-- Aww kau benar-benar gila! Aku harus melaporkanmu ke kantor polisi. Kau tidak sopan sekali! Kenapa kau mencabut rambutku seperti itu?" Reyna tidak mengerti apa yang ada dipikiran pria gila ini sampai-sampai pria itu secara random mencabut anak rambutnya yang membuat gadis itu meringis. Sicheng tidak mendengarkan sedikitpun perkataan Reyna, yang ia perhatikan sekarang adalah bagaimana sehelai rambut di tangannya itu berkilau dan mengeluarkan cahaya kuning persis seperti kejadian yang ia alami satu abad lalu.
"Oke. Aku akan keluar dari sini sekarang. Jangan ikuti aku dan kuanggap masalah yang kau buat ini selesai tanpa melaporkannya ke polisi karena setelah kuperhatikan kau benar-benar kurang waras" Reyna bersiap keluar dari toko dengan perasaan kesal luar biasa. Gadis itu mencoba mendorong pintu namun sepertinya pintu kaca itu terkunci.
"Sekarang apa lagi sialan?--- astaga sudah berapa kali aku mengumpatimu hari ini? Mulutku tidak biasanya sekotor ini, tapi tingkahmu akh-" Reyna menggeram frustasi dan kembali berjalan ke meja kasir.
"Inikah tujuanmu? Kau mengikuti selama tiga hari penuh lalu sekarang kau menyekapku di sini, apa kau mencoba untuk memperkosaku? Dasar bajingan sial!" Reyna meneriaki Sicheng tepat di depan wajah pria itu.
"Kenapa kau berteriak padaku? Seharusnya aku yang meneriakimu sekarang. Kau membuat semuanya menjadi sulit, kau membahayakanku! Apa susahnya kau tidak mengambil kue itu dan menggantinya dengan kue lain?" Nada suara Sicheng sedikit meninggi. Ia tau setelah ini hidupnya akan semakin sulit. "Lihatlah, bahkan sampai hari ini cake itu masih ada di kulkasmu bukan? Tidak ada yang menginginkan kue itu. Itu kue milikku. Tapi kau mencari masalah dengan membawanya ke tempatmu. Dan juga aku tidak mempunyai waktu luang juga nafsu untuk memperkosamu."
"Lalu jika kue itu milikmu, mengapa kau memajangnya di sini? Kau bisa saja menyimpannya di bawah tempat tidurmu atau di lemarimu" Reyna semakin tidak paham.
"Karena selama ini tidak pernah ada pembeli yang melihat kue itu, tetapi kau melihatnya dan membawanya bersamamu Reyna" Reyna kaget mendengar namanya disebut oleh pria aneh ini. "kau tahu, 100 tahun yang lalu aku baru saja bebas dari masalah seperti ini karena seseorang sepertimu membawa kue itu, dan sekarang aku harus kembali ke masalah seperti itu karena ulahmu. Kau membawa milikku dan sekarang lihat, aku harus terikat bersamamu selama satu tahun, padahal tadinya aku berencana menghabiskan masa tua serta sisa hidupku dengan tenang di toko ini"
"Kau masih terlihat muda" ujar Reyna seadanya sesuai apa yang ia lihat sekarang.
"Tahun ini usiaku 503 tahun nona, aku bukan makhluk biasa sepertimu. Aku seorang imp." jelas Sicheng.
"Kau benar-benar gila! Usia 503 tahun? Bahkan karanganmu itu sama sekali tidak masuk akal, dan apa tadi kau bilang? Imp? Makhluk mitologi yang bahkan hidup di abad 15 itu tidak mungkin ada di sini. Kau gila" Kesal Reyna di depan wajah pria itu.
"Makhluk seperti itu ada di dunia ini Reyna, kau hanya baru kali ini saja bertemu aku dan sialnya kau membuat masalah di hidupku" Sicheng berjalan ke arah pintu utama tokonya untuk membuka pintu yang memang sengaja tadi ia kunci dengan kekuatan miliknya.
Reyna mengikuti Sicheng ke arah pintu "tidak bisa, aku harus melaporkanmu ke pihak berwajib agar kau dibawa ke rumah sakit jiwa" Reyna menekan nomor darurat di ponselnya sambil berjalan cepat keluar dari toko. Sebelum ia berhasil menyambungkan panggilan itu tiba-tiba ia merasa tubuhnya diseret oleh angin kencang yang membuatnya terlempar ke arah pinggiran jalan.
Gadis itu meringis merasakan sakit di bagian kepala juga seluruh tubuhnya. Ia menemukan sepasang kaki bersepatu kulit berdiri di sampingnya saat ia berusaha membuka kelopak matanya. Reyna menengadah ke atas dan melihat pria itu seperti akan mengucapkan sesuatu. Ia mengedarkan pandangannya ke arah jalan raya, dan melihat beberapa bangunan hancur, roboh dan orang-orang berlalu lalang dengan wajah panik pucat pasi.
"Kau masih hidup? Kau bisa mendengarku?" Pria itu melambaikan telapak tangannya beberapa kali di depan wajah Reyna untuk memastikan apakah gadis itu baik-baik saja.
"Sial, kenapa kau masih terus mengikutiku?" Reyna mencoba bangkit dari posisinya saat ini namun rasanya kepalanya terlalu pusing juga lututnya yang sedikit tergores karena bergesekan dengan sisi jalanan.
"Aku juga tidak tahu, dari dulu memang sudah begitu konsepnya. Saat kau dalam bahaya maka tubuhku akan otomatis mencoba membuatmu terhindar dari bahaya itu"
"Terhindar apanya? Aku terlempar dan lututku terluka?!"
"3 menit lalu kau hampir saja terlindas truk di jalanan itu. Kalau bukan karenaku mungkin sekarang kau hanya tinggal nama" Reyna tercengang mendengar penuturan pria itu. Antara percaya dan tidak, tapi membayangkan dirinya mati mengenaskan dilindas truk sungguh merupakan hal yang buruk, mungkin yang terburuk.
Hari itu, Berlin dilanda angin tornado yang mebuat seperempat bagian kota itu kacau."Kau mau kemana?""Aku akan ikut denganmu" Sicheng mengikuti langkah Reyna di tengah riuhnya keadaan kota setelah tornado yang bahkan tidak diprediksi sama sekali oleh badan pengamat cuaca Jerman sekalipun. Aneh. Sangat aneh."Bagaimana dengan tokomu?" Tanya gadis itu lagi."Aku akan menutupnya, tugasku sekarang adalah menjagamu dari bahaya""Tidak. Kau tidak perlu ikut denganku. Aku tinggal sendiri di flatku" tolaknya masih dengan langkah cepat agar ia bisa sampai ke stasiun bawah tanah tepat waktu. Sungguh, hari ini sangat melelahkan."Lalu?""Kau tidak mengerti, hah? Apa yang akan dikatakan oleh tetanggaku jika aku membawa pria ke flatku? Dan lagi, kau orang asing. Bagaimana aku mengizinkan orang lain masuk sembarangan ke tempat tinggalku" Tidak tau berapa lama lagi Reyna kuat menahan emosinya menghadapi pria yang terus mengikutinya ini."Kau bisa mengatakan kalau aku pacar atau bahkan suamimu kepada tetangg
"Mau kubuatkan sarapan?" Entah tidak mengerti keadaan atau karena terlalu peduli pada Reyna, bisa-bisanya Sicheng menanyakan pertanyaan seperti itu kepada gadis yang bahkan tidak sempat memakai kaus kaki karena ia kesiangan dan tidak sampai sepuluh menit lagi kereta tujuannya akan berangkat."Kau ini bodoh atau apa? Kau tidak lihat aku sedang buru-buru?" Seperti dugaan, respon Reyna akan seperti ini.Gadis itu buru-buru keluar dari flatnya mengambil langkah secepat mungkin agar ia sampai di stasiun, Reyna harus di sana sebelum kereta berangkat. Gadis jtu akan merasa rugi jika ia harus merelakan uangnya untuk membayar taxi yang biayanya bisa berlipat kali lebih besar.----"Aku membawakan sarapan untukmu" Reyna tidak tahu bagaimana ceritanya, tapi sekarang Sicheng sudah berdiri di sebelahnya. Pagi ini Reyna harus rela berd
Inilah yang paling Reyna suka dari anak kecil, mereka terlihat sangat menggemaskan saat tertidur. Wajah polos tanpa dosa itu selalu membuat Reyna merasa nyaman melihatnya. Reyna fokus memperhatikan wajah Felix yang terlelap di bahu milik Sicheng. Setelah sampai di stasiun terdekat ke rumah Felix, mereka harus berjalan kaki terlebih dahulu sekitar 8 menit untuk sampai ke rumah Felix dan Sicheng dengan senang hati menawarkan diri untuk menggendong Felix agar anak itu tetap dapat tertidur tanpa terganggu. Benar saja, Felix terlihat sangat nyaman menyenderkan kepalanya di bahu Sicheng. "Yang mana rumah Felix?" Tanya Sicheng yang masih setia berjalan mengikuti Reyna sambil menggendong Felix di pelukannya. "Di pertigaan itu, yang atapnya berwarna merah tua" Reyna menunjuk pertigaan yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat mereka berdiri sekarang. ------
"Selamat pagi ibu guru cantik --oh bukan, ini weekend ternyata. Selamat pagi Reyna Xu" Sicheng menyapa Reyna yang baru keluar dari kamar dengan nyawa yang belum terkumpul sepertinya. Gadis itu melewati Sicheng begitu saja sambil mengucek matanya lalu masuk ke kamar mandi yang berada persis di sebelah kamarnya dengan rambut yang masih berantakan. Mungkin Reyna lupa kalau di tempatnya ada makhluk lain selain dirinya.Sicheng hanya tertawa pelan melihat tingkah Reyna. Ini sudah pukul setengah 9 pagi dan Reyna baru bangun, padahal semalam ia tidur sangat awal dengan alasan terlalu lelah menghadapi kehidupan. Bahkan, semalam Reyna menolak ajakan Sicheng pergi keluar untuk sekedar mencari angin sambil berjalan-jalan di pinggiran sungai spree* atau mungkin menonton film di bioskop.Sicheng meletakkan Speckpfannkuchen* yang barusan ia buat sekaligus menyiapkan peralatan makan untuk mereka sarapan pagi ini. Sejak kemarin sore Sicheng sudah bisa kembali memakan semua
"Setelah ini kau ingin kemana lagi?" Tanya Sicheng ke Reyna yang baru saja menghabiskan vanilla milkshake yang dipesannya tadi. Ini sudah hampir sore dan mereka berdua memutuskan untuk makan di salah satu restoran kecil yang tidak jauh dari Tiergarten."Pulang" jawab Reyna singkat."Baik, kalau begitu kita akan belanja terlebih dahulu setelah itu kita pulang" entah kenapa hari ini Sicheng sangat senang. Mungkin karena ini hari pertama ia bisa menikmati vanilla latte setelah 1 abad atau mungkin karena hal lain yang ia juga masih bingung."Kalau kau sudah menentukan mau kemana selanjutnya, lalu kenapa kau harus repot-repot menanyaiku terlebih dahulu?" Protes Reyna."Bisa saja
Malam ini masih sama dengan malam kemarin dan malam-malam sebelumnya selama hampir dua minggu terakhir ini. Aku berbaring di tempat tidurku dan memikirkan semua yang terjadi akhir-akhir ini. Mulai dari Janeth yang tiba-tiba menikah di luar negeri, red velvet sialan itu, tornado yang terjadi tiba-tiba di kota, bahkan munculnya pria asing nan aneh yang sekarang sedang kubiarkan menginap di rumahku. Jujur saja, semenjak dia tinggal di flatku aku merasa lebih aman saat tidur di malam hari, tidak ada yang mengetuk pintuku di tengah malam, atau benda jatuh yang membuatku terbangun dari tidur lelapku.Pria aneh bernama Sicheng yang mengaku seorang imp yang sudah hidup dari abad 15 itu selalu membuatku sakit kepala setiap hari. Ada saja tingkah, kata-kata, atau kebiasaannya yang membuatku hanya bisa geleng-geleng kepala pa
Pagi ini Reyna memulai harinya seperti biasa. Pukul 07.40 Reyna sudah berada di yayasan tempat ia mengajar karena pembelajaran dimulai pukul 8. Lingkungan sekolah sudah mulai ramai oleh anak-anak yang sebagian datang diantar oleh orang tua mereka dan ada juga dijemput oleh bus sekolah. Reyna menyukai pemandangan ini. Ia akan ikut tersenyum saat melihat anak-anak tersebut tersenyum sambil melambaikan tangan atau saling bertukar pelukan hangat dengan orang tuanya. Reyna juga akan menyambut dengan ceria anak-anak yang turun dari bus sekolah kemudian berlari ke arahnya kemudian menyapanya dengan senyum secerah mentari di awal musim panas. Reyna menyukai itu.Senyum Reyna semakin merekah saat melihat Felix yang baru saja turun dari mobil ibunya lalu berlari ke arahnya. Adeline yang tidak sempat turun karena harus ke restoran hanya melambaikan tangan sambil tersenyum manis ke arah Reyna seakan berkata 'Aku
“kita akan ke Trier” ujar Sicheng tiba-tiba saat Reyna sedang fokus memakai sepatunya.“Trier? Sekarang? Kau lupa atau bagaimana kalau Trier itu jauh dari sini dan untuk sampai kesana paling tidak kita harus di pesawat selama satu setengah jam. Yang benar saja? Lagian kau ada perlu apa ke sana sampai harus mengajakku?” Reyna selalu tidak pernah mengerti bagaimana sebenarnya cara kerja otak pria itu, kenapa ia selalu mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.“dengarkan dulu. Kita akan kesana dengan cara yang mungkin sangat asing bagimu, tapi bagaimanapun kita harus ke sana malam ini karena aku ingin memberitahu sesuatu padamu”