Share

01. Tornado

"Berhenti menguntitku, aku bisa melaporkan ini ke pihak berwajib" cecar Reyna kepada pria bersurai merah jambu yang tersenyum aneh di belakang meja kasir "bahkan kau mewarnai rambutmu dengan warna seterang itu, kau sungguh terlihat sangat aneh" tambahnya lagi.

"Apa maksudmu?" Tanya Sicheng santai.

"Jangan berlagak seperti kau tidak melakukan apapun, bahkan tadi pagi aku melihatmu di sebelah flatku" Reyna mengedarkan pandangannya ke seluruh toko kue itu.

"Bagaimana bisa? Kau lihat, aku tidak mempunyai seorang pun karyawan di toko ini. Bagaimana aku mengikutimu sementara aku selama tiga hari ini berada di sini untuk menjaga tokoku. Kau tau nona, hidup di zaman sekarang ini sulit, jika kau tidak mempunyai uang maka kau tidak akan bisa makan" penjelasan panjang lebar pria dengan setelan layaknya orang kantoran itu tidak menunjukkan titik terang bagi Reyna. Aneh-- penjaga toko kue mana yang menggunakan setelan seperti itu.

"Jadi sebenarnya kau ini ada dua, begitu maksudmu? Sudah pasti kau mengikuti sialan! Katakan, apa yang kau inginkan dariku tuan penguntit" Reyna ingat betul bahwa ia melihat pria ini tiga hari terakhir setelah ia membeli kue yang bahkan sampai hari ini masih berada di kulkasnya karena sahabatnya pergi ke luar negri dengan tunangannya sehingga Reyna belum sempat memberikannya. 

Pada pagi hari ia melihat pria itu di flat sebelahnya. Kemudian ketika ia berada di kereta untuk pergi ke tempat bekerjanya pria itu juga ada di sana menyapanya seperti mereka saling kenal saja. Bahkan saat di tempat kerjanya pun pria itu akan menungguinya di gazebo kecil di luar gerbang sampai ia selesai mengajar dan akan ikut kembali pulang ke flat. Bahkan saat malam hari pun pria itu muncul di mimpinya. Anehnya tidak satupun orang yang merasa terganggu dengan kehadiran pria itu--- maksudnya lihatlah rambut merah jambu itu, pria mana yang mengecat rambutnya seterang itu di riuhnya kota Berlin ini.

"Dengarkan nona, aku sudah memperingatimu tiga hari yang lalu untuk tidak mengambil kue itu, tapi kau tidak mau mendengarkanku" Sicheng berjalan ke arah Reyna dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

"Jadi ak-- Aww kau benar-benar gila! Aku harus melaporkanmu ke kantor polisi. Kau tidak sopan sekali! Kenapa kau mencabut rambutku seperti itu?" Reyna tidak mengerti apa yang ada dipikiran pria gila ini sampai-sampai pria itu secara random mencabut anak rambutnya yang membuat gadis itu meringis. Sicheng tidak mendengarkan sedikitpun perkataan Reyna, yang ia perhatikan sekarang adalah bagaimana sehelai rambut di tangannya itu berkilau dan mengeluarkan cahaya kuning persis seperti kejadian yang ia alami satu abad lalu.

"Oke. Aku akan keluar dari sini sekarang. Jangan ikuti aku dan kuanggap masalah yang kau buat ini selesai tanpa melaporkannya ke polisi karena setelah kuperhatikan kau benar-benar kurang waras" Reyna bersiap keluar dari toko dengan perasaan kesal luar biasa. Gadis itu mencoba mendorong pintu namun sepertinya pintu kaca itu terkunci.

"Sekarang apa lagi sialan?--- astaga sudah berapa kali aku mengumpatimu hari ini? Mulutku tidak biasanya sekotor ini, tapi tingkahmu akh-" Reyna menggeram frustasi dan kembali berjalan ke meja kasir. 

"Inikah tujuanmu? Kau mengikuti selama tiga hari penuh lalu sekarang kau menyekapku di sini, apa kau mencoba untuk memperkosaku? Dasar bajingan sial!" Reyna meneriaki Sicheng tepat di depan wajah pria itu.

"Kenapa kau berteriak padaku? Seharusnya aku yang meneriakimu sekarang. Kau membuat semuanya menjadi sulit, kau membahayakanku! Apa susahnya kau tidak mengambil kue itu dan menggantinya dengan kue lain?" Nada suara Sicheng sedikit meninggi. Ia tau setelah ini hidupnya akan semakin sulit. "Lihatlah, bahkan sampai hari ini cake itu masih ada di kulkasmu bukan? Tidak ada yang menginginkan kue itu. Itu kue milikku. Tapi kau mencari masalah dengan membawanya ke tempatmu. Dan juga aku tidak mempunyai waktu luang juga nafsu untuk memperkosamu."

"Lalu jika kue itu milikmu, mengapa kau memajangnya di sini? Kau bisa saja menyimpannya di bawah tempat tidurmu atau di lemarimu" Reyna semakin tidak paham.

"Karena selama ini tidak pernah ada pembeli yang melihat kue itu, tetapi kau melihatnya dan membawanya bersamamu Reyna" Reyna kaget mendengar namanya disebut oleh pria aneh ini. "kau tahu, 100 tahun yang lalu aku baru saja bebas dari masalah seperti ini karena seseorang sepertimu membawa kue itu, dan sekarang aku harus kembali ke masalah seperti itu karena ulahmu. Kau membawa milikku dan sekarang lihat, aku harus terikat bersamamu selama satu tahun, padahal tadinya aku berencana menghabiskan masa tua serta sisa hidupku dengan tenang di toko ini"

"Kau masih terlihat muda" ujar Reyna seadanya sesuai apa yang ia lihat sekarang.

"Tahun ini usiaku 503 tahun nona, aku bukan makhluk biasa sepertimu. Aku seorang imp." jelas Sicheng.

"Kau benar-benar gila! Usia 503 tahun? Bahkan karanganmu itu sama sekali tidak masuk akal, dan apa tadi kau bilang? Imp? Makhluk mitologi yang bahkan hidup di abad 15 itu tidak mungkin ada di sini. Kau gila" Kesal Reyna di depan wajah pria itu.

"Makhluk seperti itu ada di dunia ini Reyna, kau hanya baru kali ini saja bertemu aku dan sialnya kau membuat masalah di hidupku" Sicheng berjalan ke arah pintu utama tokonya untuk membuka pintu yang memang sengaja tadi ia kunci dengan kekuatan miliknya.

Reyna mengikuti Sicheng ke arah pintu "tidak bisa, aku harus melaporkanmu ke pihak berwajib agar kau dibawa ke rumah sakit jiwa" Reyna menekan nomor darurat di ponselnya sambil berjalan cepat keluar dari toko. Sebelum ia berhasil menyambungkan panggilan itu tiba-tiba ia merasa tubuhnya diseret oleh angin kencang yang membuatnya terlempar ke arah pinggiran jalan.

Gadis itu meringis merasakan sakit di bagian kepala juga seluruh tubuhnya. Ia menemukan sepasang kaki bersepatu kulit berdiri di sampingnya saat ia berusaha membuka kelopak matanya. Reyna menengadah ke atas dan melihat pria itu seperti akan mengucapkan sesuatu. Ia mengedarkan pandangannya ke arah jalan raya, dan melihat beberapa bangunan hancur, roboh dan orang-orang berlalu lalang dengan wajah panik pucat pasi.

"Kau masih hidup? Kau bisa mendengarku?" Pria itu melambaikan telapak tangannya beberapa kali di depan wajah Reyna untuk memastikan apakah gadis itu baik-baik saja.

"Sial, kenapa kau masih terus mengikutiku?" Reyna mencoba bangkit dari posisinya saat ini namun rasanya kepalanya terlalu pusing juga lututnya yang sedikit tergores karena bergesekan dengan sisi jalanan.

"Aku juga tidak tahu, dari dulu memang sudah begitu konsepnya. Saat kau dalam bahaya maka tubuhku akan otomatis mencoba membuatmu terhindar dari bahaya itu"

"Terhindar apanya? Aku terlempar dan lututku terluka?!"

"3 menit lalu kau hampir saja terlindas truk di jalanan itu. Kalau bukan karenaku mungkin sekarang kau hanya tinggal nama" Reyna tercengang mendengar penuturan pria itu. Antara percaya dan tidak, tapi membayangkan dirinya mati mengenaskan dilindas truk sungguh merupakan hal yang buruk, mungkin yang terburuk. 

Hari itu, Berlin dilanda angin tornado yang mebuat seperempat bagian kota itu kacau.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
walopun dialog tag & aksinya kurang tepat, tapi enak dibacanya..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status